Friday, June 29, 2007

Padi 100 Ha Membusuk Longsor di Tujuh Desa di NTT

Sabtu, 30 Juni 2007

Banjarmasin, Kompas - Banjir yang telah berlangsung sepekan terakhir di Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, merendam padi yang baru ditanam. Akibatnya, tanaman padi pada areal 100 hektar membusuk.

Saat mengunjungi Desa Simpang Empat di kecamatan itu, Jumat (29/6), Kompas menjumpai para petani membersihkan sawah mereka dari padi busuk. Tanaman tersebut tidak mungkin dipertahankan dan petani terpaksa menanam bibit baru.

Beberapa petani mengungkapkan, kerugian akibat banjir berkisar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hektar. Pahrul, warga kelurahan Sungai Arung Tambak, mengungkapkan, para petani di desa itu membudidayakan padi varietas lokal Siam Unus yang sangat digemari warga Kalimantan Selatan (Kalsel).

Dibanding varietas unggul, padi rawa perlu waktu panen relatif lama, enam bulan, dan dapat dibudidayakan tanpa pupuk dan pestisida. "Kalau tidak sampai tenggelam, padi tidak akan mati. Tetapi, banjir ini tingginya lebih dari satu meter, sementara padi kami cuma 60 sentimeter," ucap Pahrul. Banjir kali ini lebih buruk dari sebelumnya.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel Sriyono mengungkapkan, banjir Januari-Juni 2007 merendam 16.911 hektar sawah. Sebanyak 2.636 hektar di antaranya puso.

Ancaman longsor

Di tujuh desa di Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, terjadi longsor akibat hujan yang terus mengguyur sejak Senin (25/6) malam. Ketujuh desa itu adalah Keli, Nenowea, Naruwolo, Dariwali, Watumanu, Manubara, dan Tiwuriwu.

"Dari sejumlah wilayah yang terkena longsor seperti di Jerebuu, Golewa (Ngada), Mauponggo, dan Keo Tengah (Kabupaten Nagekeo), yang banyak longsor dan paling parah di Jerebuu. Lahan pertanian dan perkebunan warga rusak sekitar 47 hektar," ujar Kepala Bidang Kesiagaan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabupaten Ngada Lorens Lowa yang dihubungi dari Ende kemarin.

Akses antarkampung atau desa di Jerebuu banyak terputus karena badan jalan tertimbun longsor. Sebagai contoh, kendaraan roda dua maupun roda empat tak bisa melintas untuk jalur Dariwalu-Manubara maupun Dariwalu-Naruwolo.

Juru bicara Kabupaten Bolaang Mongondow Asripan Nani menyebutkan, ancaman longsor ada di empat kecamatan, yakni Kecamatan Sang Tombolang, Pinogaluman, Kaidipang, dan Poigar. Titik paling parah di Kecamatan Sang Tombolang dan Kecamatan Pinogaluman karena berpotensi jalan menjadi ambles.

"Lokasi di empat kecamatan itu rawan longsor karena tebing-tebingnya curam. Jika tidak segera dibangun tanggul, tebing-tebing itu bisa runtuh dan materialnya menutup jalan," paparnya. Pembangunan tebing itu adalah tanggung jawab negara karena jalan trans Sulawesi adalah jalan negara.

Dari Denpasar dilaporkan, sejumlah muara sungai di wilayah Klungkung dan Gianyar (Bali) rusak parah akibat banjir dua hari terakhir. Tanggul-tanggul jebol mengakibatkan muara lebih lebar dan porak poranda karena pohon-pohon tumbang dan aneka sampah memenuhi muara. (FUL/BEN/SEM/REI/ZAL/DOE/REN)

Thursday, June 28, 2007

Bencana Alam Banjir dan Longsor Terjang Banyak Daerah

Jumat, 29 Juni 2007

Klungkung, Kompas - Hujan yang turun selama beberapa hari menyebabkan banjir di enam provinsi, yakni Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan DKI Jakarta. Di beberapa daerah itu bahkan terjadi longsor. Ratusan rumah terendam, tambak terbenam, dan infrastruktur rusak.

Kerusakan parah di antaranya tampak di Kabupaten Klungkung dan Gianyar, Bali, Kamis (28/6). Hujan deras di sejumlah wilayah selama tiga hari menyebabkan sejumlah sungai meluap. Sungai- sungai itu rata-rata berhulu di Gunung Agung dan Gunung Abang, Kabupaten Karangasem, yakni Sungai Unda, Sungai Sangsang, dan Sungai Pakerisan.

Akibatnya, 140 rumah di Banjar Anyar dan Pancingan, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung, terendam dengan ketinggian air dua meter. Ratusan bedeng di area pertambangan pasir di Kecamatan Semarapura, Klungkung, juga hanyut dibawa banjir luapan Sungai Unda.

Banjir mengakibatkan salah satu jalur transportasi yang menghubungkan Denpasar-Ubud di Batuan, Gianyar, longsor dan menimbulkan kemacetan. Di samping itu, ratusan hektar padi siap panen di Klungkung dan Gianyar tersapu banjir. Belum diketahui apakah ada korban jiwa.

Belasan keluarga di Kusamba diungsikan di bale banjar setempat. Mereka membawa serta pakaian dan barang-barang elektronik. Warga khawatir banjir yang lebih hebat akan datang. Warga mengatakan, banjir kali ini terburuk kedua setelah tahun 1992.

Banjir juga melanda DKI Jakarta. Hujan yang turun sejak pukul 05.30 hingga menjelang tengah hari menyebabkan sejumlah kawasan tergenang.

Jalan Sudirman setelah Tugu Api Nan Tak Kunjung Padam tergenang sehingga menyebabkan kemacetan total dari pukul 07.00 hingga menjelang pukul 08.00. Terowongan Casa- blanca di Jakarta Selatan tergenang air setinggi 20 cm.

Dari Flores, Nusa Tenggara Timur, diwartakan, banjir melanda dua kelurahan di Kecamatan Aesesa, yaitu Kelurahan Mbay I-II, Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, akibat meluapnya Kali Aesesa. Sebanyak 51 rumah warga tergenang air setinggi 50 cm. Selain banjir, beberapa jembatan putus dan sejumlah daerah dilanda longsor.

Dari pendataan yang dilakukan Badan Kesatuan Kebangsaan dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabupaten Ngada hingga kemarin sore, tanaman pertanian dan perkebunan milik 33 keluarga di Mauponggo tergenang air. Tanaman pertanian dan perkebunan rusak diperkirakan berada di lahan seluas 74 hektar; ratusan hewan, seperti ayam, bebek, kerbau, dan sapi mati. Di Kecamatan Boawae, 647 pohon jambu mete gagal panen, sementara 485 pohon cengkeh rusak.

Adapun longsor di jalur Ende- Maumere, yaitu di Nunggi Loo, persisnya di Kilometer 57 arah timur Kota Ende, mengakibatkan jalur itu terputus. Untunglah hari Kamis transportasi normal kembali.

Banjir dengan skala besar juga menerjang Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Banjir terparah terjadi di Desa Malei, Kecamatan Lage, Poso. Sekitar 100 rumah di desa itu tergenang air sejak Kamis dini hari. Sebagian harta benda milik warga terendam karena banjir terjadi saat warga tidur, sekitar pukul 04.00.

Aco Jafar (23), seorang warga Malei yang dihubungi dari Palu, mengatakan, sejak pukul 01.00, hujan turun sangat deras. Air hujan tidak dapat mengalir dengan baik karena sistem drainase di desa itu sangat buruk dan banyak yang tersumbat.

Sekitar pukul 04.00, kata Aco, warga terkejut karena air masuk rumah sampai setinggi 50 cm. Hujan yang tidak kunjung reda mengakibatkan ketinggian air terus bertambah dan warga tidak sempat menyelamatkan barang- barang miliknya.

Banjir tersebut memaksa sekitar 100 keluarga di Desa Malei mengungsi ke daerah yang lebih tinggi. Semua harta benda milik warga, termasuk bahan makanan dan hasil pertanian yang baru dipanen, seperti padi dan kakao, tidak berhasil diselamatkan.

Kepala Dinas Sosial Poso Amirullah yang dihubungi Kamis sore mengaku belum mengetahui jika Desa Malei dilanda banjir. "Saya belum mendapat laporan, tetapi saya akan menyalurkan bantuan berupa beras, lauk-pauk, dan obatan-obatan," katanya.

Di Kupang, banjir yang melanda Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu, sudah mereda. Tetapi, banjir itu masih menyisakan persoalan. Warga kesulitan mendapatkan air bersih sehingga sebagian warga mengonsumsi air sungai.

Kondisi runyam akibat terjangan banjir tampak pula di Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel. Nelayan di sini menjadi penambang atau penggali batu bara. Pekerjaan itu dilakukan setelah 700 hektar tambak udang mereka disapu banjir. (BEN/SEM/KOR/FUL/ NEL/REI/NEL)

Mengikuti Kegiatan DPC PKB Tanbu Bantu Korban Banjir Satu Desa Diberi 100 Dos Mie Instan

Kamis, 28 Juni 2007

Musibah banjir yang melanda Kabupaten Tanbu mengakibatkan ribuan hektare sawah rusak. Meski tak separah tahun lalu, namun cukup membuat masyarakatnya menderita. Nah, DPC PKB Tanbu ikut merasakan penderitaan itu.

Karyono, Batulicin

PUKUL 07.00 wita, Ketua DPC PKB Tanbu Mardani H Maming beserta beberapa kadernya, termasuk wartawan koran ini, menuju Desa Pulau Tanjung, Kecamatan Kusan Hilir, dengan menaiki ketinting dan speed-boat. Kunjungan itu dalam rangka memberikan bantuan kepada korban banjir.

Untuk menuju Desa Pulau Tanjung memang cukup sulit. Pasalnya, harus melawan arus Sungai Kusan, sehingga menghambat laju speed-boat dan ketinting. Namun, setelah 30 menit menempuh perjalanan, akhirnya kami sampai juga.

Di tempat itu, Dani - sapaan akrab Mardani H Maming- langsung menyerahkan bantuan 100 dos mie instan kepada warga. Secara simbolis, bantuan diterima Ketua Dewan Suro PKB Desa Pulau Tanjung, Darhema.

Diceritakan Darhema, akibat banjir itu sedikitnya ada 200 hektare sawah rusak. Sementara, bantuan bibit padi yang mereka harapkan dari pemerintah daerah melalui instansi terkait belum direalisasikan.

“Permohonan bantuan sudah kami sampaikan kepada Dinas Pertanian melalui petugas PPL. Namun, hingga sekarang belum diberikan,” ujarnya, usai menerima bantuan.

Dari desa ini, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Serdangan, Kecamatan Kusan Hilir. Satu jam kemudian, kami sampai di tujuan. Di tempat ini Dani kembali memberikan 100 dos mie instan yang diterima Kepala Desa Serdangan Nurul Asikin bersama warganya yang kebanyakan nelayan. “Pernah kami coba menanam padi, namun selalu gagal,” ujar Nurul Asikin.

Habis makan, kami kembali bertolak menuju Desa Satiung, Kecamatan Kusan Hilir. Untuk sampai ke desa ini, membutuhkan waktu 1,5 jam. Kedatangan kami disambut hangat ratusan warga.

“Mulai jam 7 pagi kami sudah menunggui,” ujar Ketua Ranting PKB Desa Satiung M Nasir ketika menyambangi kami. Di desa ini, bantuan 100 dos mie instan kembali diberikan Dani kepada M Nasir.

Desa Lasung, Kecamatan Kusan Hulu, menjadi pelabuhan terkahir kunjungan kami. Sore hari, kami baru sampai. Bantuan 100 dos mie langsung diberikan Dani kepada Ketua Suro PKB Desa Manuntung Abdul Haris.

Haris mengatakan, akibat banjir itu sekitar 100 hektare sawah warganya rusak. Sebagian warga memilih pergi mendulang emas, ketimbang menunggu bantuan bibit padi. “Sampai sekarang bantuan dari pemerintah belum diberikan. Para petani sangat mengharapkan bantuan itu, sehingga dapat bercocok tanam kembali,” katanya.

Terkait bantuan itu, Dani mengatakan bukan karena ada unsur politik maupun ingin menarik simpati masyarakat. Akan tetapi murni karena ingin membantu meringankan derita warga korban banjir, sesuai semboyan PKB “Kita adalah saudara”. “Apabila mereka susah, kami juga ikut merasakan,” katanya.***

Konsep dan Strategi Kesiapsiagaan Bencana Dan Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat

Senin, 25 Juni 2007

Oleh: M Jazuli Rahman SPd*

COMMUNITY Based atau pendekatan yang Berbasis Masyarakat adalah upaya pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk dapat mengenali, menalaah dan mengambil inisiatif untuk memecahkan permasalahan yang ada secara mandiri.

Tujuan dari pendekatan yang berbasis masyarakat adalah meningkatnya kapasitas masyarakat dan mencoba untuk menurunkan kerentanan individu, keluarga dan masyarakat luas serta adanya perubahan perilaku dan sikap masyarakat dalam upaya menangani permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Di samping itu program berbasis masyarakat menggunakan pendekatan yang berbasis realita bahwa dengan cara-cara yang relatif sederhana dan mudah dilaksanakan, maka masyarakat di kalangan bawah pun dapat melakukan perubahan yang positif untuk menuju ke arah yang lebih baik.

Sasaran dari program ini adalah masyarakat rentan yang hidup di daerah rawan serta bersedia untuk menerima perubahan. Dan juga Penekanan perencanaan program berbasis masyarakat lebih bersifat internal daripada faktor ekternal dengan pendekatan bottom up, bukan top down. Potensi ancaman tidak di luar, namun di dalam dengan sistem sosial. Untuk mengurangi tingkat ancaman/bahaya dan risiko kejadian bencana harus menjadi bagian dari pertimbangan pembangunan.

CBDP (Community Based Disaster Preparedness) atau Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat dan CBRR (Community Based Risk Reduction) atau Pengurangan risiko berbasis Masyarakat, adalah suatu program Palang Merah Indonesia (PMI) yang mengupayakan pemberdayaan kapasitas masyarakat agar dapat mengambil inisiatif dan melakukan tindakan dalam meminimalkan dampak bencana yang terjadi di lingkungannya.

Masyarakat selalu menghadapi bencana, tanpa adanya upaya-upaya pengurangan risiko yang dilakukan. Dengan adanya Program CBDP/CBRR, PMI akan melakukan langkah-langkah pemberdayaan kapasitas masyarakat bagaimana agar mereka mampu mengurangi tingkat risiko dan dampak bencana yang ditimbulkan.

CBDP/CBRR sangat relevan, karena masyarakat sebagai pihak langsung yang terkena dampak bila bencana terjadi. Melalui pembekalan masyarakat tinggal di daerah yang rawan bencana dengan pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang kesiapsiagaan bencana dan tanggap darurat bencana, maka masyarakat diharapkan dapat berperan langsung sebagai “the first responder” bagi keluarga maupun warga masyarakat lainnya.

Melalui program CBDP/CBRR, masyarakat di daerah rawan bencana dapat memitigasi dampak bencana, sehingga secara bertahap meningkatkan produktivitas kerja yang berimplikasi pada meningkatnya kondisi kehidupannya.

Program CBDP/CBRR bersifat partisipatif dan merupakan pendekatan lintas-sektoral untuk memobilisasi masyarakat agar mereka dapat mengupayakan sendiri meminimalkan dampak bencana disaat sebelum terjadinya bencana melalui langkah-langkah mitigasi yang ditujukan pada pengurangan kerentanan fisik, kerentanan sosio-ekonomi dan sebab-sebab yang tidak terduga.

Program CBDP/CBRR lebih menfokus pada upaya-upaya pemberdayaan dan penyadaran daripada solusi fisik semata. Perencanaannya tidak diarahkan pada upaya solusi teknologi, namun lebih menekankan pendekatan pro aktif daripada reaktif strategi. Potensial ancaman tidak di luar, namun di dalam dengan sistem sosial. Untuk mengurangi tingkat ancaman/bahaya dan risiko kejadian bencana harus menjadi bagian dari pertimbangan pembangunan kawasan desa.

Berbicara tentang risiko sangat luas cakupannya. Bisa saja risiko yang terkait dengan dampak Bencana, masalah kesehatan, lingkungan, ekonomi, sosial dan sebagainya. ICBRR/PERTAMA merupakan solusi program yang sangat tepat dalam rangka mengurangi kerentanan struktural masyarakat. Masyarakat yang hidup di daerah yang rawan bencana, di daerah pandemic penyakit, maupun yang tinggal di lingkungan yang sangat parah kerusakannya, harus ditingkatkan kapasitasnya. Mereka tidak boleh hanya pasrah terhadap nasib dan takdir, namun mereka didorong agar berupaya seoptimal mungkin bagaimana dengan kapasitas yang dimilikinya mampu mengurangi kerentanan dengan melakukan upaya-upaya proaktif mengurangi tingkat bahaya dan risiko seperti halnya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.

Program ini ditujukan untuk masyarakat yang sangat rentan dan sangat miskin di area rawan bencana. CBDP/CBRR sangat tepat untuk desa/daerah yang sangat rawan bencana, yang masyarakatnya memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi serta mudah untuk dimobilisasi. Tujuannya adalah meningkatnya kapasitas masyarakat dalam merespon dan memitigasi dampak bencana serta meningkatnya kapasitas PMI dalam memberikan pelayanan tepat waktu kepada para korban bencana.

Program CBDP/CBRR mencakup: pertama kesehatan, tindakan pencegahan dan upaya mitigasi yang terkait pada penyelamatan jiwa/kehidupan manusia sehingga membantu setiap individu dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan terhadap dampak bencana, seperti: epidemi, polusi, kekurangan gizi dan lain-lain. Kedua ekonomi, Tindakan pencegahan dan upaya mitigasi yang terkait pada pengamanan sumber-sumber ekonomi/kehidupan manusia sehingga membantu setiap individu dan kelompok-kelompok masyarakat agar tidak kehilangan sumber-sumber penghasilan akibat dampak bencana. Ketiga lingkungan, Tindakan pencegahan dan upaya mitigasi yang terkait pada perlindungan lingkungan fisik yang dapat menyebabkan bencana alam.

Strategi yang digunakan dalam Program CBDP/CBRR, yaitu strategi advokasi dan diseminasi, strategi pengembangan kapasitas, strategi partisipatif, strategi penyadaran gender, strategi penyadaran Sosial, strategi kerjasama Multi-sektoral, strategi Implementasi yang bertahap.

Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan Program CBDP/CBRR mencakup sosialisasi dan advokasi, kemitraan dengan Pemda dan Institusi lain, pembentukan Tim Satgana dan Tim Siaga Bencana Tingkat Desa, pendidikan dan pelatihan, upaya-upaya Mitigasi, upaya-upaya penyadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, pemetaan tingkat Bahaya, Risiko dan Sumber Daya, mobilisasi masyarakat, memastikan adanya sustainabilitas

Prinsip-prinsip utama yang diperlukan dalam menjalankan program CBDP/CBRR yaitu: kemitraan, advokasi, pemberdayaan, Analisis, swadaya, integrasi, terfokus, aksi nyata, dan keberlangsungan.

Program CBDP/CBRR memberikan manfaat sebagai berikut: Peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana. Tim Siaga Bantuan Berbasis Masyarakat mengorganisir sumber-sumber daya masyarakat setempat dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan peningkatan keselamatan dan keamanan dan mengadvokasikan cara-cara yang yang tepat terhadap upaya–upaya hidup sehat dan aman. Pelibatan sistem administrasi pemerintahan desa setempat untuk konsep pembangunan yang memperhatikan aspek lingkungan dan dampak bencana. Konsep CBDP/CBRR sangat mudah dan aplikabel dilapangan, sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai model pengembangan kesiapsiagaan baik di PMI, Pemerintah maupun institusi yang peduli pada masalah penanggulangan bencana.

Upaya mitigasi struktur fisik yang dilaksanakan dalam program CBDP/CBRR diharapkan mampu mengurangi tingkat bahaya dan risiko dampak bencana, yang pada akhirnya dapat mengurangi pula kerentanan dan kemiskinan struktural di masyarakat.

Adapun berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang melaksanakan program serupa menunjukan bahwa pelibatan masyarakat secara partisipatif dalam memobilisasi masyarakat memberikan mamfaat sebagai berikut; penilaian yang lebih baik dalam pengenalan situasi dan kondisi dan masyarakat serta penelian terhadap bahaya, risiko, dan sumber daya setempat. Menggambarkan disain proyek mitiigasi dan rencana kerja yang lebih baik menjawab permasalahan dan kebiutuhan masyarakat. Manajemen sumber daya yang lebih baik sebagai masyarakat yang memberikan kontribusi kemitraannya dalam menyediakan dana, tenaga dan material. Peningkatan perkembangan kapasitas individu diantara warga masyarakat. Pengembangan kapasitas kerja masyarakat. Hubungan kemitraan yang lebih baik antara masyarakat dengan PMI.

Dalam jangka panjang program CBRR/CBDP diharapkan mampu dijadikan sebagai model bagi pembangunan daerah yang memperhatikan aspek-aspek bahaya dan risiko bencana. Pada saat yang sama, peta bahaya, risiko dan sumber daya masyarakat diharapkan dapat membentu masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa dan pertimbangan dalam penggunaan lahan. Sehingga akan menghindari penggunaan lahan di daerah yang memang sangat rentan dan sangat rawan.

Program CBRR/CBDP agar dapat terlaksana harus mendapat dukungan dari semua pihak. Hanya dengan inilah, CBRR/CBDP dapat terintegarasi, multisektoral dan multidipliner. Warga dari berbagai organisasi yang ada di masyarakat setempat direkrut sebagai tim siaga bencana tingkat desa. Merekalah yang akan memobilisasi anggota masyarakat yang lainnya dalam semua aktivitas CBRR/CBDP, termasuk diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan, upaya mitigasi, penyadaran masyarakat terhadap bahaya bencana, dan peningkatan kesiapsiagaan.

Program CBRR di Kalimantan Selatan sudah dilakukan oleh PMI di 3 cabang PMI Daerah Kalsel yaitu PMI cabang Banjar dengan 3 desa binaan, PMI cabang Batola 3 desa binaan, PMI cabang Tanah Laut 1 desa binaan.***

*) Relawan Penanggulangan Bencana PMI

Wednesday, June 27, 2007

Dua Pekan Paska Musibah Puting Beliung di Sei Lulut Warga Trauma, Waswas Jika Ada Angin Kencang

Rabu, 20 Juni 2007

Kendati sudah berlalu sekira dua pekan, namun musibah angin puting beliung yang menimpa warga Sei Lulut, Banjarmasin Timur, masih menyisakan trauma. Begitu mendengar suara desiran angin yang agak kencang, spontan warga pun berlarian ke luar rumah.

MUSIBAH terkadang tak cuma menyisakan derita bagi korbannya, tapi secara psikologis mendatangkan perasaan waswas dan trauma yang berkepanjangan. Hal itu diakui warga Simpang Limau, Sei Lulut, Banjarmasin Timur yang rumahnya porak-poranda diterpa tiupan angin puting beliung pada 5 Juni 2007 lalu. “Kalau mau jujur, sampai sekarang saya masih trauma akibat musibah puting beliung lalu. Selama ini muncul perasaan waswas kalau-kalau musibah itu terjadi lagi, apalagi kalau ada tiupan angin yang agak kencang,” tutur Ilham, salah satu warga yang rumahnya mengalami rusak total.

Senada dengan Ilham, perasaan trauma juga dirasakan Hasan Baseri, warga RT 09 Sei Lulut. Pria yang berprofesi sebagai petani ini mengaku tak bisa tidur nyenyak jika cuaca hujan disertai angin yang cukup kencang. “Ketegangan semakin terasa kalau tiupan angin yang menerpa atap rumah menimbulkan suara. Sangking takutnya, sampai-sampai saya memilih keluar dari rumah,” tukasnya yang langsung diamini H Anang Syahrani, korban puting beliung lainnya. Pria berperawakan sedang ini memperkirakan dalam waktu 2 sampai 3 bulan ke depan, barulah perasaan trauma mulai hilang.

Sementara itu, Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin mengharapkan warga dapat bersabar dan mengambil hikmah atas peristiwa tersebut. “Siapa pun dari kita tidak akan tahu kapan bencana datang. Karena itu, semua ini merupakan cobaan dari Allah SWT untuk menguji sejauhmana kesabaran dan keimanan kita. Untuk itu, Pemprov Kalsel telah mengalokasikan dana untuk membantu meringankan penderitaan para korban puting beliung yang terjadi di beberapa daerah, termasuk di Sei Lulut,” ujar Rudy Ariffin, pada sela-sela penyerahan bantuan korban puting beliung di Simpang Limau, Sei Lulut, Banjarmasin Timur, kemarin.

Diakui mantan Bupati Banjar ini, bantuan tersebut masih kecil dan tidak seberapa dibandingkan penderitaan yang dialami masyarakat. Namun demikian, ia berharap bantuan tersebut dapat meringankan penderitaan dan bermanfaat bagi para korban.

Untuk diketahui, setiap korban mendapatkan bantuan mulai Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta, tergantung tingkat kerusakannya. Selain itu, pemprov juga mengalokasikan bantuan untuk fasilitas umum yang mengalami kerusakan sebesar Rp 5 juta, yaitu untuk Masjid Raudatul Jannah dan SMPN 16 Sei Lulut. Dalam kesempatan itu, Rudy juga menyerahkan bantuan atas kerusakan RS Dr Soeharsono (TPT) Teluk Dalam Banjarmasin sebesar Rp 100 juta. Penyerahan bantuan korban puting beliung kemarin juga dihadiri Walikota Banjarmasin H Yudhi Wahyuni, Wakil Walikota Banjarbaru Ruzaiddin Noor, Sekretaris Satkorlak Kalsel Hadi Soesilo, serta sejumlah pejabat di lingkungan Pemkot Banjarmasin.(agus salim)


Tanbu-Tala Tetap Waspada Curah hujan di atas normal

Tuesday, 19 June 2007 03:30

BANJARBARU, BPOST - Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Banjarbaru memperingatkan warga pesisir Kalsel terutama Tanah Bumbu (Tanbu) dan Tanah Laut (Tala) tetap waspada banjir, menyusul curah hujan di daerah itu di atas normal.

PLN Makin Waswas

Hujan deras yang mengancam kawasan tambang membuat PT PLN wilayah Kalsel Kalteng (KSKT) semakin waswas karena pasokan batu bara ke PLTU akan semakin tak tertuntaskan. Jika prediksi BMG terjadi, pabrik pengolah daya listrik ini hanya berharap pasokan dari PT Arutmin.

Perusahaan batu bara ini relatif lebih dapat diandalkan. Diharapkan, 1.500 ton batu bara yang telah masuk ke gudang PLTU beberapa hari lalu tetap dapat dipenuhi. Ini mengingat, keberadaan stockpile milik PT Arutmin yang hanya terletak 1,5 kilometer dari PLTU Asam Asam cukup menguntungkan.

"Kita hanya bisa pasrah dan berharap batu bara pasokan dari Arutmin yang bisa menutupi kekurangan batu bara," kata Manajer Pembangkitan PT PLN Wilayah KSKT Dwi Priyo Basuki.

Sekarang, pasokan batu bara PLN hanya mampu bertahan pada produksi listrik maksimal 2X62 MW dari total 2X63 MW pada saat beban puncak. Sementara siang harinya, hanya 2X45 MW.

Ini terkondisi karena pasokan bara di PLTU hanya 1.300 ton saja. Secara rinci pasokan ini digelontor dari PT Arutmin 500 ton, JBG 500 ton dan ARJ 300 ton. niz

Forecaster Stasiun Klimatologi Staklim BMG Banjarbaru Irman Sonjaya, mengatakan, hujan yang melanda daerah itu disebut orografi yakni hujan yang terhalang oleh pegunungan.

"Inilah yang membuat curah hujan jauh di atas normal dari biasanya. Bahkan, sampai mencapai 400 milimeter," katanya, Senin (18/6).

Terhalangnya hujan ini, ungkap Irman dapat menyebabkan pola angin dari arah Tenggara langsung naik sehingga membentuk awan pembentuk hujan. Awan jenis ini pun dipastikan terus terbentuk.

Kondisi seperti ini akan bertahan sampai seminggu ke depan. Setelah itu hujan kembali normal yakni 200 milimeter, kemudian masuk kemarau.

Hujan di atas 400 milimeter itu, kata dia, selain berpotensi menimbulkan banjir juga bisa menimbulkan tanah longsor terutama di dataran tinggi.

Menurut Irman, tingginya curah hujan juga akibat efek cuaca secara global dan diprediksi dua bulan lagi baru memasuki musim kemarau.

Menurutnya, hujan orografi parah ini juga akan melanda Kotabaru, terutama yang berdekatan dengan kawasan pegunungan di Tanah Bumbu.

Sementara di Tanah Laut, kawasan paling rawan dilanda hujan deras adalah tempat yang selama ini menjadi langganan banjir seperti Kintap, Asam Asam, Jorong dan Pelaihari.

Sebelumnya, Staklim BMG memang memprediksi Kotabaru dan Tanah Bumbu bakal mengalami musim kemarau Agustus. Sementara di sebagian Tanah Laut diprediksi Juli nanti.

Sebelum diketahui ada hujan orografi, BMG menganalisa daerah yang dekat laut memang terlambat memasuki musim kemarau karena aktivitas awan konveksi pembentuk hujan bermula dari sana. niz

Sunday, June 17, 2007

Banjir dan Kekeringan

Saturday, 09 June 2007 04:34

Oleh:
Novitasari MT
Staf Pengajar Fakultas Teknik Unlam

Banjir dan kekeringan, merupakan dua sisi mata uang yang harus diwaspadai. Beberapa bulan ini, kita dipusingkan oleh banjir yang melanda sejumlah daerah. Beberapa bulan yang sebelumnya, kita harus terbiasa menikmati asap dan kebakaran hutan serta giliran pemadaman listrik akibat kemarau yang berkepanjangan.

Sekarang, kita sangat bersyukur atas kedatangan musim penghujan. Hujan dengan intensitas cukup tinggi mulai meningkatkan debit air sungai di Kalsel, setelah beberapa bulan sebelumnya berkurang akibat kemarau sehingga mempengaruhi suplai air untuk PDAM dan listrik di wilayah ini. Sebagaimana kita ketahui, fluktuasi debit air sungai di sebagian besar DAS di Barito cenderung meningkat. Debit air sungai cukup besar pada musim penghujan yang menyebabkan banjir, dan relatif sangat kecil di musim kemarau yang menyebabkan kekeringan.

Dalam hal ini, faktor penyebab kekeringan sama persis seperti faktor penyebab banjir. Keduanya berperilaku linier dependent, yakni semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir mendorong terjadinya banjir. Semakin parah kekeringan yang terjadi, semakin besar pula banjir yang akan menyusul dan sebaliknya.

Kontribusi curah hujan yang tinggi di musim penghujan dan tingginya perubahan tataguna lahan (land use changed) sebagai faktor pendukungnya, diperkirakan sebagai salah satu penyebab utama terjadinya banjir. Di beberapa wilayah di hulu sungai, terjadi perubahan tataguna lahan yang cukup besar. Hal ini, tidak hanya berpengaruh pada saat debit tinggi atau kondisi banjir. Tapi memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada saat debit rendah atau bahkan kekeringan.

Adanya perubahan kawasan hutan yang sebelumnya merupakan daerah resapan air menjadi lahan pertanian, permukiman, industri dan pertambangan bahkan menjadi hutan yang gundul membuat air hujan yang jatuh langsung melimpas ke sungai bukan masuk ke dalam tanah. Berkurangnya daerah resapan air, mengakibatkan saat musim kemarau aliran dalam tanah berkurang, sehingga mempengaruhi sistem sungai pada musim kemarau.

Hal ini perlu mendapat perhatian. Mengingat kondisi DAS Barito masuk dalam katagori mengkhawatirkan, maka perubahan karakteristik aliran yang terjadi di sebagian besar anak Sungai Barito saat ini harusnya menjadi suatu permasalahan serius yang perlu dicermati dengan bijak oleh semua kalangan.

Kita sangat menyadari pengaruh banjir yang berlebihan. Tetapi, tidak banyak dari kita membuka mata pada kondisi debit rendah yang membawa masalah kekurangan air. Padahal yang harus dicermati adalah kondisi ini juga membawa permasalahan pada pengelolaan DAS. Tidak hanya pada pengurangan jumlah air, tetapi membawa pada penurunan kualitas air seperti kemampuan pengenceran dan reaerasi akan berkurang serta pengaruh terhadap degradasi estetika.

Pengamatan pada masalah banjir dan kekeringan menjadi dua sisi mata uang yang menjadi permasalahan, tidak hanya menjadi pemikiran bagi masyarakat dan instansi terkait. Tetapi juga harus menjadi pemikiran kalangan akademik. Bagaimana tindak nyata kalangan ini dalam ikut berperan aktif sebagai mediator berbasis keilmuan, dalam menjembatani antara pemanfaat alam yang selama ini mengeksploitasi alam secara besar-besaran supaya bisa bertindak lebih arif, dan pemerhati alam agar terus mempertahankan tindakan bagi kebaikan lingkungan.

Semoga sedikit pemikiran ini bisa menjadi renungan bagi kita atas bencana yang sebenarnya berada di depan mata, dan kerusakan sumberdaya air yang dibanggakan ketika kita menyebut Banjarmasin sebagai Kota Seribu Sungai. No water no life. Water for All.

e-mail: ns_vita@yahoo.com

Wednesday, June 06, 2007

Meski Banjir dan Terserang Hama, Kalsel Surplus Padi

Kamis, 07 Juni 2007

Banjarmasin, Kompas - Meski dalam enam bulan terakhir sejumlah kawasan pertanian padi di Kalimantan Selatan dilanda banjir dan terserang hama, produksi padi Kalimantan Selatan hingga September mendatang diperkirakan surplus. Produksi gabah kering giling mencapai 1,7 juta ton.

Demikian dikemukakan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel Sriyono di Banjarmasin, Rabu (6/6). Surplus gabah kering giling (GKG) ini didasarkan pada angka ramalan II Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel bersama Badan Pusat Statistik Kalsel. Para petani terus panen hingga September. Jika angka itu tercapai, maka produksi padi surplus 100.000 ton. Target Kalsel 2007 sekitar 1,6 juta ton GKG.

Produksi padi ini baru dari sawah tadah hujan dan irigasi. Padahal, enam bulan mendatang produksi Kalsel akan ditambah dari areal padi rawa lebak yang ditanam saat kemarau. Tahun ini ditargetkan 87.000 hektar (ha) lahan padi rawa lebak.

Produksi padi sempat terganggu karena banyak sawah yang baru ditanami padi terkena banjir. Selain itu, serangan hama wereng terjadi hampir di seluruh wilayah Kalsel. Serangan hama ulat grayak (Spodoptera liture sp) menyerang dua kecamatan di Kabupaten Tanahlaut, yakni Kecamatan Pelaihari dan Batu Ampar. Yang dipastikan rusak 23,5 ha.

Gubernur Kalsel Rudy Ariffin meminta Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel untuk memberitahu bupati agar mengantisipasi musim kemarau basah, terutama bagi kabupaten dengan lahan rawa lebak.

Bantuan mubazir

Sementara itu, bantuan benih di Sumsel yang akan mulai disalurkan bulan ini dipastikan mubazir. Pasalnya, sebagian petani sudah menyemai benih padi secara swadaya karena masa tanam berakhir Mei lalu.

Di wilayah Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Palembang, Rabu (6/6), sebagian besar benih disemai di sawah lebak dan sawah pasang surut. Petani mengejar masa tanam yang hanya satu kali dalam setahun, yaitu Juni.

Sejumlah petani di Desa Ibul Besar, Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir, mengatakan, mereka dijanjikan oleh aparat kelurahan akan mendapat bantuan benih unggul.

Sampai rentang masa pembenihan berakhir, bantuan benih itu belum mereka terima. Para petani tak dapat menunggu lagi karena khawatir tak bisa menyemai. "Kalau akhirnya diberikan, benih bantuan itu tidak akan bermanfaat lagi," tutur Yanto, petani di Desa Ibul Besar.

Kekecewaan dirasakan Mat Amin, petani di Kelurahan Keramasan, Palembang. Karena tidak bisa lagi menunggu bantuan benih, ia lalu membeli benih Rp 5.000 per kilogram. Harga benih tahun lalu sekitar Rp 4.000 per kg. (FUL/LKT)

KISAH KORBAN PUTING BELIUNG Usir Dingin dengan Membakar Kayu

Thursday, 07 June 2007 02:34:01

GELAK tawa anak-anak terdengar nyaring saat bermain di antara puing-puing rumah yang diterjang angin puting beliung. Meski udara dingin menerpanya, mereka kelihatan ceria.

Tak tampak kesedihan, seolah cuek dengan musibah yang baru saja meluluhlantakkan tempat tinggalnya. Meski harus tidur tanpa dinding dan hanya beratapkan terpal, anak-anak itu terlihat ceria.

Berbeda dengan sang nenek, Hamsiah (65). Dia terlihat terus merenung. Meski suasana terlihat gelap, lantaran hanya diterangi lampu ukuran lima watt, sorot mata nenek lima cucu ini terus menatap ke onggokan kayu bekas rumahnya yang ditumpuk.

Apalagi, rumah kayu yang berada di tengah persawahan itu merupakan satu-satunya tempat tinggal bersama kedua anaknya dan menantu serta cucunya itu. Karena terkena amukan angin puting beliung, rumah yang berusia dua puluh tahun itu roboh.

Penghuni rumah juga harus rela tidur di atas kasur basah. Untuk mengurangi rasa dingin, kasur tersebut dibungkusnya menggunakan terpal plastik. Selain itu, di depan bekas rumahnya, dia membakar kayu-kayu bekas rumahnya yang hancur dan rata tanah.

"Maklum saja, kami jauh dari sanak saudara. Jadi bingung mau menumpang ke wadah siapa untuk guring. Ya terpaksa guring di tilam basah ini. Semoga tidak masuk angin," ujarnya lirih.

Itulah salah satu gambaran penderitaan warga Jalan Simpang Limau Banjarmasin Timur yang terkena amukan angin puting beliung, Selasa (5/6) sore.

Berdasar pantauan BPost, para warga yang rumahnya hancur total maupun atapnya yang hilang sebanyak 20 rumah. Si penghubi banyak yang memilih tinggal di rumah sanak-saudaranya. Di dekat SDN Simpang Limau, dibangun posko bencana.

Kini, para warga korban angin puting beliung sangat mengharapkan bantuan berupa bahan bangunan, bahan makanan dan bisa bekerja kembali.

Kemarin, General Manager PT Telkom Kalsel Mulyanta menyerahkan bantuan uang sebesar Rp 5 juta dan telepon flexi untuk posko korban angin puting beliung di Simpang Limau.coi/tri

DERITA KORBAN PUTING BELIUNG "Saya Tak Bisa Apa-apa Lagi"

B. Post Thursday, 07 June 2007 02:55

Tidur di kasur yang basah tidaklah enak. Tidur berkelambu langit juga tidak nyaman. Tapi itulah yang dilakukan sebagian para korban puting beliung. Bagi mereka tidak ada pilihan lain, kecuali bertahan dengan penderitaan sambil menunggu datangnya belas kasihan.

Mata Rumisah (46) berkaca-kaca melihat sang anak, Norlianti (12), tertidur di depan pintu beralaskan buntelan pakaian. Rumahnya berukuran 4 X 6 meter yang terbuat dari kayu beratap rumbia itu sebagian besar hancur, akibat serangan angin puting beliung, Selasa (5/6) sore sekitar pukul 15.30 Wita.

Hantaman angin yang begitu mengerikan itu menjebol sebagian besar dinding papan yang memang sudah lapuk. Begitu juga sebagian atap rumbia, terlepas dan terbang berserakan di halaman.

Warga RT 22 Jalan Pematang Panjang, Gambut ini hanya bisa pasrah. Sang suami, Yuni, empat tahun lalu meninggal dunia. Sekarang, jangankan untuk memugar rumah, untuk biaya hidup sehari-hari saja ia sudah kesusahan.

"Saya bingung mesti bagaimana. Untuk membangun rumah tak bisa apa-apa, apalagi biaya. Ketiga anak saya juga perempuan semua," tutur ibu dari Dewi Susanti (14), Norlianti (12) dan Normalini (10) ini.

Saat ini untuk menghidupi ketiga anaknya, ia mesti banting tulang mengambil upah menggarap sawah milik orang. "Tanah atau sawah sendiri saya tak punya, makanya bekerja di sawah milik orang yang mau berbaik hati mempekerjakan saya," ungkapnya datar.

Akibat musibah angin puting beliung, tercatat ada delapan warga Gambut yang menjadi korban. Rumah mereka rusak ringan dan berat. Kerugian ditaksir lebih dari Rp 10 juta.

Sementara, ratusan warga Landasan Ulin Barat (LUB) Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru yang terkena musibah angin puting beliung, Selasa (5/6) mengharapkan bantuan bahan bangunan untuk memperbaiki rumah mereka yang rusak. Sehari pasca kejadian, selain membenahi rumah, warga juga menggelar doa bersama.

"Yang terpenting bagi kami bagaimana tempat berteduh kami segera diperbaiki. Kami perlu bantuan bahan bangunan karena itu lah yang terpenting," kata Yakin, Ketua RT 15 RW 4 mewakili warganya.

Di lingkungannya saja, ungkap Yakin tercatat lebih dari sepuluh rumah yang atapnya terbang terbawa angin. Bahkan, ada rumah warga yang tidak dapat ditempati sama sekali karena kerusakannya sangat parah.

Kerusakan tersebut disaksikan sendiri aparat keamanan dan pejabat setempat. Rabu (6/6), jajaran Dinkesos bersama Lurah LUB Sirajoni dan Camat Landasan Ulin, Erfani bersama Kapolsekta Erwin dan jajaran Koramil setempat terlihat mengunjungi dan mendata korban dan kerugian yang diakibatkan angin puting beliung.

Salah satunya rumah Gimun (43). Di rumah kayu yang ditempati petani sayur dan angon sapi ini mereka melihat langsung bagaimana warganya itu membenahi sebagian ruangan induknya yang hanya beratapkan langit.

Para pejabat ini juga sempat menyaksikan atap rumah warganya itu nyangkut di atas pohon kapuk. Atap rumahnya sampai kemarin belum juga diperbaiki.

"Kami ini terserah saja, mau diberi apa. Namanya juga bantuan. Tapi, mohon atapnya dulu kalau bisa," ungkap Gimun yang terpaksa semalaman tidur darurat di dapur.

Kerusakan lain yang dipantau adalah di rumah Abdul Habi (40). Tukang servis peralatan elektronik ini rumahnya nyaris tak berbentuk. Tiang penyangga rumah kayunya langsung ambruk digoyang angin sampai mengenai tubuh Sarmiyem, istri Habi, yang saat itu berada di dalam rumah.

Walikota Banjarbaru, Rudy Resnawan bersama Kadinkesos setempat berjanji akan memberikan bantuan segera. "Kita data dan melihat dulu apa keperluan warga. Setelah data sudah jelas, berapa yang rusak dan apa saja yang urgen untuk warga bantuan segera turun," jelas Walikota.

Pasca kejadian, malam harinya pihak kelurahan langsung mendrop mi instan ke rumah warga. Bantuan mi per dus satu kepala keluarga ini terus diberikan untuk meringankan beban warga sampai Rabu (6/6) pagi. niz/adi

Tuesday, June 05, 2007

Kurangi Ancaman Kebakaran Lahan

Tuesday, 05 June 2007 02:01

  • Kemarau basah landa Indonesia

BANJARBARU, BPOST- Iklim kemarau basah yang diprediksi terjadi di Indonesia hingga Oktober mendatang, sedikit memberi harapan bagi warga Kalsel dan umumnya Kalimantan. Kemarau basah yang ditandai hujan masih terjadi saat musim panas mampu menurunkan indeks risiko kebakaran lahan.

Data dari Stasiun Klimatologi Kelas I Badan Meteorologi dan Geofisika (Staklim kelas I BMG) di Banjarbaru, dua bulan terakhir, grafik fire danger rating system (FDRS) atau sistem peningkatan bahaya kebakaran menunjukan tren peningkatan. Bisa mencapai 8 hingga 9.

"Namun beruntung, drought code (DC) atau indeks kekeringan dan konsumsi bahan bakar total yang menggambarkan potensi asap bisa berkurang karena masih ada hujan," jelas Irman Sonjaya, Forecaster Staklim Kelas I BMG Kalsel di Banjarbaru, kemarin.

Sebelumnya, indeks kekeringan sempat terposisi ekstrim dan mencapai 300, bahkan 400. Itu terekam pada data Minggu ke empat April dan pekan terakhir Mei kemarin.

Namun demikian, iklim saat ini masih dimungkinkan akan meninggikan FDRS, atau DC. Panasnya suhu udara di wilayah ini patut diwaspadai karena dapat memicu peningkatan FDRS.

Dari hasil pengukuran suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan curah hujan di wilayah Kota Banjarbaru sejak April lalu, berimbas pada Fire Weather Index (FWI) atau indeks dari bahaya kebakaran, intensitas api, dan peringkat penanggulangan kebakaran pun mencapai titik ekstrim.

Jika FWI memiliki tingkat intensitas api sangat tinggi, kemungkinan pemadaman yang dilakukan sangat kecil dan harus memerlukan peralatan yang canggih. Potensi kebakaran di sejumlah daerah masih dapat terpicu. Walau memang, tanaman yang mengering relatif minim saat ini.

Di Kalsel, sepuluh hari terakhir suhu udara memang terkategori tinggi. Puncak suhu sampai 34 derajat celsius. Matahari bersinar sedemikian teriknya, sehingga ketika matahari masih belum maksimal di atas kepala pun, atau sekitar pukul 10.00 Wita sampai 11.00 Wita suhu sudah mencapai 32 derajat celcius. niz