Kamis, 07 Juni 2007
Banjarmasin, Kompas - Meski dalam enam bulan terakhir sejumlah kawasan pertanian padi di Kalimantan Selatan dilanda banjir dan terserang hama, produksi padi Kalimantan Selatan hingga September mendatang diperkirakan surplus. Produksi gabah kering giling mencapai 1,7 juta ton.
Demikian dikemukakan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel Sriyono di Banjarmasin, Rabu (6/6). Surplus gabah kering giling (GKG) ini didasarkan pada angka ramalan II Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel bersama Badan Pusat Statistik Kalsel. Para petani terus panen hingga September. Jika angka itu tercapai, maka produksi padi surplus 100.000 ton. Target Kalsel 2007 sekitar 1,6 juta ton GKG.
Produksi padi ini baru dari sawah tadah hujan dan irigasi. Padahal, enam bulan mendatang produksi Kalsel akan ditambah dari areal padi rawa lebak yang ditanam saat kemarau. Tahun ini ditargetkan 87.000 hektar (ha) lahan padi rawa lebak.
Produksi padi sempat terganggu karena banyak sawah yang baru ditanami padi terkena banjir. Selain itu, serangan hama wereng terjadi hampir di seluruh wilayah Kalsel. Serangan hama ulat grayak (Spodoptera liture sp) menyerang dua kecamatan di Kabupaten Tanahlaut, yakni Kecamatan Pelaihari dan Batu Ampar. Yang dipastikan rusak 23,5 ha.
Gubernur Kalsel Rudy Ariffin meminta Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalsel untuk memberitahu bupati agar mengantisipasi musim kemarau basah, terutama bagi kabupaten dengan lahan rawa lebak.
Bantuan mubazir
Sementara itu, bantuan benih di Sumsel yang akan mulai disalurkan bulan ini dipastikan mubazir. Pasalnya, sebagian petani sudah menyemai benih padi secara swadaya karena masa tanam berakhir Mei lalu.
Di wilayah Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Palembang, Rabu (6/6), sebagian besar benih disemai di sawah lebak dan sawah pasang surut. Petani mengejar masa tanam yang hanya satu kali dalam setahun, yaitu Juni.
Sejumlah petani di Desa Ibul Besar, Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir, mengatakan, mereka dijanjikan oleh aparat kelurahan akan mendapat bantuan benih unggul.
Sampai rentang masa pembenihan berakhir, bantuan benih itu belum mereka terima. Para petani tak dapat menunggu lagi karena khawatir tak bisa menyemai. "Kalau akhirnya diberikan, benih bantuan itu tidak akan bermanfaat lagi," tutur Yanto, petani di Desa Ibul Besar.
Kekecewaan dirasakan Mat Amin, petani di Kelurahan Keramasan, Palembang. Karena tidak bisa lagi menunggu bantuan benih, ia lalu membeli benih Rp 5.000 per kilogram. Harga benih tahun lalu sekitar Rp 4.000 per kg. (FUL/LKT)
No comments:
Post a Comment