Sunday, June 17, 2007

Banjir dan Kekeringan

Saturday, 09 June 2007 04:34

Oleh:
Novitasari MT
Staf Pengajar Fakultas Teknik Unlam

Banjir dan kekeringan, merupakan dua sisi mata uang yang harus diwaspadai. Beberapa bulan ini, kita dipusingkan oleh banjir yang melanda sejumlah daerah. Beberapa bulan yang sebelumnya, kita harus terbiasa menikmati asap dan kebakaran hutan serta giliran pemadaman listrik akibat kemarau yang berkepanjangan.

Sekarang, kita sangat bersyukur atas kedatangan musim penghujan. Hujan dengan intensitas cukup tinggi mulai meningkatkan debit air sungai di Kalsel, setelah beberapa bulan sebelumnya berkurang akibat kemarau sehingga mempengaruhi suplai air untuk PDAM dan listrik di wilayah ini. Sebagaimana kita ketahui, fluktuasi debit air sungai di sebagian besar DAS di Barito cenderung meningkat. Debit air sungai cukup besar pada musim penghujan yang menyebabkan banjir, dan relatif sangat kecil di musim kemarau yang menyebabkan kekeringan.

Dalam hal ini, faktor penyebab kekeringan sama persis seperti faktor penyebab banjir. Keduanya berperilaku linier dependent, yakni semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir mendorong terjadinya banjir. Semakin parah kekeringan yang terjadi, semakin besar pula banjir yang akan menyusul dan sebaliknya.

Kontribusi curah hujan yang tinggi di musim penghujan dan tingginya perubahan tataguna lahan (land use changed) sebagai faktor pendukungnya, diperkirakan sebagai salah satu penyebab utama terjadinya banjir. Di beberapa wilayah di hulu sungai, terjadi perubahan tataguna lahan yang cukup besar. Hal ini, tidak hanya berpengaruh pada saat debit tinggi atau kondisi banjir. Tapi memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada saat debit rendah atau bahkan kekeringan.

Adanya perubahan kawasan hutan yang sebelumnya merupakan daerah resapan air menjadi lahan pertanian, permukiman, industri dan pertambangan bahkan menjadi hutan yang gundul membuat air hujan yang jatuh langsung melimpas ke sungai bukan masuk ke dalam tanah. Berkurangnya daerah resapan air, mengakibatkan saat musim kemarau aliran dalam tanah berkurang, sehingga mempengaruhi sistem sungai pada musim kemarau.

Hal ini perlu mendapat perhatian. Mengingat kondisi DAS Barito masuk dalam katagori mengkhawatirkan, maka perubahan karakteristik aliran yang terjadi di sebagian besar anak Sungai Barito saat ini harusnya menjadi suatu permasalahan serius yang perlu dicermati dengan bijak oleh semua kalangan.

Kita sangat menyadari pengaruh banjir yang berlebihan. Tetapi, tidak banyak dari kita membuka mata pada kondisi debit rendah yang membawa masalah kekurangan air. Padahal yang harus dicermati adalah kondisi ini juga membawa permasalahan pada pengelolaan DAS. Tidak hanya pada pengurangan jumlah air, tetapi membawa pada penurunan kualitas air seperti kemampuan pengenceran dan reaerasi akan berkurang serta pengaruh terhadap degradasi estetika.

Pengamatan pada masalah banjir dan kekeringan menjadi dua sisi mata uang yang menjadi permasalahan, tidak hanya menjadi pemikiran bagi masyarakat dan instansi terkait. Tetapi juga harus menjadi pemikiran kalangan akademik. Bagaimana tindak nyata kalangan ini dalam ikut berperan aktif sebagai mediator berbasis keilmuan, dalam menjembatani antara pemanfaat alam yang selama ini mengeksploitasi alam secara besar-besaran supaya bisa bertindak lebih arif, dan pemerhati alam agar terus mempertahankan tindakan bagi kebaikan lingkungan.

Semoga sedikit pemikiran ini bisa menjadi renungan bagi kita atas bencana yang sebenarnya berada di depan mata, dan kerusakan sumberdaya air yang dibanggakan ketika kita menyebut Banjarmasin sebagai Kota Seribu Sungai. No water no life. Water for All.

e-mail: ns_vita@yahoo.com

No comments: