Friday, June 29, 2007

Padi 100 Ha Membusuk Longsor di Tujuh Desa di NTT

Sabtu, 30 Juni 2007

Banjarmasin, Kompas - Banjir yang telah berlangsung sepekan terakhir di Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, merendam padi yang baru ditanam. Akibatnya, tanaman padi pada areal 100 hektar membusuk.

Saat mengunjungi Desa Simpang Empat di kecamatan itu, Jumat (29/6), Kompas menjumpai para petani membersihkan sawah mereka dari padi busuk. Tanaman tersebut tidak mungkin dipertahankan dan petani terpaksa menanam bibit baru.

Beberapa petani mengungkapkan, kerugian akibat banjir berkisar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hektar. Pahrul, warga kelurahan Sungai Arung Tambak, mengungkapkan, para petani di desa itu membudidayakan padi varietas lokal Siam Unus yang sangat digemari warga Kalimantan Selatan (Kalsel).

Dibanding varietas unggul, padi rawa perlu waktu panen relatif lama, enam bulan, dan dapat dibudidayakan tanpa pupuk dan pestisida. "Kalau tidak sampai tenggelam, padi tidak akan mati. Tetapi, banjir ini tingginya lebih dari satu meter, sementara padi kami cuma 60 sentimeter," ucap Pahrul. Banjir kali ini lebih buruk dari sebelumnya.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel Sriyono mengungkapkan, banjir Januari-Juni 2007 merendam 16.911 hektar sawah. Sebanyak 2.636 hektar di antaranya puso.

Ancaman longsor

Di tujuh desa di Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, terjadi longsor akibat hujan yang terus mengguyur sejak Senin (25/6) malam. Ketujuh desa itu adalah Keli, Nenowea, Naruwolo, Dariwali, Watumanu, Manubara, dan Tiwuriwu.

"Dari sejumlah wilayah yang terkena longsor seperti di Jerebuu, Golewa (Ngada), Mauponggo, dan Keo Tengah (Kabupaten Nagekeo), yang banyak longsor dan paling parah di Jerebuu. Lahan pertanian dan perkebunan warga rusak sekitar 47 hektar," ujar Kepala Bidang Kesiagaan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabupaten Ngada Lorens Lowa yang dihubungi dari Ende kemarin.

Akses antarkampung atau desa di Jerebuu banyak terputus karena badan jalan tertimbun longsor. Sebagai contoh, kendaraan roda dua maupun roda empat tak bisa melintas untuk jalur Dariwalu-Manubara maupun Dariwalu-Naruwolo.

Juru bicara Kabupaten Bolaang Mongondow Asripan Nani menyebutkan, ancaman longsor ada di empat kecamatan, yakni Kecamatan Sang Tombolang, Pinogaluman, Kaidipang, dan Poigar. Titik paling parah di Kecamatan Sang Tombolang dan Kecamatan Pinogaluman karena berpotensi jalan menjadi ambles.

"Lokasi di empat kecamatan itu rawan longsor karena tebing-tebingnya curam. Jika tidak segera dibangun tanggul, tebing-tebing itu bisa runtuh dan materialnya menutup jalan," paparnya. Pembangunan tebing itu adalah tanggung jawab negara karena jalan trans Sulawesi adalah jalan negara.

Dari Denpasar dilaporkan, sejumlah muara sungai di wilayah Klungkung dan Gianyar (Bali) rusak parah akibat banjir dua hari terakhir. Tanggul-tanggul jebol mengakibatkan muara lebih lebar dan porak poranda karena pohon-pohon tumbang dan aneka sampah memenuhi muara. (FUL/BEN/SEM/REI/ZAL/DOE/REN)

No comments: