Sunday, October 29, 2006

Dishut Keluarkan 2 Strategi

Radar Banjarmasin - Sabtu, 28 Oktober 2006

Untuk Antisipasi Kebakaran Lahan
BANJARMASIN - Masih banyaknya asap dan titik api yang membakar kawasan hutan dan lahan di Kalsel, tak urung membuat Pemprov Kalsel harus bertidak cepat menanganinya.

Selain menggunakan penyemprotan di kawasan hutan dan lahan yang terbakar, Dishut juga telah mengeluarkan 2 buah kebijakan khusus untuk mengantisipasi kebakaran lahan ini. Yakni kebijakan regulasi dan kebijakan teknologi jerami.

Untuk strategi regulasi, semua kabupaten/kota di Kalsel harus membuat Perda yang berisi tentang peringatan dini bahaya kebakaran hutan dan lahan, kemudian mengatur pola pembakaran lahan, dan sanksi bagi yang melanggar Perda tersebut.

Sedangkan untuk strategi teknologi jerami, mengatur cara untuk membuang sampah yang ada di kawasan perladangan dengan cara tidak dengan melakukan pembakaran. "Kalau peraturan tentang larangan terhadap pembakaran hutan sudah ada, jadi strategi ini dibuat kabupaten/kota khusus untuk pembakar lahan. Kalau kabupaten/kota sudah membuat Perda ini, maka bagi yang melanggarnya bisa dikenakan sanksi," kata Kasubdin Perlindungan Hutan Dinashut Kalsel, Zainul Ariffin, kemarin.

Begitu pula dengan strategi teknologi jerami, tambah Zainul, adalah sebuah cara bagaimana agar sampah persawahan seperti jerami dan lainnya dapat dihilangkan tapi tidak dengan cara dibakar.

Bila teknologi ini dimiliki kabupaten/kota, lanjutnya, maka masalah kabut asap yang cukup mengganggu masyarakat tidak akan terjadi lagi. "Kebijakan ini sudah kita keluarkan, dan untuk Perda saat ini sudah ada 2 kabupaten yang memiliki. Yakni Kabupaten Banjar dan Kotabaru. Sedangkan kabupaten lain masih perlu sosialisasi lagi," katanya.

Meski saat ini masih ada titik asap kebakaran hutan dan lahan, namun upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan ini masih dilakukan oleh Dishut Kalsel melalui operasi Manggala Aqni. Karena itu, Zainul membantah bila dikatakan upaya pemadaman yang telah dilakukan instansinya itu gagal. "Kita sudah memadamkan kebakaran hutan di Tahura Mandi Angin, di Tanjung, dan di Tala. Untuk di luar kawasan hutan kita bergabung dengan anggota BPK yang memadamkan kebakaran lahan di kawasan Gambut dan Lingkar Utara. Jadi jangan diartikan gagal upaya pemadaman ini, karena asap yang berada di areal lahan persawahan itu berasal dari bawah, dan itu disebabkan kurangnya hujan yang membasahinya. Makanya, kita memadamkan kebakaran lahan ini dengan sistem suntik," ujarnya.

Sementara itu, Kasi Kawasan Konservasi Dishut Kalsel, Munadi, mengatakan bahwa sampai pertengahan Oktober kemarin jumlah titik api yang membakar kawasan hutan dan lahan di Kalsel sebanyak 5.698 titik api. Sedangkan titik api terbanyak ditemukan di 4 kabupaten. Yakni Kabupaten Banjar, Balangan, HSS, dan Tala. "Saat ini kita belum mengetahui apakah titik api itu bertambah atau tidak. Sebab, selain saat ini masih keadaan libur kerja, juga dikarenakan satelit pemantau titik api yang dimiliki Dishut Kalsel sedang mengalami gangguan," katanya.

Dari sekian banyak hutan yang ada di Kalsel, katanya lagi, tidak semuanya mengalami kebakaran. Seperti di kawasan hutan Pengunungan Meratus, menurut pria ini sampai saat ini masih dalam kondisi aman. "Kalau untuk di kawasan HTI memang ada sebagian yang terbakar, tapi yang terbakar itu adalah kawasan yang dikuasai masyarakat yang mereka gunakan untuk perladangan," ujarnya.(gsr)

“Teror Asap”, Kapankah Akan Berakhir?

Jumat, 27 Oktober 2006

Oleh: Alip Winarto,M.Si.*

Sejak beberapa waktu yang lalu Kota Banjarmasin, Banjarbaru dan Martapura, juga hampir sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan selalu diselimuti oleh kabut asap yang cukup pekat. Hampir dapat dipastikan, ketika musim kemarau tiba kebakaran hutan dan lahan yang diikuti dengan kabut asap melanda sebagian kawasan di Kalimantan Selatan. Kebakaran hutan dan lahan yang hebat tampaknya sudah menjadi rutinitas tahunan di beberapa wilayah yang memiliki potensi sumber daya hutan, khususnya di Sumatra dan Kalimantan. Tahun ini kebakaran hutan juga melanda sebagian kawasan hutan di Jawa.

Kebakaran hutan dan lahan diantaranya disebabkan oleh aktivitas perusahaan yang membakar untuk keperluan perkebunan, perladangan maupun pertanian. Menurut Direktur Eksekutif WALHI Chalid Muhammad, pada bulan Agustus 2006 terdapat 178 perusahaan yang terindikasi membakar hutan yaitu 70 perusahaan di Kalimantan dan 108 di Sumatera. Diantaranya perusahaan tersebut, 4 group perusahaan diantaranya berasal Malaysia yang terlibat pembakaran hutan dan lahan untuk tujuan perkebunan. Data tersebut menunjukkan bahwa perusahaan perkebunan mempunyai andil cukup besar dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan.

Kebakaran hutan dan lahan juga disebabkan oleh adanya aktivitas sekelompok masyarakat di dalam kawasan hutan atau kawasan yang berbatasan dengan kawasan hutan dengan tujuan untuk membersihkan lahan untuk keperluan pertanian, perladangan dan sebagainya. Kebakaran hutan dan lahan bisa juga disebabkan oleh unsur ketidaksengajaan seperti misalnya faktor alam. Diantaranya adalah karena gesekan ranting dan dahan yang menimbulkan percikan api dan merembet ke kawasan di sekitarnya. Fenomena El-Nino juga sering disebut-sebut dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Faktor alam yang lain adalah adanya kandungan batubara di bawah tanah yang berpotensi menimbulkan api dan membakar bahan-bahan yang mudah terbakar di atasnya.

Kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan baik dari aspek finansial maupun non finansial tidaklah sedikit. Diantaranya adalah berdampak pada kerusakan sumber daya hutan dengan segenap ekosistemnya. Dampak lain yang ditimbulkan adalah ”teror asap” yang menyebabkan menurunnya kualitas kesehatan manusia. Jumlah penderita penyakit ISPA, asma bronkial, bronkitis, pneumonia, iritasi mata dan kulit di berbagai wilayah yang terkena dampak kebakaran hutan meningkat secara signifikan.

Teror asap juga telah melumpuhkan sebagian sendi-sendi perekonomian. Betapa tidak, transportasi udara, darat dan perairan menjadi terganggu. Beberapa bandar udara terpaksa ditutup untuk beberapa waktu atau beroperasi secara terbatas dengan alasan keselamatan sehingga jadwal penerbangan terpaksa dihentikan atau ditunda. Operator penerbanganpun mengklaim mengalami kerugian akibat teror asap ini. Bahkan beberapa kecelakaan transportasi air dan darat telah terjadi akibat terbatasnya jarak pandang. Bukan hanya itu saja, dunia pendidikan juga mengeluh dan dibuat pusing lantaran asap yang begitu pekat cukup menggangu aktivitas di sekolah-sekolah, sehingga lagi-lagi dengan alasan kesehatan aktivitas belajar mengajar terpaksa dihentikan.

Dampak kebakaran hutan dan lahan khususnya teror asap tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan. Masyarakat yang tinggal jauh dari kawasan hutanpun tidak luput dari dampak. Malaysia, Singapura dan negeri tetangga lainnya juga merasa terusik dengan teror asap dari Indonesia yang secara rutin diterima pada saat musim kemarau tiba. Yang lebih memprihatinkan adalah negara tetangga telah terlanjur memvonis pemerintah Indonesia tidak mampu mengatasi rutininitas bencana ini. Pemerintah melalui berbagai kesempatan telah meminta maaf kepada para penguasa negeri tetangga atas kebakaran hutan dan lahan yang secara rutin terjadi.

Sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Departemen Kehutanan melalui SK Menteri Kehutanan No. 7501/Kpts-II/2002 tanggal 7 Agustus 2002 telah menetapkan pengendalian kebakaran hutan sebagai salah satu dari 5 kebijakan prioritas bidang kehutanan dalam program pembangunan nasional. Sebagai tindaklanjutnya Departemen Kehutanan telah membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan (Brigdalkar) dengan nama Manggala Agni (GALAAG). Manggala Agni dengan bekerjasama dengan pihak-pihak lain terkait selama ini secara gigih telah telah berupaya memadamkan titik-titik api di lapangan. Manggala Agni juga menjadi model dan stimulator bagi semua stakeholder dalam pengembangan kelembagaan pengendalian kebakaran lahan dan hutan.

Bom-bom air telah dijatuhkan ke sejumlah kawasan hutan yang terbakar. Bukan itu saja, pemerintah Indonesia yang dimotori oleh Bakornas PB (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan TNI AU (Tentara Nasional Angkatan Udara) telah menggunakan teknologi hujan buatan untuk memadamkan api. Dalam waktu dekat Pemerintah Indonesia juga akan menyewa pesawat dari Rusia yang konon kabarnya pesawat khusus ini memiliki kapasitas membawa air dalam volume cukup besar (terbesar di dunia saat ini) sehingga diharapkan lebih efektif dalam memadamkan kebakaran hutan dan lahan.

Presiden telah menginstruksikan agar semua pembakar hutan ditindak tegas tanpa pandang bulu. Instruksi ini ditindaklanjuti oleh POLRI yang akan mengambil langkah tegas dan tidak akan pandang bulu terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan. Jika terbukti melakukan pembakaran hutan maka perusahaan tersebut akan ditindak dan diproses hukum. Mabes POLRI telah menyerukan kepada Kapolda yang daerahnya terkena asap pembakaran hutan dan lahan untuk melakukan langkah penyidikan dan penyelidikan terhadap pelaku pembakaran, apakah disengaja atau karena unsur kelalaian. Jika terbukti terbukti membakar maka pelakunya akan dimintai tanggung jawab.

Upaya pemerintah dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sudah cukup banyak tetapi kebakaran hutan dan lahan tetap saja masih menjadi bencana rutin tahunan. Akibatnya teror asap tetap masih saja menyelimuti sebagian negeri ini bahkan sampai ke negeri tetangga khususnya Singapura dan Malaysia. Bahu membahu antara pemerintah (aparat sipil dan militer), lembaga non pemerintah dan maupun masyarakat dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan belum memberikan hasil yang maksimal. Mengapa hal itu terjadi?

Memadamkan kebakaran hutan dan lahan memang bukan tanpa hambatan. Luasnya kawasan yang terbakar dan lokasi hot spot yang sulit dijangkau, tidak seimbang dengan kekuatan personil, peralatan yang tersedia dan keterbatasan teknologi pemadaman. Ada juga yang berpendapat bahwa sebenarnya kebakaran hutan dan lahan diawali oleh kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Kemudian keterbatasan itu dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang bermodal besar untuk membantu land clearing dengan cara membakar. Oleh karena itu ketika kemiskinan belum juga teratasi maka dengan mudah masyarakat melakukan aktivitas membakar dengan dalih mendapatkan upah dari perusahaan atau sekedar mebuka ladang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dalam menyediakan pangan.Membakar juga menjadi sudah menjadi tradisi sejak lama dalam mempersiapkan lahan untuk kegiatan perladangan, pertanian dan perkebunan atau sekedar membersihkan lahan. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan dampak negatif dari membakar juga masih sangat rendah juga menyebabkan aktivitas membakar dilakukan seperti tanpa beban. Yang penting dapat mempersiapkan lahan dengan cara instant, dan murah adalah sudah cukup. Konon membakar dianggap sebagai salah satu kearifan lokal. Tetapi dalam perkembangannya tampaknya hal ini perlu dikaji kembali mengingat aktivitas membakar lebih banyak bersifat destruktif dan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan.

Adanya imej dalam masyarakat bahwa bertanggung jawab sepenuhnya atas teror asap adalah instansi kehutanan juga kurang tepat. Permasalahan kebakaran hutan dan lahan akhirnya selalu dilimpahkan kepada instansi kehutanan baik di pusat maupun di daerah untuk mengatasinya. Fakta di lapangan menunjukkan teror asap banyak dihasilkan dari kebakaran yang terjadi di kawasan non kehutanan seperti misalnya pada kawasan yang perkebunan, pertanian, perladangan dan tidak jarang pada kawasan yang berdampingan dengan pemukiman penduduk. Dengan demikian sudah semestinya instansi-instansi yang terkait harus pro aktif ikut mengatasi teror asap, tidak sekedar tanggung jawab instansi kehutanan.

Lantas apa yang bisa dilakukan ? Dalam mengatasi teror asap ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, pemerintah sejak dini harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat betapa pentingnya memelihara keberadaan hutan baik manfaat ekonominya maupun konservasi. Juga harus ditekankan secara terus menerus bahwa daerah-daerah yang berdampingan dengan kawasan hutan pada musim kemarau sangat sensitif dan rawan kebakaran, sehingga pembakaran semestinya tidak diperbolehkan sama sekali walaupun diperuntukan bagi penyiapan lahan pertanian dan lainnya.

Kedua, upaya-upaya mengatasi teror asap tidak hanya bersifat reaksioner apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan. Tetapi seharusnya juga ditekankan pada upaya-upaya preventif seperti misalnya menyiapkan kantong-kantong air pada kawasan rawan kebakaran sebelum terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Ketiga, penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi pembakar hutan dan lahan. Dengan kata lain perlu diberikan contoh hukuman yang jelas bagi pelaku pembakaran baik bagi perorangan maupun perusahaan. Misalnya dengan memberikan sanksi denda administratif yang tinggi, pencabutan ijin operasi, dan sebagainya yang diharapkan dengan demikian akan membuat efek jera pelaku pembakaran hutan dan lahan.

Keempat, pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan tentang tanggungjawab perusahaan terhadap konsesi yang dimiliknya jika terjadi kebakaran. Perusahaan harus bertanggung jawab dan diberi sanksi jika terjadi kebakaran hutan dan lahan dalam cakupwan wilayah konsesinya. Perusahaan tidak hanya berhak mengambil keuntungan dari konsesi yang dikelolanya tetapi juga harus bertanggung jawab dan wajib menjaga agar konsesinya bebas dari aktivitas kebakaran hutan dan lahan. Jika ada, perusahaan harus menanggung dampak yang ditimbulkan, sehingga sudah perusahaan dimaksud seharusnya menyediakan dana on call untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di konsesinya.

Kelima, pemerintah harus mengeluarkan larangan pembakaran lahan pada kawasan tertentu misalnya pada kawasan bergambut. Kebakaran hutan dan lahan pada kawasan bergambut sulit dipadamkan. Pengalaman menunjukkan bahwa meskipun pada lapisan permukaan sudah tidak titik api, tetapi pada kawasan bergambut lapisan di bawahnya masih terbakar. Dari kebakaran hutan dan lahan pada kawasan bergambut inilah teror asap yang cukup besar dihasilkan.

Keenam, menjalin kerjasama dengan negara tetangga dalam menanggulangi teror asap. Karena sesungguhnya teror asap yang muncul akibat kebakaran hutan dan lahan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia saja. Sudah sepantasnya negara tetangga juga ikut memanggulangi teror asap karena sebagian kebakaran hutan dan lahan mengingat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia juga dilakukan oleh sekelompok perusahaan asing dari negeri tetangga seperti Malaysia. Dalam kondisi normal hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia telah memproduksi oksigen yang secara bebas juga dinikmati oleh negara tetangga, sehingga semestinya negara tetangga tidak serta merta mengkambinghitamkan pemerintah Indonesia tetapi juga harus ikut memberikan solusi atas musibah kebakaran hutan dan lahan itu.

Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan perlindungan hutan termasuk di dalamnya perlindungan dari ancaman kebakaran hutan menjadi tanggung jawab negara, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa teror asap juga berasal dari kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Maka sudah semestinya teror asap tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi kehutanan saja. Oleh karena itu berbagai upaya tersebut di atas tidak akan berhasil apabila tidak didukung oleh elemen lain yang terkait, seperti lembaga non pemerintah, perusahaan swasta atau institusi bisnis lainnya dan masyarakat. Dengan demikian upaya-upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan khususnya dalam menghentikan teror asap harus menjadi komitmen bersama dan merupakan kerjasama yang harmonis antara elemen-elemen tersebut. Semoga.***

*) Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

E-mail: alip_winarto@yahoo.com

Data Kebakaran Alalak Banjarmasin

Jumat, 27 Oktober 2006

24 Oktober 2006 Sekira Pukul 10.00 Wita

Lokasi : Pasar Baru Belakang Menseng Banjarmasin

Yang terbakar : 8 Kios

Kerugian : Sekitar Rp50 Juta

Penyebab : Korsleting arus pendek yang berasal dari kios Hafi dan Usuf

24 Oktober 2006 Sekira Pukul 22.00 Wita

Lokasi : Jalan S Parman, Gang Sampoerna Rt 7

Yang terbakar : Sebuah bangunan pos keamanan

Kerugian : Sekitar Rp3 juta.

Penyebab : Korsleting arus pendek

25 Oktober 2006 sekira Pukul 02.00 Wita dinihari

Lokasi : Jalan Alalak Tengah Rt 1

Yang terbakar : 40 Rumah yang dihuni 46 Kepala Keluarga (181 Jiwa)

Kerugian : Belum dapat diperkirakan

Penyebab : Korsleting arus pendek dari rumah Hakim

25 Oktober 2006 Sekira Pukul 17.00 Wita

Lokasi : Kampung Gadang Gang Binjai Rt 9

Yang terbakar : 5 Rumah

Kerugian : Sekitar Rp100 juta

Penyebab : Arus pendek dari rumah H Asbun

25 Oktober 2006 Sekira Pukul 19.20 Wita

Lokasi : Alalak Selatan RT 7, RT 8, dan RT 9

Yang Terbakar : 7 Rumah yang dihuni 7 Kepala Keluarga (36 jiwa) di RT 7

56 Rumah yang dihuni 56 Kepala Keluarga (239 jiwa) di RT 8

149 Rumah yang dihuni 149 Kepala Keluarga (492 Jiwa) di RT 9

Total yang terbakar : 212 Rumah yang dihuni 212 Kepala Keluarga (797 jiwa).

Kerugian : Diperkirakan mencapai miliran rupiah.

Penyebab : Tetesan bensin yang terkena nyala lilin dari rumah Yusuf

Diolah dari berbagai sumber

Thursday, October 26, 2006

Penderita ISPA 150-200 Orang per Minggu

Radar Banjarmasin - Kamis, 12 Oktober 2006
Di Kertak Hanyar dan Gambut

SEMENTARA itu, kunjungan penderita dengan keluhan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) di Kecamatan Kertak Hanyar dan Gambut meningkat sejak Agustus lalu. Keluhan ISPA merupakan kasus terbesar di puskesmas di dua kecamatan ini.

Di Puskesmas Kertak Hanyar, dalam beberapa bulan terakhir rata-rata menerima 500 sampai 600 kunjungan setiap bulannya, atau menerima 150 sampai 200 pasien dengan keluhan ISPA per minggu. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dari jumlah kunjungan pada bulan yang sama di tahun 2005. Pada Agustus 2005 lalu, diterima 382 kunjungan pasien dengan keluhan ISPA, dan meningkat drastis pada Agustus 2006 yang menerima 674 kunjungan.

Jumlah kasus ISPA tertinggi di Kertak Hanyar terjadi pada minggu terakhir Agustus dan minggu terakhir September, berturut-turut 212 dan 205 kasus ISPA. Jumlah kunjungan penderita ISPA cenderung menurun pada awal bulan. Di minggu pertama Oktober tadi, puskesmas ini menerima 144 pasien dengan keluhan ISPA.

Plh Kelapa Puskesmas Kertak Hanyar dr Sandra memprediksi, jumlah kunjungan pasien dengan keluhan ISPA akan meningkat terus sepanjang Oktober ini. “Keluhan yang paling banyak adalah batuk,” terangnya, seraya mengingatkan bila penyebab ISPA bukan hanya karena kabut asap saja, tapi juga pneumonia, makanan dan lainnya.

Sebagai daerah yang menerima banyak kasus ISPA, ia menyatakan pihaknya telah mempersiapkan 1.000 masker gratis pada warga Kertak Hanyar. Masker ini diberikan pada setiap pengunjung puskesmas.

Sedikit lebih rendah dari keluhan yang sama di Kecamatan Kertak Hanyar, di Puskesmas Gambut jumlah kunjungan dengan keluhan ISPA jauh lebih rendah. Pada Agustus dan September lalu, masing-masing tercatat 418 dan 373 kasus ISPA.

Namun seperti halnya di Kecamatan Kertak Hanyar, perkiraan puncak kunjungan dengan keluhan ISPA juga akan terjadi pada Oktober ini. Pasalnya, pada minggu pertama awal Oktober tadi Puskesmas Gambut telah menerima 109 kasus ISPA, dengan jumlah pasien terbesar berasal dari Kelurahan Gambut.

“Di sini (Puskesmas Gambut, Red) ISPA selalu menjadi kasus yang paling besar dibandingkan lainnya,” jelasnya.(dsa)

Banjar Punya 658 Titik Panas

Radar Banjarmasin - Kamis, 12 Oktober 2006
Perda Kebakaran Lahan Belum Jerat Pelaku

MARTAPURA– Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan (Dishut) Banjar 4 Oktober 2006, di Kabupaten Banjar terdapat 658 titik panas (hot spot). Jumlah ini 4 kali lipat lebih banyak dari data titik panas pada awal September lalu, yang hanya berjumlah 155 titik.

Sebanyak 658 titik api ini tersebar di 9 kecamatan. Mulai dari Kecamatan Simpang Empat, Pengaron, Sungai Pinang, Sungai Tabuk, Martapura, Aranio, Astambul dan Kertak Hanyar.

Kendati data yang diperoleh berdasarkan pencitraan satelit ini tidak menunjukkan jumlah luasan yang terbakar, menariknya sebagian besar lahan yang terbakar merupakan areal penggunaan lain (APL), atau lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan lahan terbakar lainnya berada dalam kawasan hutan produksi, hutan produksi konvensi, dan sedikit di kawasan perairan dan HTI PT Inhutani III.

Soal kebakaran lahan dan hutan, Kabupaten Banjar sebenarnya memiliki peraturan daerah (Perda) No 13 tahun 2005, yang mengatur pengendalian kerusakan lingkungan hidup akibat pembakaran dan kebakaran hutan dan atau lahan. Perda ini mengatur detail tata cara dan pembakaran lahan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Lengkap dengan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal 6 bulan atau denda paling banyak 50 juta bagi pelaku pebakaran lahan dengan sengaja.

Namun menurut Kasi Operasional dan Pengawasan Satpol PP Banjar Gt Hazairin, sampai sekarang pihaknya belum pernah menjerat pelaku yang terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan dengan sengaja. Pasalnya, saat ini perda yang baru ditelurkan akhir tahun 2005 lalu itu masih dalam tahap sosialisasi.

Senada dengan Hazairin, Kadishut Banjar Drs Nashunsyah MP menjelaskan, saat ini pihaknya bersama instansi terkait tengah giat-giatnya menyosialisasikan perda tersebut. “Kita sosialisasi tiap hari dengan mobil keliling, di kelurahan dan kecamatan, pokoknya setiap ada kesempatanlah,” katanya.

Terpisah, Bupati Banjar HG Khairul Saleh yang ditemui usai memberikan santunan pada korban kebakaran di Kecamatan Kertak Hanyar juga menyatakan hal yang sama. Dikatakan, Pemkab Banjar telah berusaha maksimal menyosialisasikan perda baru tersebut.

Bahkan untuk mengantisipasi kebakaran hutan, Pemkab Banjar telah membuat satu posko kebakaran di Kecamatan Gambut, yang dilengkapi dua unit mobil pemadan kebakaran dan siaga 24 jam. “Semuanya sudah kita siapkan sejak sebelum Ramadan,” bebernya, seraya menyebutkan jika kebakaran lahan yang menimbulkan kabut asap ini merupakan masalah nasional yang juga terjadi di Pulau Jawa dan Sumatera.

Pada saat yang sama, ia menghimbau agar warga Kabupaten Banjar lebih berhati-hati menjaga penyebaran api pada kebakaran lahan. Tidak membuang puntung rokok sembarangan, dan berhati-hati terhadap segala hal yang berpotensi memicu api.(dsa)

Saturday, October 21, 2006

Semua Sekolah di Pontianak Diliburkan

amis, 05 Oktober 2006
Pontianak, Kompas - Kabut asap yang semakin tebal memaksa Pemerintah Kota Pontianak, Kalimantan Barat, meliburkan seluruh sekolah mulai Kamis ini hingga Sabtu depan.

"Edaran sudah disampaikan melalui Dinas Pendidikan Kota Pontianak," ujar Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Kota Pontianak Maladi, Rabu (4/10) di Pontianak.

Libur diberlakukan bagi jenjang pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA. Guru SMA Santo Petrus I Pontianak, Anton Wijaya, mengakui sudah menerima instruksi itu. Menurut Anton, sejumlah TK bahkan telah meliburkan siswanya sejak beberapa hari lalu.

Keputusan itu didukung Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kalbar. Kepala Bapedalda Tri Budiarto mengatakan, sekolah-sekolah diimbau meliburkan muridnya karena karakteristik asap saat ini berbeda dengan yang terjadi pada Agustus-September lalu.

Sementara itu, meskipun masih diselimuti kabut asap, Bandara Juwata Tarakan kemarin sudah beroperasi normal setelah terganggu akibat tergelincirnya pesawat Boeing 737-200 milik Mandala Airlines, Selasa lalu.

Kepala Bandara Juwata Husni Djau menjelaskan, badan pesawat Boeing milik Mandala masih berada di rawa sekitar 50 meter dari landas pacu karena pengelola bandara tidak memiliki alat untuk memindahkannya.

Dari Berau dilaporkan, penerbangan di Bandara Kalimarau juga masih terganggu kabut asap. Kedatangan dan keberangkatan pesawat terlambat tiga sampai empat jam.

Akibat kabut asap, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Kalteng dan Kalsel terus meningkat. Di Palangkaraya, jumlah kasus ISPA mendekati kategori wabah. Di Kalsel setiap hari tercatat sekitar 700 pasien ISPA yang berobat.

Pekan lalu, Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya mencatat ada 1.670 penderita ISPA. "Apabila jumlahnya mencapai 1.700 orang, Palangkaraya berada dalam kondisi wabah ISPA," kata Kepala Subdinas Pemberantasan dan Pencegahan Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya Tiur Simatupang, Jumat pekan lalu.

Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Rosehan Adani mengungkapkan, penderita ISPA selama Agustus tercatat 16.651 orang. Angka itu diperkirakan meningkat 4,5 persen tiap bulan pada September dan Oktober 2006.

Di Sumatera Selatan, jumlah lokasi kebakaran yang terpantau mencapai 195 titik, padahal sehari sebelumnya hanya 60 titik. Di Provinsi Jambi, kebakaran di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Berbak di Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, terus meluas. Sampai kemarin 13 titik api di kawasan itu belum berhasil dipadamkan. (BRO/CAS/FUL/ RYO/LKT/NAT/HLN/NAL)

Penerbangan Terganggu

Rabu, 04 Oktober 2006 Pontianak, Kompas - Kabut asap mengganggu aktivitas penerbangan pada beberapa bandara di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Di Bandara Supadio Pontianak Kalimantan Barat, jadwal penerbangan pada Selasa (3/10) pagi kembali ditunda seperti hari sebelumnya.

Jarak pandang di Supadio berkisar 100-300 m Selasa (3/10) pagi. Untuk pendaratan butuh jarak pandang minimal 800 m.

"Sriwijaya Air yang pertama mendarat pada pukul 09.00 (tertunda dua jam-Red)," ujar Kepala Cabang Angkasa Pura Bandara Supadio, Syamsul Bachri, Selasa kemarin. Aktivitas penerbangan baru kembali normal siang hari.

Di Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya Kalimantan Tengah jarak pandang sempat 10 m di pagi hari.

Jumlah titik panas di Kalteng Senin (2/10) adalah 1.860 titik. Data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Dinas Kehutanan Kaltim ada delapan titik panas awal bulan ini.

Tabrakan kapal

Di Sumatera kabut asap di jalur Sungai Musi di Kota Palembang, Sumsel menyebabkan kapal kontainer Island Coral menubruk kapal tongkang keruk yang ditambatkan di tepi Sungai Musi di Kelurahan Plaju Ilir, Palembang, Selasa (3/10), pukul 05.45, namun tak ada korban jiwa.

Sementara Menteri Kehutanan MS Kaban, di Palembang kemarin mengatakan, persemaian awan untuk hujan buatan belum dapat dilakukan di Sumsel karena cuaca terik.

Di perairan Selat Bangka, kabut asap meluas dari Mentok hingga ke Tempilang dan Jebus—berjarak sekitar 40 km. Para nelayan membatalkan pelayaran karena jarak pandang di laut hanya sekitar 250 meter. Kabut paling pekat malam dan dinihari yang bisa sebabkan kecelakaan.

Kabut asap membuat jumlah penderita infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) terus meningkat di Kalimantan Selatan (Kalsel). Juni lalu, penderita ISPA 14.651 jiwa, dan Juli 16.046. Diperkirakan sekitar 700 warga terkena ISPA setiap hari di Kalsel.

Kebakaran lahan

Di Pekanbaru, Badan Meteorologi dan Geofisika Pekanbaru mencatat 574 titik api berdasarkan pantauan Satelit NOAA 12, Selasa (3/10). Kebakaran hutan dan lahan terjadi di Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan beberapa provinsi lain.

Khusus di Riau, intensitas kebakaran di provinsi ini menurun drastis awal pekan ini. Kemarin jumlah titik api tinggal satu. Sebanyak 573 titik api masih ada di Lampung, Sumatera Selatan, dan Jambi yang merambah ke kawasan Taman Nasional Berbak atau TNB di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kebakaran yang melanda Taman Hutan Raya (Tahura) Sekitar Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, sepekan ini tidak padam.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Palembang Syaidina Ali, mengatakan, jarak pandang di jalur perairan pada pagi hari selama sepekan ini memang sangat terbatas, sekitar 50-100 meter, dan berbahaya untuk pelayaran. Jika ada benda atau kapal lain yang muncul dari arah berlawanan secara tiba-tiba, kapal akan sulit mengelak dengan cepat.

"Kami mengimbau, pengemudi kapal untuk menghindari perjalanan di perairan sejak malam sampai pukul 10.00 pagi. Pelayaran lebih berbahaya bagi kapal cepat dan ketek yang tidak mengeluarkan lampu atau sinyal," katanya.

Hujan buatan sulit

Menurut Kaban, luas lahan yang terbakar di Sumsel merupakan yang kedua terluas setelah Kalimantan Tengah. Untuk itu, pemadaman kebakaran untuk sementara diupayakan dengan mengerahkan bom air, pasukan manggala agni, pengerahan regu desa.

Selubung asap di Palembang dan sekitarnya masih pekat hingga Selasa. Jarak pandang di Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang kembali memburuk. Pada pukul 06.00, jarak pandang di bandara hanya 300 meter, dan menjelang pukul 07.00 berangsur menjadi 600 meter.

Hingga Selasa pukul 16.00, Satelit Terra Modis mencatat 60 titik api di Sumsel yang tersebar di tujuh kabupaten/kota. Kebakaran di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang mencapai 60 persen dari total luas kebakaran di Sumsel, tersebar tidak hanya di lahan masyarakat dan areal transmigrasi, melainkan di lahan konsesi perkebunan milik beberapa perusahaan, serta hutan tanaman industri milik PT Sebangun Bumi Andalas.

Kaban menargetkan kebakaran di kawasan itu dipadamkan dalam waktu seminggu, dengan mengerahkan pasukan Manggala Agni, 200 regu pemadam kebakaran di desa, dan pekerja-pekerja dari PT SBA.

"Saya minta polisi memeriksa seluruh pemilik perusahaan perkebunan di lahan konsesi yang terbakar. Pemilik perkebunan harus bertanggungjawab terhadap kebakaran itu, karena Undang-undang Perkebunan melarang kebakaran di lahan konsesi," kata Kaban.

TN Berbak terbakar

Keanekaragaman hayati dan plasma nutfaf kawasan hutan rawa basah (wetland) itu terancam terdegradasi.

"Saya sangat prihatin dengan adanya kebakaran di kawasan konservasi TNB dan segera diupayakan pengendaliannya berkoordinasi dengan Balai TNB," kata Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Jambi, Murjani Ahmad, Selasa (3/10).

Menurut Murjani, satelit NOAA pada Senin (2/10) lalu memantau masih ada 30 titik api di Jambi. Lima titik di antaranya berada di kawasan TNB.

Sebaran titik api lainnya adalah, tiga titik di Tahura Sekitar Tanjung, empat di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Diera Hutani Lestari (DHL), Kabupaten Muaro Jambi. Empat titik lainnya masing-masing dua di perkebunan kelapa sawit PT Sawit Desa Makmur, satu di PT Rickim Mas RP, dan satu di lahan masyarakat.

Di Kabupaten Tebo, delapan titik api tersebar di hutan produksi eks HPH PT IFA dan lahan masyarakat. Lainnya di Sarolangun (2), Tanjung Jabung Barat (1), dan dua titik di lahan masyarakat di Tanjung JAbung Timur.

Karena asap tebal masih menyelimuti, jarak pandang di Kota Jambi pagi hingga pukul 09.30 hanya 100 meter, sehingga gangguan penerbangan dari dan ke Bandara Sulthan Thaha Jambi masih terjadi. Pada Selasa kemarin, dari tujuh penerbangan Jakarta-Jambi-Jakarta hanya empat yang berlangsung, sementara tiga penerbangan batal.

Adapun Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) berada pada angka 125, yang berarti udara dalam kondisi tidak sehat.

2.700 ha terbakar

Murjani menyebutkan, sejak awal Agustus hingga akhir September 2006 lalu diperkirakan lebih 2.700 hektar lahan dan hutan di Jambi yang telah terbakar. Dengan terbakarnya TNB, HTI PT DHL dan belum padamnya kebakaran di Tahura Sekitar Tanjung, diperkirakan luas kawasan lahan dan hutan yang terbakar semakin luas.

"Tiga regu Manggala Agni sudah satu pekan berada di lapangan memadamkan api," kata Sekretaris Pusat Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan (Pusdalkarlahut) Jambi, Frans Tandipau.

Di Mentok meluas

Kadar karbondioksida dari asap yang semakin pekat di Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, sudah melewati ambang batas sehingga membahayakan kesehatan. Asap juga meluas ke Kecamatan Tempilang dan Jebus, serta mengganggu aktivitas pelayaran di Selat Bangka.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Bangka Barat Ahmad Syarifudin, Selasa, kepekatan asap dan kadar karbondioksida yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pernafasan bagi anak-anak dan di masa depan dapat menimbulkan radang paru-paru bagi masyarakat umum.

Pengamatan menunjukkan, kabut asap sudah masuk ke dalam rumah-rumah penduduk sehingga tidak ada lagi tempat yang aman dari asap. Kondisi itu menyebabkan banyak balita yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).

Ahmad mengatakan, untuk mencegah dampak kesehatan yang lebih luas, Dinas Kesehatan sudah mengajukan anggaran untuk membeli masker penutup hidung dan mulut. Masker itu akan segera dibagikan kepada masyarakat secara gratis.

Semua kendaraan di jalan terpaksa pula melaju pelan dan menyalakan lampu, karena cahaya matahari tertutup asap. Jarak pandang kurang dari 100 meter. (RYO/CAS/BRO/FUL/NEL/IAM/MUL/ECA/NAT/LKT)

Banjarmasin Gelap akibat Asap

Minggu, 01 Oktober 2006
Banjarmasin, Kompas - Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (30/9) pagi, gelap selama dua jam karena diselimuti kabut asap. Hal itu akibat adanya pembakaran sawah tadah hujan dan belukar yang belakangan ini marak di pinggiran kota. Sebelumnya, kabut asap hanya menerpa pinggiran kota seribu sungai itu. Kondisi ini sudah berlangsung sejak sepekan lalu.

Asap pekat itu kemarin menyelimuti seluruh penjuru Kota Banjarmasin hingga pukul 07.00.

Jarak pandang hanya berkisar 100 hingga 500 meter. Kabut asap mulai reda pada pukul 07.30.

Kompas memantau, beberapa mobil pemadam kebakaran dari Banjarmasin dikerahkan untuk memadamkan api pada lahan sawah tadah hujan dan semak belukar di Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, yang bertetangga dengan Banjarmasin. Kebakaran semak di Kilometer 15 Jalan Ahmad Yani, yang menghubungkan Banjarmasin-Banjarbaru, bahkan menjalar hingga ke tepi jalan.

Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah petani di daerah tersebut memang mulai membakar lahan mereka. Hal itu mereka lakukan dalam rangka menyiapkan sawah untuk menghadapi musim tanam berikut.

Menurut Akhmad Rijali Saidy, dosen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, pengolahan lahan dengan membakar dilakukan petani karena mereka berpikir cara itu paling mudah dan murah. Hanya saja, sawah tadah hujan mereka semula adalah lahan gambut.

Akibatnya, pembakaran lahan juga menghasilkan asap yang tebal. Akhmad menambahkan, asap semakin banyak bila yang dibakar adalah lahan yang sudah lama tidak digarap.

"Kalau tidak ada upaya yang konsisten untuk mengubah perilaku dan kebiasaan bertani ke arah yang lebih baik, setiap tahun Banjarmasin akan diserbu asap tebal," kata Akhmad.

Kebakaran hutan hebat antara lain terjadi di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam di Kabupaten Banjar Baru, Jumat lalu.

Menyebar

Di Sumatera Selatan, asap tebal selain menyelimuti Kota Palembang, juga muncul di sejumlah kabupaten/kota. Asap bahkan menyebar hingga ke sebagian ruas jalan lintas timur dan jalan lintas tengah Sumatera. Hingga kemarin siang, pembakaran lahan juga masih marak di sejumlah daerah.

Berdasarkan pantauan Kompas, sekitar pukul 12.00 kabut asap terus menyelimuti sebagian kawasan Kabupaten Muara Enim, Kota Prabumulih, Kabupaten Ogan Ilir, sampai Kota Palembang. Kabut itu meluas sampai ke jalan lintas tengah dari Kecamatan Gelumbang, Muara Enim, sampai ke Ogan Ilir sepanjang sekitar 146 kilometer.

Yudi, pengemudi angkutan Sinar Dempo, mengeluhkan pekatnya asap sehingga menyebabkan mata perih. Meskipun seluruh kaca kendaraan telah ditutup, kabut asap itu masih merembes ke dalam kendaraan sehingga mengganggu pandangan. "Kenapa sih persoalan kabut asap selalu susah diatasi setiap tahun?" keluhnya.

Dari Jambi dilaporkan, kebakaran hutan lindung Taman Hutan Raya Tanjung di Kabupaten Muaro, yang sudah berlangsung selama tiga hari, hingga kemarin belum teratasi. Api di kawasan hutan produksi eks hak pengusahaan hutan PT Rimba Karya Indah, di kabupaten yang sama, pun belum bisa dipadamkan.

Akibat kondisi seperti ini, pesawat Sriwijaya Air, yang menurut jadwal mendarat pada pukul 08.10 WIB, baru bisa mendarat di Bandar Udara Sulthan Thaha sekitar pukul 11.30 WIB atau molor lebih dari tiga jam.

Di Pekanbaru, papan penunjuk indeks standar polusi udara (ISPU) di depan Kompleks Perkantoran Wali Kota Pekanbaru, Riau, selama dua hari terakhir menunjukkan udara di kota itu tidak sehat. Hal ini berkaitan dengan pembakaran lahan di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. (FUL/LKT/NAT/NEL)

LINGKUNGAN

S Rabu, 27 September 2006
M Syaifullah

Hari Minggu, 24 September. Abah Tika (60) memarkir sepedanya di tepi jalan. Keranjang besar di sepedanya masih penuh ikan segar. Belum ada yang membeli.

Padahal, hari itu jarum jam sudah menunjukkan angka tujuh. Biasanya pada bulan Ramadhan seperti sekarang ini detak kehidupan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), hadir lebih awal. Banyak warga yang keluar rumah untuk jalan santai atau bercengkerama sebelum mentari muncul di ufuk timur.

Biasanya mereka inilah yang lebih cepat melariskan dagangan para pedagang ikan keliling, seperti Abah Tika, warga Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, itu. Bulan Ramadhan biasanya adalah bulan rezeki bagi mereka.

Namun, kali ini rumus itu agaknya tidak berlaku bagi Abah Tika dan para pedagang ikan lainnya. "Bagaimana mau berkeliling kalau jalanan sangat gelap tertutup asap kabut tebal. Saya lebih baik merugi tak berjualan ikan ketimbang menanggung risiko kecelakaan. Hari ini asap sangat tebal," kata Abah.

Abah membeli ikan nila, baung, dan sepat siam segar di Pasar Gambut pada pukul 05.00. Modalnya Rp 200.000 untuk sekitar 17 kilogram ikan.

Dia berusaha menjajakan ikan-ikan itu lebih pagi pada bulan puasa ini. Harapannya, ikan dapat cepat terjual habis dan total keuntungan sebesar Rp 20.000-Rp 30.000 dapat diraih.

"Tadinya keuntungan ini bisa membantu istri beli makanan buat buka puasa. Tetapi, karena menjualnya di atas pukul 09.00, tidak bisa laku semuanya," ucap Abah.

Abah pasrah dengan cuaca buruk ini. Kalaupun mau protes, ke mana dan kepada siapa, ia tak tahu.

Kabut asap yang pekat dalam tiga hari terakhir hingga Selasa (26/9) membuat atmosfer bulan puasa kali ini berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk ke luar rumah seusai sahur, warga harus berhadapan dengan asap yang justru tebal pada dini hari hingga sekitar pukul 07.00.

Biasanya, setelah makan sahur, warga ke luar rumah. Jalan-jalan di kawasan permukiman selalu dipenuhi lelaki, perempuan, remaja, dan anak-anak. Berpakaian rapi dan bersih, mereka berbondong-bondong menuju masjid dan mushala.

Ipeh, warga Kecamatan Kertak Hanyar, menuturkan, pada hari pertama puasa hanya lima warga yang hadir di mushala dekat rumahnya untuk menunaikan shalat subuh berjamaah. Padahal, di hari-hari biasa pun sedikitnya 40 warga berjamaah di tempat ibadah tersebut.

Pekatnya asap yang menyesakkan napas dan sedikitnya jemaah akhirnya membuat ceramah subuh di mushala ditiadakan dalam dua hari pertama Ramadhan. "Ceramah baru diadakan pada hari ketiga setelah jumlah jemaah 20 orang," tutur Ipeh.

Ipeh juga merasa kehilangan suasana gembira yang biasa dia nikmati saat memulai hari dalam bulan puasa. Dia belum melihat remaja-remaja berkumpul di mushala, remaja yang berkeliling permukiman dengan sepeda motor, atau anak-anak yang bermain di jalan setelah makan sahur dan shalat subuh. Semuanya lebih memilih bergiat dan beribadah di dalam rumah, menghindar dari kabut asap.

Ipeh tidak sendirian. Fadli, warga Kilometer 15 Kecamatan Gambut, juga kehilangan tradisi bulan puasa lainnya, "baragakan sahur".

Itu adalah aktivitas warga— biasanya remaja dan anak-anak lelaki—yang berkeliling kampung untuk mengingatkan warga agar mulai makan sahur. Mereka membangunkan warga dengan membunyikan berbagai alat musik, seperti kendang dan gamelan, serta berteriak berirama.

Seperti halnya Ipeh dan Abah, Fadli juga hanya bisa maklum. Siapa yang mau dan orangtua mana yang tega membiarkan anak mereka ber-"baragakan" di tengah kabut asap.

Fadli sendiri merasakan jahatnya kabut asap. Dalam beberapa hari terakhir dia dan banyak warga yang lain menderita pilek, batuk, dan sakit tenggorokan. "Walau sudah berobat atau beli obat di puskesmas, penyakit itu lamban sembuh," katanya.

Warga menderita

Kabut asap tebal memang membuat warga menderita. Mereka yang paling merasakan, antara lain, adalah warga yang tinggal di pinggiran Kota Banjarmasin, Banjarbaru, dan Kabupaten Banjar.

Dari mana kabut asap tersebut? Dalam sepekan terakhir, kebakaran yang terjadi di kawasan hutan, semak belukar, areal lahan pertanian, dan rawa lebak masih marak terjadi.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Hulu Sungai Selatan Udi Prasetyo mengatakan, kebakaran hutan di wilayahnya memang berkurang. Yang banyak terjadi adalah pembakaran lahan untuk ladang dan sawah di lahan rawa lebak.

Kebakaran yang sulit terkontrol antara lain terjadi di lahan rawa lebak Kecamatan Daha Utara dan Daha Selatan Hulu Sungai Selatan. Selain itu, juga di kawasan hutan dan semak belukar di Kecamatan Bati-bati, Jorong dan Kintap, Kabupaten Tanah Laut.

Bahkan, para penebang liar di daerah ini juga membakar areal bekas tebangan untuk menyamarkan kegiatan mereka sehingga terkesan sebagai pembukaan ladang.

"Musim" kabut asap mencerminkan betapa buruknya penanganan kerusakan lingkungan di provinsi ini. Lepas dari kabut asap, hutan-hutan Kalsel juga telah dieksploitasi secara ilegal dengan jumlah tebangan satu juta meter kubik per tahun dalam lima tahun terakhir.

Kerusakan lahan di provinsi ini juga sangat parah, mencapai 500.000 hektar. Seluas 50.000 hektar dalam kondisi sangat kritis.

Ini belum ditambah dengan penambangan yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan dan membiarkan lubang-lubang bekas tambang tanpa direklamasi. Akibatnya, sebagian wilayah Kalsel menjadi suram dan terpuruk karena pada musim hujan dilanda banjir yang hebat.

Sementara pada musim kemarau, selain kebakaran dan kekeringan, warga juga terpaksa menghirup asap seperti saat datangnya bulan Ramadhan sekarang ini.

Kabut Asap

Selasa, 26 September 2006
Banjarmasin, Kompas - Serbuan kabut asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan di sebagian wilayah Kalimantan Selatan masih terjadi. Kabut asap di antaranya menyelimuti pinggiran Banjarmasin dan ibu kota Kabupaten Barito Kuala, Marabahan.

Asap tebal terutama terjadi sekitar pukul 05.00 hingga 07.30 dengan jarak pandang berkisar 50 hingga 500 meter.

Akibat cuaca buruk, arus lalu lintas angkutan darat dan pelayaran sungai di Marabahan, yang merupakan pertemuan antara Sungai Barito dan Sungai Negara, terganggu.

"Kegiatan angkutan sungai di Marabahan mulai ramai setelah pukul 08.00," kata Riki, staf Humas Pemerintah Kabupaten Barito Kuala, di Marabahan, Senin (25/9).

Menurut Riki, kebakaran semak belukar masih terjadi di beberapa tempat di sekitar Marabahan. Kebakaran terjadi pada siang dan malam hari.

Berdasarkan pantauan Kompas, kebakaran lahan rawa, semak belukar, dan areal pertanian juga terjadi di sepanjang jalan Banjarmasin menuju Pelaihari, ibu kota Kabupaten Tanah Laut. Kepulan asap dari beberapa lokasi terlihat jelas dari jalan trans-Kalimantan pada ruas Lianggang, Bati-bati, Pelaihari, dan Kintap. Selain karena terbakar sendiri, kebakaran itu terjadi karena ulah penduduk yang membuka lahan jagung dan padi. Peladang harus selesai membuka lahan sebelum musim hujan tiba.

Kondisi pencemaran di Palangkaraya akibat asap, kemarin, berstatus berbahaya. Ini terlihat dari papan indeks standar pencemaran udara di bundaran besar pusat kota. Untuk mengakhiri pencemaran udara itu, dalam waktu dekat direncanakan pemadaman kebakaran lahan dengan menggunakan metode bom air.

Asap tebal juga masih mengganggu Jambi. Akibatnya, penerbangan ke Bandara Sultan Thaha Syarifuddin, Jambi, kemarin kembali terganggu. Jarak pandang di Bandara Sultan Thaha pada pukul 07.00-09.00 hanya sekitar 300 meter. Jarak pandang membaik, yaitu sekitar 1.200 meter, terjadi mulai pukul 10.00. Asap dari kebakaran hutan dan lahan sejak lima hari terakhir kembali menyelimuti Jambi.

"Pesawat Sriwijaya Air, yang menurut jadwal mendarat di Bandara Jambi pukul 08.10, menunda keberangkatannya dari Jakarta dan baru tiba di Jambi pukul 11.30," kata Haris, petugas ruang VIP Bandara Sultan Thaha Jambi, Senin.

Penerbangan lain yang dijadwalkan mendarat mulai pukul 10.45 tidak mengalami penundaan. (FUL/CAS/NAT)

Semua Lampu Landasan di Banjarbaru Dinyalakan

Senin, 25 September 2006
Banjarmasin, Kompas - Kabut asap sangat tebal muncul di Banjarmasin, Banjarbaru, dan Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, hari Minggu kemarin mulai pukul 05.00 hingga 08.30. Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru pun diselimuti asap sekitar tiga jam. Meski demikian, keberangkatan pesawat berlangsung normal.

Pesawat terbang bisa lepas landas karena terbantu cahaya matahari yang menembus kabut asap. Selain itu juga dibantu dengan lampu-lampu di landasan pacu yang dinyalakan.

Pesawat yang mendarat di bandara kemarin tetap sesuai jadwal. Kabut asap sempat menyiksa para pengguna jalan raya Banjarmasin-Banjarbaru sepanjang 38 kilometer.

Banyak pengendara mobil dan sepeda motor menghentikan kendaraan karena jarak pandang 5 meter-50 meter. Selain itu, mata terasa perih dan bernapas pun terasa sesak. Kondisi tebalnya asap ini terasa pada Kilometer 10 hingga Kilometer 21.

Mereka menghentikan kendaraan untuk menghindari kecelakaan. "Saya rugi tidak bisa berjualan ikan pagi ini karena harus menunggu asap menipis," kata Abah Tika, pedagang ikan keliling yang tinggal di Jalan A Yani Kilometer 12, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar.

Pengendara yang melanjutkan perjalanan mengurangi risiko tabrakan dengan menyalakan lampu dan sering membunyikan klakson. Kecepatan berkisar 10 kilometer-20 kilometer per jam.

Dua hari terakhir kabut asap tebal menerpa beberapa bagian Kalimantan Selatan. Sabtu (23/9) pagi, kabut asap tebal menerpa ruas jalan Lianggang-Pelaihari.

Yang terparah ada di Kecamatan Bati-bati. Sore hari, beberapa bagian kawasan hutan dan semak belukar terlihat terbakar.

Belum terlihat adanya upaya pemadaman. Serbuan kabut asap di perbatasan Banjarmasin-Banjarbaru-Kabupaten Banjar akan terus terjadi karena beberapa daerah hutan, semak belukar, dan lahan pertanian masih terbakar.

Pembakaran terus terjadi

Kebiasaan membakar semak belukar membuka lahan pertanian di musim kemarau di Sumatera Selatan masih berlangsung. Dari pantauan satelit Terra Modis, ditemukan 79 titik api di provinsi itu selama Sabtu (23/9), 137 titik pada Jumat (22/9), dan 309 titik pada Rabu (20/9) lalu.

Sebagian titik api ada di lahan gambut yang sulit dipadamkan, sebagian lagi di kawasan rawa. Para petani memanfaatkan sisa waktu kemarau untuk menghilangkan semak dan perdu. Sebagian lahan mulai dibersihkan dan ditanami palawija. (FUL/IAM)

Thursday, October 19, 2006

Lingkungan

Jumat, 22 September 2006
Palangkaraya, Kompas - Kabut asap kembali menyelimuti Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Jambi dengan ketebalan yang relatif parah dibandingkan hari-hari sebelumnya. Jarak pandang di Bandara Udara Tjilik Riwut, Palangkaraya, pada tengah hari berkisar 200 meter hingga 300 meter sehingga riskan bagi penerbangan. Selain itu, banyak warga yang keluar rumah mengenakan masker.

Menurut pemantauan Kompas, Kamis (21/9), kabut asap yang tebal menggayuti seluruh penjuru Kota Palangkaraya. Hingga selepas tengah hari, Palangkaraya masih berkabut tebal. Papan penunjuk kualitas udara di tengah kota sejak sehari sebelumnya sudah menampangkan indikator tidak sehat.

Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya Hidayat menuturkan, ketebalan asap di Palangkaraya dipengaruhi faktor titik api, arah dan kecepatan angin, serta awan yang membentang di sebagian besar wilayah Kalteng.

Jarak pandang di Bandara Tjilik Riwut hingga tengah hari kemarin kurang dari 500 meter, yaitu pada kisaran 200 meter hingga 300 meter.

"Kami sudah menyampaikan kondisi jarak pandang yang minim ini ke pihak bandara, yang selanjutnya menginformasikannya kepada pilot. Jarak pandang yang hanya 200 hingga 300 meter ini sangat riskan bagi penerbangan," kata Hidayat.

Di Jambi, asap tebal yang berasal dari kebakaran lahan dan hutan kembali menyelimuti Provinsi Jambi, terutama pada pagi hari. Untungnya, dalam situasi demikian penerbangan dari dan ke Bandara Sulthan Thaha, Jambi, masih tetap lancar. Satelit National Oceanic and Atmospherik Administration (NOAA), Rabu, memantau ada 70 titik api atau di Provinsi Jambi. (cas/nat)

KEBAKARAN LAHAN

Jumat, 15 September 2006
Di Kalimantan dan Sumatera, Api dan Asap Tetap Marak


Pekanbaru, Kompas - Kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kabut asap tetap terjadi di berbagai provinsi di Kalimantan dan Sumatera. Di beberapa daerah lainnya jumlah titik api berkurang sementara.

Kebakaran di Provinsi Riau sempat mereda akibat turunnya hujan deras. Data dari Kepala Seksi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau Nukman menunjukkan, 2.000 hektar (ha) kebun sawit, semak belukar, dan hutan di Desa Teluk Bagus, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, terbakar lagi.

"Kebakaran makin meluas karena kondisi amat kering. Asap makin tebal melaju ke Pekanbaru," kata Nukman, Kamis (14/9). Asap mulai dihirup warga Kota Pekanbaru dua hari terakhir. Kini BKSDA Riau telah menempatkan 35 personel Manggala Agni dan regu pemadam kebakaran Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Riau telah memeriksa lima pengelola dari lima perusahaan perkebunan. Dari satelit North Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) terpantau 59 titik api.

Kabut asap dari perairan Selat Bangka juga telah merambah seluruh penjuru kota, meluas ke Kecamatan Kepala, Bangka Barat. Kabut asap itu semakin pekat. Beberapa orang mulai terserang infeksi saluran pernapasan akut.

Jarak pandang tinggal sekitar 300 meter. Kabut asap diduga kiriman dari daratan Sumatera karena pembakaran di Mentok nyaris tidak ada.

Di Jambi, hutan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Tanjung, Kecamatan Kumpeh Hilir, Kabupaten Muaro Jambi, sekitar 75 km sebelah timur Kota Jambi terbakar.

Hari Rabu lalu satelit NOAA memantau ada 24 titik panas di kawasan tahura seluas 35.734 ha berupa lahan gambut. Diperkirakan luas Tahura Tanjung tinggal sekitar 15.000 ha. Sejak enam tahun lalu di kawasan konservasi lahan basah terjadi kegiatan pembalakan liar intensitas tinggi.

Sementara asap dari kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan juga semakin mengganggu pandangan pengemudi di jalur perairan Sungai Musi dan jalan lintas timur Sumatera, terutama pada pagi dan sore hari.

Desak ada pengusutan

Sementara petani Bukit Kuali yang lahan pertaniannya ada di Dusun Lais, Desa Lalang, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, bertekad mendesak polisi mengusut kebakaran lahan 100 ha pada Agustus lalu.

Mereka memberikan kuasa untuk mengambil langkah hukum mengusut kebakaran lahan. "Mereka menanam karet rakyat di Bukit Kuali yang kini hangus," ujar kuasa hukum petani Bukit Kuali, Andel, di Pontianak.

"Kami akan berkonsultasi dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kalbar tentang kemungkinan tindak pidana sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, lalu melapor ke Kepolisian Daerah Kalbar," ujarnya. Di dekat perkebunan rakyat terdapat perkebunan kelapa sawit milik swasta yang diduga punya andil dalam kebakaran tersebut.

Sementara sebagian Kalbar dan Kalteng sudah terbebas dari kabut asap karena hujan deras.

Menurut data satelit NOAA, mulai tanggal 8 September 2006 ada penurunan titik api dari 696 buah menjadi enam buah pada 13 September 2006. (CAS/RYO/NEL/ECA/NAT/IAM)

KABUT ASAP

Senin, 11 September 2006
Hujan Buatan Dilanjutkan Selama 10 Hari


Pontianak, Kompas - Modifikasi cuaca atau yang dikenal dengan nama hujan buatan dilanjutkan hingga 10 hari mendatang di Kalimantan Barat. Hujan buatan masih perlu untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan.

"Pemprov Kalbar telah melobi TNI AU dan Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT) agar hujan buatan tetap diturunkan terutama di Kabupaten Ketapang. Karena lobi disetujui, hujan buatan dilakukan hingga tanggal 19 September," kata Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Kalbar Sunarno, Minggu (10/9).

Hingga akhir pekan lalu, titik panas di Kalbar berfluktuasi antara 30-50 buah. Seluruh titik terdapat di Ketapang, hasil dari aktivitas pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan.

Selat Bangka

Kabut asap tetap menyelimuti Selat Bangka dan kota Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung. Akibatnya, aktivitas pelayaran para nelayan di kawasan perairan itu terganggu.

Menurut Ramdani, nelayan Tempilang, Bangka Barat, Sabtu, malam dan dini hari perairan Selat Bangka penuh kabut asap, jarak pandang hanya sekitar 300 meter. Kabut asap juga menyelimuti Mentok.

Kebakaran lahan dan hutan di Kabupaten Batanghari, Tebo, dan Sarolangun di Provinsi Jambi umumnya berada di lahan masyarakat yang tengah dibuka untuk kebun karet, kelapa sawit, dan pertanian. Setelah beberapa hari tidak ada titik panas, Sabtu lalu satelit NOAA kembali memantau adanya 52 titik panas di Provinsi Jambi. (RYO/ECA/NAT)


layah Universitas Mulawarman, menyatakan, dua pendapat itu harus sama-sama diterapkan dan dicoba beriringan.

Banyak akademisi, teknokrat, dan aktivis lingkungan mengetahui suku Dayak memiliki kearifan lokal dalam membakar lahan sehingga api tidak menyebar liar, lahan tidak serentak dibakar sehingga dampak asapnya tidak luas dan berlangsung hanya hitungan hari. Namun kini banyak petani dan peladang bukan dari etnis Dayak atau sudah meninggalkan metode pembakaran lahan tradisional.

Di sisi lain, Fahrunsyah optimistis upaya untuk membentuk budaya pertanian baru berupa pertanian menetap bukan sesuatu yang tidak mungkin. Apalagi faktor pendukungnya sudah ada. Dia mencontohkan, banyak kabupaten di Kalimantan Timur mengalokasikan dana ataupun peralatan pertanian untuk membantu warganya.

Pertanyaan yang lebih penting, maukah memulai semua upaya pencegahan itu dari sekarang? (YNS)

Kabut Asap yang Jadi Rutinitas Tahunan

Senin, 11 September 2006
m syaifullah dan c anto saptowalyono

Penerbangan ditunda 90 menit! Warga diharapkan mengenakan masker pernapasan! Sekolah diliburkan sementara! Pengusaha berada di belakang kebakaran lahan! Peladang berpindah adalah pelaku pembakaran! Indonesia agar berhenti mengekspor kabut asap!

Kalimat seperti itu menjadi partitur yang berulang sepanjang tahun seiring datangnya kemarau. Salah satu panggungnya tetap sama: Kalimantan. Pementasannya tidak berubah: kebakaran hutan dan lahan.

Setiap kemarau datang, kepanikan menjelang. Tim pemadam bergerak tunggang langgang ke berbagai lahan yang berkobar. Titik panas bermunculan, kabut asap menghadang.

Pejabat menggugat pengusaha kehutanan industri dan perkebunan yang arealnya terbakar. Pengusaha menuding peladang berpindah yang memasuki wilayahnya. Peladang mengaku memiliki lahan sendiri untuk dibakar.

Pemadam dan api, titik panas dan kabut asap, masker dan penyakit pernapasan, serangan dan pembelaan. Saat kemarau di Kalimantan, semua fakta, data, dan argumentasi muncul bersamaan, berlawanan dalam berbagai nada bak ekspresi contrapuntal dalam musik Barok.

Asap Kalimantan menjadi momok. Pada kemarau tahun ini titik panas bermunculan tiap hari. Kadang puluhan, kadang ratusan. Semua diikuti kabut asap kecuali Kalimantan Timur yang relatif belum terganggu. Penerbangan di Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, terganggu. Penundaan terlama sekitar empat jam terjadi 24 Agustus lalu. Beberapa hari terakhir, giliran penerbangan ke Ketapang jadwalnya menjadi tidak menentu. Jarak pandang minimal 800 meter kerap tak terpenuhi karena asap.

Asap merugikan aktivitas keseharian, pemerintahan, dan perdagangan. Manajemen Hotel Peony di Jalan Gajah Mada, Pontianak, misalnya, harus memasang tudung plastik di restoran outdoor di lantai lima.

Pemadaman

Seperti halnya kebakaran hutan-lahan dan kabut asap yang datang tiap tahun, reaksi pemerintah setempat, wakil rakyat, warga, hingga pers sebagian besar juga sama rutinnya: menunggu dan bergerak dengan fokus memadamkan kebakaran. Ativitas belum berupa antisipasi yang cepat dan koordinasi yang semakin baik.

Pertengahan Agustus lalu di Kalimantan Selatan, misalnya, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tanahlaut Aan Purnama tidak percaya ketika tahu ribuan tanaman proyek rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan Gunung Batu, Kecamatan Pelaihari, seluas 65 hektar ludes.

Kebakaran di hutan lindung itu dinilai tidak perlu terjadi kalau saja petugas pengendali kebakaran hutan dan lahan bertindak cepat. Aan heran, karena kantor operasional petugas pengendali kebakaran hutan dan lahan yang berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berada tidak jauh dari lokasi kebakaran.

"Kalau di daerah itu tidak ada petugas yang berkompeten terhadap masalah, barulah wajar kenapa kebakaran di hutan itu begitu luas," kata Aan.

Walau apel siaga dan surat resmi agar kabupaten/kota memantau kemunculan titik panas sudah dilakukan, kebakaran di hutan, perkebunan, ataupun ladang pertanian tetap bermunculan di Kalimantan Selatan. "Nyatanya, sampai sekarang laporan itu sama sekali belum ada," ujar Kepala Dinas Kehutanan Sony Partono.

Menurut Sony, beberapa perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan dan hutan tanaman industri juga belum melaporkan kawasan hutan mereka yang telah terbakar. Berdasarkan data citra satelit, hampir semua kawasan, hutan maupun lahan, ada titik panasnya.

Citra titik panas yang ditangkap satelit memang belum tentu merupakan kebakaran lahan atau hutan. Untuk itulah pemeriksaan langsung di lapangan menjadi penting.

Persoalan teknis lapangan itu sulit dilakukan. Padahal, daerah rawan kebakaran tetap sama, belukar di sepanjang jalan lintas luar Palangkaraya, lahan telantar di Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Kapuas, lahan eks program lahan gambut sejuta hektar, juga perkebunan besar di sejumlah kabupaten seperti Sukamara, Lamandau, dan Katingan.

Wakil Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah Agus Sutoko mengakui koordinasi masih menjadi masalah. Alhasil, penanganan titik api dan kebakaran selama ini masih keroyokan. Menurut tugas pokok, sebenarnya Manggala Agni dari BKSDA menangani kawasan hutan konservasi. Di kawasan pertanian masyarakat, dinas pertanian yang harus turun tangan.

Pencegahan

Ungkapan "mencegah lebih baik daripada mengobati" juga berlaku bagi kabut asap dan kebakaran hutan-lahan. Sudah saatnya kita semua bersama-sama bertindak berdasar program terpadu dan saling mendukung untuk mencegah kebakaran.

Hanya ada dua penyebab kebakaran. Pertama, api tersulut secara alami karena lahan yang kerontang dan tanaman mengering. Seperti di Kalimantan Timur, lapisan tanah atasnya begitu tipis, sementara lapisan bawahnya kaya dengan kandungan batu bara. Penyebab kedua, akibat ulah manusia baik sengaja maupun tidak sengaja.

Membakar adalah cara yang paling mudah dan murah untuk membuka lahan bagi bermacam tujuan, antara lain berladang, menyiapkan lahan perkebunan ataupun pemukiman.

Pascakebakaran yang melalap 5,2 juta hektar hutan dan lahan di Kalimantan Timur, terbitlah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Masih ada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 yang mengatur pengendalian kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan kebakaran lahan atau hutan.

Oleh karena itu, upaya penyidikan terhadap tiga perkebunan yang diduga membakar lahan oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Barat patut didukung. Menyangkut kebakaran areal hutan industri atau hutan produksi dan perkebunan, yang lebih penting adalah membangun kerja sama dan koordinasi antarinstansi pemerintah, perusahaan, dan warga.

Di satu sisi, peladang jadi tertuduh. Di sisi lain, ada kecurigaan warga hanya jadi alat untuk membuka lahan. Yang jelas, membiarkan peladang membakar lahan perkebunan akan merugikan perkebunan atau hutan industri itu sendiri karena pengusaha tak bisa mengolahnya.

Sementara itu, pemerintah juga harus memulai sosialisasi metode pembukaan lahan untuk perladangan masyarakat yang meminimalkan kebakaran liar penyebab kabut asap.

Fahrunsyah, Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah Universitas Mulawarman, menyatakan, dua pendapat itu harus sama-sama diterapkan dan dicoba beriringan.

Banyak akademisi, teknokrat, dan aktivis lingkungan mengetahui suku Dayak memiliki kearifan lokal dalam membakar lahan sehingga api tidak menyebar liar, lahan tidak serentak dibakar sehingga dampak asapnya tidak luas dan berlangsung hanya hitungan hari. Namun kini banyak petani dan peladang bukan dari etnis Dayak atau sudah meninggalkan metode pembakaran lahan tradisional.

Di sisi lain, Fahrunsyah optimistis upaya untuk membentuk budaya pertanian baru berupa pertanian menetap bukan sesuatu yang tidak mungkin. Apalagi faktor pendukungnya sudah ada. Dia mencontohkan, banyak kabupaten di Kalimantan Timur mengalokasikan dana ataupun peralatan pertanian untuk membantu warganya.

Pertanyaan yang lebih penting, maukah memulai semua upaya pencegahan itu dari sekarang? (YNS)

Pembuka Ladang Diminta Melapor

Minggu, 10 September 2006
Menhut: Tak Ada Hutan yang Terbakar



Banjarmasin, Kompas - Titik api masih terjadi di sejumlah kawasan hutan di Pulau Kalimantan. Namun, pemerintah setempat berupaya mengendalikannya dengan meminta warga terlebih dahulu melapor kepada kepala adat atau kepala desa sebelum membakar tanaman untuk membuka ladang.

Hal itu, misalnya, ditemui di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. "Ini bukan untuk melarang, tetapi untuk mengendalikan kebakaran agar tidak merembet ke mana-mana," kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Udi Prasetyo di Kandangan, Sabtu (9/9).

Pembakaran ladang secara terkendali ini juga sangat terbantu dengan adanya hukum adat. Dalam hukum adat antara lain disebutkan, pembakar harus membayar denda bila ada kebun karet warga yang terbakar. Denda untuk sebatang pohon karet Rp 50.000. "Di sini kita melihat kearifan tradisional pada masyarakat Dayak Meratus di Loksado masih terpelihara," ungkap Udi.

Hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan tersebut sangat kering dan mudah terbakar. Kamis sore lalu, sekitar 20 hektar kawasan hutan di Desa Ambutun, Kecamatan Telaga Langsat, habis dilalap api selama enam jam. Beberapa hari sebelumnya, 1.200 pohon program gerakan rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2003/2004 dalam tiga hektar hutan Gunung Madang, Kecamatan Padangbatung, juga terbakar.

Untuk menghindari api menyebar ke dalam hutan, imbauan untuk melapor disampaikan kepada warga di Kecamatan Loksado.

Untuk mengatasi dampak asap, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Dinas Kesehatan sudah membagikan 80.000 masker pernapasan dari 100.000 yang disiapkan. Pembagian tersebut diharapkan merangsang warga untuk mencegah dampak asap bagi kesehatan. "Warga dapat memperolehnya secara gratis," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya Rian Tangkudung, Sabtu.

Selama seminggu terakhir, pada papan penunjuk kualitas udara di bundaran besar pusat Kota Palangkaraya dicantumkan keterangan indikator tidak sehat. Namun, pada Sabtu sore, keterangan itu diganti dengan indikator sedang.

Dinas Kehutanan Kalteng mencatat, tiga daerah dengan jumlah titik panas atau titik api tergolong tinggi pada 8 September adalah Kabupaten Gunung Mas (155 titik), Kapuas (153), dan Murung Raya (103).

Akan tetapi, Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan, selama ini tidak ada hutan yang terbakar. Menurut dia, yang disebut-sebut sebagai hutan terbakar itu adalah lahan milik masyarakat. "Yang harus diingat, ini bukan hutan yang terbakar. Itu lahan masyarakat," kata MS Kaban di Bandung, Jumat malam. (FUL/CAS/MHF)

Kebakaran Lahan

Jumat, 08 September 2006



Palangkaraya, Kompas - Pemerintah Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengerahkan 11 tim serbu api kelurahan yang bergerak memadamkan kebakaran lahan dan hutan. Di provinsi itu, kabut asap mengganggu pelayaran yang melintasi sungai di kawasan rawan kebakaran.

Di Kalimantan Barat, tim Mandala Agni memadamkan kebakaran pada hutan dan lahan seluas 1.200 hektar selama kurun Juli-September. Mandala Agni berkekuatan 240 orang dan ditempatkan di lima kabupaten. Kini, sebagian besar personelnya ditempatkan di Ketapang.

"Kami menyaksikan langsung kebakaran seluas 2.000 hektar, tetapi kami hanya mampu memadamkan api pada area seluas 1.200 hektar," kata Koordinator Mandala Agni Kalbar Gunawan Budi, Kamis (7/9).

Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Palangkaraya Suliathie mengatakan, tim serbu api kelurahan (TSAK) dapat digunakan warga. "Masyarakat dapat minta bantuan langsung apabila ada kebakaran lahan di wilayahnya," kata Suliathie.

TSAK dibentuk Pemerintah Kota Palangkaraya bekerja sama dengan Centre for International Co-operation in Management of Tropical Peatland (Cimtrop). Tim tingkat kelurahan tersebut merupakan proyek percontohan pertama di Indonesia.

Selama Agustus lalu, TSAK sudah memadamkan lebih dari 100 hektar lahan terbakar di seputar Palangkaraya, misalnya 45 hektar di Tanjung Pinang dan 22 hektar di Kameloh Baru.

Angkutan sungai

Kabut asap sudah mengganggu angkutan sungai di Kalteng dan pekerjaan nelayan di Sumatera Barat. "Kami memilih menghentikan kapal saat kabut tebal karena, kalau kurang hati-hati, dapat kandas bila menabrak kayu atau gosong pasir," kata Jaelani, nakhoda kapal barang rute Bahaur- Pangkuh-Palangkaraya.

Perjalanan kapal Bahaur-Palangkaraya sering mulur hingga enam jam. Pada kondisi normal, pelayaran dapat ditempuh selama 20 jam, tetapi selama kabut asap ini menjadi 26 jam.

Adapun Kota Padang dan sekitarnya, sampai Kamis (7/9) petang, masih dilanda kabut asap tebal. Meski hujan turun sebentar, kabut asap tak menunjukkan tanda-tanda berkurang. Nelayan mengeluhkan kabut asap yang terjadi sejak tiga hari terakhir yang lebih tebal daripada hari-hari sebelumnya. Banyak nelayan kehilangan arah untuk pulang.

"Nelayan kapal bagan, yang mestinya pukul 06.00 sudah mendarat, sampai pukul 10.00 belum membawa ikan hasil tangkapan," kata seorang nelayan, Anto, di tempat pendaratan ikan Pasia Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah, Padang. (CAS/RYO/NEL/NAL/LKT/IAM)

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
Jumat, 08 September 2006

Wednesday, October 18, 2006

ISPU Level Berbahaya

Selasa, 17 Oktober 2006 01:05:52

Banjarbaru, BPost
Ancaman kabut asap makin mengancam kesehatan warga Kalimantan Selatan. Pengukuran Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL PPM) Kalseltengtim di Banjarbaru, menunjukkan level berbahaya.

Rendahnya mutu udara langsung terasa bagi warga Kalsel, terutama warga Gambut hingga Landasan Ulin. Dilaporkan, grafik penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kota Banjarbaru meningkat tajam.

Sekurangnya 1.369 warga Banjarbaru tercatat menderita gejala ISPA seperti influenza dan pnemonia dan sesak nafas selama September hingga Oktober.

Akibat kotornya udara di daerah ini, satu unit alat penangkap Partikuler Mikron 10 (PM 10) dan Asessment Polutan Monitoring (APM) rusak. Alat milik BTKL PPM yang mengukur kualitas udara dan ditempatkan di stasioner Puskesmas Pramuka ini, jebol dan sementara tak dapat difungsikan.

I Ketut Winasa, Kepala BTKL PPM di Banjarbaru, menerangkan kategori ISPU yang masih bisa ditangkap oleh alatnya hanya yang ditempatkan di stasioner Puskesmas Landasan Ulin.

"Kita akhirnya hanya mengukur yang di Landasan Ulin, karena yang di Banjarmasin alatnya rusak. Karena udara kotor, filternya selalu diganti-ganti dan akhirnya tak dapat berfungsi lagi. Udaranya sudah masuk kategori berbahaya," tandasnya.

Ketut yang didampingi Hamidi, Kepala TU BTKL PPM, merincikan sejak pengukuran 13 September hingga Selasa (17/10), lonjakan grafik ISPU cukup signifikan. PM 10 sebagai parameter kritis kualitas udara mencapai hingga enam kali lipat lebihnya dari batas ISPU berbahaya yang sebesar 300.

Pengukuran berbahaya terutama terjadi sejak Rabu (11/10) hingga Minggu (15/10). Pada rentang waktu tersebut terekam ISPU Kalsel terutama di Landasan Ulin yang mengalami kepekatan kabut asap sangat tinggi di Kalsel mencapai level tertinggi 1.600 (tabel di bawah). Padahal sebelumnya, PM 10 masih menunjukkan posisi kritis dengan posisi antara 150 dan maksimal 286.

Melihat kondisi itu BTKL merekomendasikan, Dinas Kesehatan agar menyediakan lokasi khusus untuk para penderita ISPA yang gawat. Mereka harus dipastikan dirawat ditempat yang benar-benar steril dari pencetus ISPA. Misalkan jika di rumah sakit atau puskesmas, diupayakan ada ruangan khusus yang bebas asap.

Bahkan, sambung Hamidi, jika perlu masyarakat di daerah rawan bencana asap diungsikan. Ini jika kondisi asap dan serangannya pada ISPA sudah tak dapat dihindarkan, misalkan kipas angin maupun AC tak mampu mengusir serangana asap ke dalam rumah.

Hj Nurleny Saleh, Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, sangat setuju adanya rekomendasi BTKL. "Tapi, terus terang kami belum dapat mewujudkan seperti menyediakan lokasi khusus itu tidak ada. Cuma yang jelas sudah kami upayakan preventif maupun pengobatannya," terang Leny.niz

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kalbar Terancam Kekeringan Dahsyat

Selasa, 17 Oktober 2006 02:17:44

Pontianak, BPost
Terus memekatnya kabut asap di Sumatera dan Kalimantan, kian berdampak buruk terhadap aktivitas masyarakat. Bandara- bandara di Jambi, Palangka Raya (Kalteng), Pontianak (Kalbar) dan Sampit (Kalteng) membatalkan seluruh penerbangan dari dan menuju daerah tersebut, dari Senin hingga Rabu ini. Kabut asap di daerah-daerah ini hanya sekitar 100-150 meter.

Bahkan untuk Kalbar, ancaman lain mengintip. Yakni kekeringan dahsyat akibat badai El Nino. "Pada 1997, telah terjadi El Nino yang luar biasa. Kalau kita mengikuti siklus yang sudah terjadi, maka El Nino mungkin akan kembali tahun 2007, mungkin Maret dan April," ujar Kepala Bapedalda, Tri di bulan Maret dan April. Ini patut kita waspadai bersama," ujar Tri Boediarto, Selasa (17/10).

Jika ini terjadi, jelas kabut asap pun kian sulit dipadamkan. Saat ini saja, banyak pemerintah daerah yang angkat tangan. Bandara lumpuh. "Penumpang kami alihkan ke bandara terdekat, yaitu Palembang dan Banjarmasin untuk melanjutkan penerbangannya. Kami fasilitasi penumpang untuk angkutan jalan daratnya," kata Dirjen Pehubungan Udara M Ikhsan Tatang, Selasa (17/10).

Kepala Bandara H Asan Sampit, Usman Effendi mengatakan penutupan aktivitas bandara ini bisa diperpanjang jika kondisi kabut asap masih saja pekat.

"Kita tidak mau berspekulasi. Jika jarak pandangnya tidak layak untuk penerbangan, kita lebih baik batalkan," tegasnya.

Menurut Kepala Cabang Angkasa Pura Bandara Supadio, Syamsul Bachri, penutupan ini dilakukan berdasar kesepakatan seluruh maskapai penerbangan yang melayani rute Pontianak. "Kondisinya membahayakan keselamatan penerbangan," tukasnya.

Di Kalteng, selain mengakibatkan penutupan bandara, kabut asap ini juga membuat Gubernur A Teras Narang meliburkan para PNS di enam daerah yakni Palangka Raya, Pulang Pisau, Kuala Kapuas, Katingan, Kotawaringin Timur dan Gunung Mas.

Mereka diliburkan untuk mengikuti gerakan bersama memadamkan kebakaran lahan dan hutan.

Di Jakarta, Menneg LH Rachmat Witoelar menyatakan yang bisa dilakukan saat ini sebagai upaya pemadaman kebakaran hutan yang terus berlangsung adalah menunggu datangnya pesawat untuk water bombing berkapasitas 40. 000 liter. Kapasitas pesawat yang ada saat ini, hanya 1.000 liter.

"Yang bisa dilakukan manusia, kita masih menunggu datangnya pesawat semacam Ilyushin untuk water bombing," kata Rachmat ketika ditanya soal rencana darurat pemadaman kebakaran. Namun Rachmat tidak dapat memastikan kedatangan pesawat itu. tnr/kcm/ck3

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Udara Banjarmasin Tidak Sehat

Senin, 16 Oktober 2006 01:37:03

Banjarmasin, BPost
Kabut asap yang menyelimuti Kota Banjarmasin dalam beberapa hari terakhir menyebabkan jumlah penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) meningkat tajam.

Berdasarkan data terakhir yang dimiliki Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, selama Agustus 2006, total penderita ISPA sebanyak 12.046 orang, dengan rincian 5.597 balita dan 6.449 orang dewasa. Pada bulan September 2006 meningkat menjadi 13.489 orang, terdiri dari 6.318 balita dan 7.171 orang dewasa.

Kepala Dinkes Kota Banjarmasin, Rosalie Gunawan, Senin (16/10) mengatakan, meski terjadi peningkatan jumlah penderita ISPA, namun angkanya masih dalam batas kewajaran sehingga tidak perlu diberlakukan status Kejadian Luar Biasa (KLB).

"KLB hanya diberlakukan apabila jumlah kejadian meningkat dua kali lipat dari bulan sebelumnya. Apabila dilihat dari data yang ada, peningkatan yang terjadi tidak terlalu besar," ungkapnya.

Walaupun demikian, Dinkes Kota Banjarmasin, tetap terus memantau perkembangan ISPA. Setiap Puskesmas telah dibekali dengan obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengatasi ISPA.

Rosalie juga mengatakan, peningkatan jumlah penderita ISPA mengindikasikan kualitas udara di Kota Banjarmasin dalam keadaan tidak sehat.

Untuk itu dirinya mengimbau agar warga senantiasa menjaga kondisi kesehatan serta tidak terlalu banyak melakukan aktivitas di luar rumah.

"Kembali kami ingatkan kepada warga Banjarmasin, agar terus menjaga kondisi tubuh, dan jangan melakukan aktivitas di luar rumah jika tidak terlalu penting. Kemudian jika mengalami gangguan yang ciri-cirinya menyerupai ISPA, segera datang ke Puskesmas atau instansi kesehatan terdekat,"jelasnya.

Berdasarkan hasil pengukuran Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang dilakukan Dinkes Kota bekerjasama dengan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL-PPM) Banjarbaru, udara di Kota Banjarmasin sudah dalam kondisi tidak sehat.

Pelaksanaan kegiatan pengukuran yang dilakukan di lingkungan Puskesmas terminal Jalan Pramuka, tanggal 10-11 Oktober 2006, menunjukkan angka beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran, melebihi batas syarat maksimal baku mutu udara ambien.

Salah satunya adalah Partlkullat Matter (PM 10) yang batas syaratnya adalah 150 ug/m3, tetapi berdasarkan hasil penelitian Dinkes Kota angkanya mencapai 206,500 ug/m3.

Sementara hingga saat ini Dinkes Kalsel masih belum memiliki data lengkap mengenai jumlah penderita ISPA di Kalsel terhitung hingga akhir September 2006.

Hal tersebut dikarenakan baru sebagian kabupaten/kota yang telah menyerahkan laporan jumlah penderita ISPA di wilayahnya masing-masing. Meski demikian, dari data sementara yang dimiliki Dinkes Kalsel, jumlah penderita ISPA di Kalsel juga mengalami peningkatan 8,8 persen dibanding bulan Agustus 2006.

Kasubdin Pengendalian Penyakit dan Penyehatan (P2PL) Dinkes Kalsel, Sukamto mengatakan, data sementara tersebut diperoleh dari laporan Puskesmas sentinel (percontohan) yang ada di wilayahmasing-masing kabupaten/kota yang ada di wilayah Kalsel.

"Data dari Puskesmas sentinel dapat dijadikan acuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan ISPA di wilayah satu kabupaten, pasalnya Puskesmas tersebut memiliki jangkauan wilayah yang luas, serta tenaga medis serta prasarana yang relatif lengkap," ujarnya.ck6

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Titik Api Sulit Dijangkau

Minggu, 15 Oktober 2006 01:31:55

Martapura, BPost
Banyaknya titik api yang sebagian besar terletak jauh dari jangkauan kendaraan darat membuat penanggulangan kebakaran sulit dilakukan.

Sulitnya pemadaman kebakaran lahan di Jl Gubernur Syarkawi (persimpangan Tugu Jl A Yani Km 17) menjadi bukti aparat BPK di darat memang kesulitan untuk memadamkan api secara maksimal.

"Kalau kebakaran terjadi di dekat jalan mungkin masih bisa kita tanggulangi. Namun, jika terjadi di tengah hutan galam yang jaraknya 500-an meter dari jalan, kita pasti kesulitan. Medannya berat, sehingga mobil BPK tidak bisa mendekat. Selang kita juga sangat terbatas," tutur Camat Gambut Abdul Razak di sela operasi pemadaman api di lokasi, Sabtu (14/10).

Untuk mengatasi hal itu, petugas BPK Gambut dan Pemkab Banjar dibantu BPK Iranugraha pernah menyambung seluruh persediaan pipa untuk mencapai titik api berjarak 300 meter dari jalan darat.

Belasan tentara dari Kodim 1006 Martapura dan Batalyon 623 saat itu tampak bahu-membahu dengan aparat BPK menyambung selang dan memadamkan api yang tengah membakar hutan galam.

"Ini titik api yang bisa terjangkau, bagaimana kalau titik apinya jauh lagi jaraknya. Harus jujur, kita memang memerlukan bantuan dari udara, dengan cara bom air," ungkapnya.

Sayangnya, sejak titik api bermunculan di Kecamatan Gambut awal Agustus lalu, tidak pernah ada pesawat atau helikopter khusus yang terbang untuk menggugurkan bom air di titik-titik api. adi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Jarak Pandang Kian Pendek

Minggu, 15 Oktober 2006 02:03:30

Sampit, BPost
Masalah kabut asap di Kalimantan dan Sumatera tak kunjung terselesaikan. Di Kalimantan, kondisi terparah terjadi di kota Sampit, Kalimantan Tengah.

Minggu (15/10), kabut asap kian tebal memayungi kota ini. Terlebih kebakaran lahan gambut yang terjadi di ruas jalan Trans Kalimantan poros selatan dalam beberapa hari terakhir, belum juga berhasil dipadamkan.

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Kota Waringin Timur, namun karena luasnya kebakaran dan minimnya peralatan, kebakaran belum teratasi. Jarak pandang pun kian pendek. Bahkan di pagi hari, maksimal hanya lima meter.

Kesulitan pemadaman kebakaran lahan gambut juga terjadi di Kalsel. "Kalau kebakaran terjadi di dekat jalan mungkin masih bisa kita tanggulangi. Namun, jika terjadi di tengah hutan galam yang jaraknya 500-an meter dari jalan, kita pasti kesulitan.

Medannya berat, sehingga mobil BPK tidak bisa mendekat. Selang kita juga sangat terbatas," tutur Camat Gambut Abdul Razak.

Sedang di Sumatera, ketebalan kabut asap di beberapa bagian Kota Palembang mulai menipis. Ketebalan kabut asap mencapai 350 meter. Kondisi ini berbeda dengan aliran Sungai Musi. Kabut asap di kawasan ini masih tergolong pekat.

Jarak pandang mencapai 100 hingga 150 meter. Akibatnya, aktivitas perairan di kawasan ini sedikit terganggu. Banyak nelayan tidak melaut.

Di Jambi, ratusan warga menggelar Shalat Istisqa (mohon hujan). Di provinsi ini, aktivitas penerbangan terus terganggu. Penundaaan dan pembatalan jadwal sering dilakukan. Bahkan, Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin menyatakan tidak sanggup untuk menyetop kabut asap dalam jangka waktu terbatas. Sebab, sarana dan prasarana yang dimiliki tidak memungkinkan untuk mengatasi kondisi di lapangan

Kondisi sama dialami Kota Pekanbaru, Riau. Jarak pandang maksimal hanya 400 meter. Kabut asap ini bukan hanya berasal dari asap kiriman dari provinsi tetangga, namun juga berasal dari kebakaran hutan di kawasan tersebut. Berdasarakan pantauan satelit NOAA, sedikitnya terdapat tujuh titik api di Provinsi Riau.

Tidak hanya di dua pulau itu saja. Di Sulawesi, kebakaran yang terjadi di sejumlah lahan yang berada di dekat permukiman penduduk di Jalan Poros Ondonohu, Kecamatan Poasia, Sulawesi Tenggara, membuat warga panik.

Untuk ikut mengatasi masalah ini, sekitar 1.000 personel TNI-AD dikerahkan. Mereka difungsikan untuk memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Sepucuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel.

Selain itu, sekitar 3.000 personel juga diterjunkan untuk memadamkan kebakaran lahan gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng. KSAD Jenderal TNI Joko Santoso ikut memantau langsung upaya ini.

Adil

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Malaysia bersikap adil menghadapi bencana kabut asap yang dialami Indonesia dan berdampak di beberapa wilayah di Malaysia. Kalla minta Malaysia tidak hanya mau enaknya saja.

"Soal asap, oksigennya hutan Kalimantan dan Sumatera juga membahagiakan Malaysia. Kalau ingin baiknya, tentu juga kadang-kadang kalau ada yang tidak baik dia rasa juga," ujarnya di Jakarta.

Malaysia dan Singapura memang bersuara keras dalam masalah ini. Mereka menilai Indonesia lamban menanganinya. Karena penilaian itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas nama pemerintah Indonesia telah meminta maaf.

Sebelumnya, dalam pertemuan setingkat menteri lingkungan hidup se-Asia Tenggara, disepakati semua negara maju bersama memeranginya. "Kebakaran hutan dan lahan memang meluas, sepanjang Januari-Oktober 2006. Di seluruh wilayah Indonesia ditemukan 9.335 titik api. Data dari Departemen Kehutanan, hampir 35.000 hektar hutan dan lahan di Indonesia ludes terbakar," kata Menneg LH Rahmat Witoelar.

Rahmat juga mengungkapkan, polisi telah menangkap lebih dari 300 pelaku dan sedikitnya delapan perusahaan perkebunan telah diperiksa guna diproses secara hukum. dtc/tnr/kcm/mic

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kabut Asap: Koloid Yang Berbahaya

Senin, 18 September 2006 00:42

Oleh : Amrullah
Mahasiswa MIPA Kimia Unlam

Beberapa hari terakhir ini kita merasakan kabut asap yang menyebar terutama di pagi hari. Tidak dapat kita pungkiri, kabut asap tersebut sangat mengganggu terutama sekali pada jarak pandang ditambah baunya yang tidak enak. Sadar atau tidak, setiap hari kita menghirup kabut asap tersebut yang sebenarnya sangat berbahaya bagi sistem pernafasan kita.

Kabut asap muncul sebagai akibat pembakaran lahan. Menurut data Dinas Kehutanan Kalsel, berdasarkan hasil pantauan Satelit National Oceanic Atmospheric and Administration (NOAA), hingga Agustus 2006 tercatat 313 titik api muncul di wilayah Kalsel. Termasuk 21 titik api di wilayah kota Banjarbaru yang sebagian besar berada di sekitar Bandara. Titik api tersebut, muncul akibat semakin meningkatnya kegiatan pembersihan lahan dengan cara membakar yang kerap merembet ke kawasan semak belukar.

Asap merupakan suatu keadaan senyawa yang bersifat koloid. Ketika terjadi pembakaran lahan, biasanya yang dibakar adalah bahan organik seperti pepohonan ataupun semak belukar. Hasil dari pembakaran ini, besar kemungkinan menghasilkan suatu zat yang lazim ditemui sebagai hasil pembakaran yaitu karbon dioksida (CO2). Senyawa CO2 ini biasanya berwujud gas dengan volume yang cukup besar, tergantung proses pembakaran lahan yang terjadi. Asap merupakan salah satu contoh koloid jenis aerosol padat.

Sedangkan aerosol padat merupakan koloid yang terdiri atas dua fase, yaitu fase pendispersi gas dan fase terdispersi padat. Dispersi dalam hal ini dapat diartikan sebagai sebaran (contoh terdispersi = tersebar).

Adanya kabut asap dipengaruhi oleh suhu. Oleh karena itu, pada pagi hari kita sering menjumpai kabut asap. Fenomena seperti ini merupakan salah satu sifat aerosol padat, yaitu gerak Brown. Penamaan gerak Brown karena hal ini pertama kali diamati oleh Robert Brown (1773-1858). Gerak Brown merupakan suatu gerakan acak atau tidak teratur dari suatu partikel koloid ke segala arah (biasanya zigzag).

Partikel koloid memiliki ukuran yang sangat kecil, bahkan relatif sulit diamati oleh mata telanjang. Ukurannya berkisar antara 10-9m (satu per miliar) hingga 10-6m (satu per sejuta). Semakin kecil partikel asap tersebut, maka akan semakin cepat gerak Brownnya. Demikian pula sebaliknya.

Kalau diamati, kabut asap umumnya kita jumpai pada pagi hari. Hal ini disebabkan, pada pagi hari suhu udara relatif rendah (dingin) sehingga gerak Brown dari partikel asap (koloid) menjadi lambat. Maka dari itu timbul kabut yang tidak lain adalah kumpulan asap. Seiring dengan hadirnya sinar matahari, maka suhu juga semakin naik (makin panas) akibatnya kabut asap mulai hilang karena gerak Brown partikel asap semakin cepat. Dengan naiknya kecepatan gerak Brown maka partikel asap tersebut tidak lagi terkondensasi, tetapi benar-benar terdispersi (tersebar).

Bahaya Kabut Asap

Banyak hal yang telah dilakukan untuk menghindari kabut asap. Misalnya, dengan menggunakan masker. Meskipun hal ini tidak terlalu efektif karena kadangkala masker yang dibagikan gratis tidak mampu menyaring partikel asap (koloid) yang begitu kecil, sehingga secara tidak sadar tetap saja kita terhirup udara berasap. Penyakit seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu contoh akibat terhirup asap. Selain penyakit, kabut asap kerap menjadi penyebab laka lantas karena terbatasnya jarak pandang.

Memang banyak hal yang dilakukan pemerintah untuk menangani kasus pembakaran lahan secar ilegal, seperti sanksi berat. Tetapi apakah hal ini efektif? Jawabannya, dapat kita buktikan setiap pagi hari ketika keluar rumah. Yang kita lihat saat ini adalah jawaban dari hal pertanyaan tersebut.

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Jalur Kereta Dialihkan

Senin, 18 September 2006 01:51:07

Sidoarjo, BPost
Mengantisipasi luberan lumpur di rel kereta api di Sidoarjo, Jawa Timur, terutama saat mudik Lebaran, jalur kereta api kemungkinan besar dipindahkan melalui Mojokerto, Kertosono dan Malang. Konsekuensinya, menambah daya tempuh perjalanan.

"PT Kereta Api Indonesia sedang menyiapkan skenario untuk mengalihkan jalur apabila terjadi keadaan memburuk. Misalkan rel kereta tersebut terendam lumpur. Tapi kalaupun itu terjadi, maka kita memutar dari Mojokerto melalui Madiun, Kertosono terus naik lagi ke Malang. Jadi tidak lagi melalui Sidoarjo," jelas Menteri Perhubungan Hatta Radjasa di Jakarta, Minggu (17/9).

Jika ini benar-benar dilakukan, lalu lintas keluar masuk Sidoarjo akan lumpuh. Pasalnya, jalan tol Surabaya-Gempol pun kian terancam oleh luberan lumpur yang terus meninggi. Bahkan, hingga kemarin, pascapemblokiran warga, jalan tol belum bisa dilewati karena ada pengerjaan tanggul penahan lumpur.

Selain itu, juga sedang dilakukan persiapan peninggian jalan tol khususnya di km 38-40. Secara teknis, semua itu membutuhkan waktu 10 hari ke depan.

Kian lama, semburan lumpur makin membahayakan. Bahkan, tanah di sekitar semburan lumpur di lapangan eksplorasi PT Lapindo Brantas, Porong Sidoarjo, sejak Sabtu kemarin ambles hingga 4 meter sepanjang 100 meter. Lokasi amblesnya tanah itu bagaikan kawah kecil.

Tanggul penahan semburan yang melingkar di sekitar kawah semburan juga ikut ambles. Tanggul yang berbentuk cincin ini berjarak 100 meter dari kawah semburan. Bahkan, bekas tempat snubbing unit juga ikut ambles dan terendam.

Bertahan

Hingga siang kemarin, warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, masih menduduki jalan tol. Namun mereka tidak lagi melakukan aksi pemblokiran karena air lumpur secara bertahap mulai dibuang ke Sungai Porong.

Menurut sejumlah warga, mereka terpaksa ke kawasan jalan tol karena belum mendapat uang tunjangan hidup dan uang sewa rumah.

Mereka mendirikan tenda-tenda di sepanjang jalan tol Gempol-Surabaya.

Seluruh harta benda milik warga RT 1 sampai RT 4, RW 05 dikumpukan memenuhi satu sisi jalan tol. Tampak sejumlah barang seperti televisi, kasur, sepeda berada di jalan tol. Apabila hari mulai gelap, mereka tidak khawatir kegelapan karena ada lampu penerangan yang biasa digunakan Lapindo untuk proses pengeboran.

"Selama belum dapat uang kompensasi, warga tetap mengungsi di jalan tol. Baru nanti kalau cair kita persiapan pindah," kata Ketua RT 4, Yusroni. dtc/tnr/mtv/ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Porong Lumpuh Total

Minggu, 17 September 2006 04:35

Sidoarjo, BPost
PT Jasa Marga, pengelola ruas jalan tol Surabaya-Gempol benar-benar tidak berdaya. Warga korban lumpur panas PT Lapindo Brantas menjadikan ruas jalan bebas hambatan itu bak kompleks pengungsi.

Jalur vital yang menghubungkan ibukota provinsi dengan daerah-daerah di selatan Jawa Timur itu sejak Jumat (15/9) diblokir ratusan warga. Mereka adalah warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, yang rumahnya terendam lumpur panas Lapindo. Sejumlah tenda darurat berdiri sebagai tempat berlindung sementara.

Pemandangan di ruas jalan tol Surabaya-Gempol km 40 pun berubah bak pasar dadakan. Banyak warga memanfaatkan situasi itu untuk berjualan makanan. Mereka bersaing dengan para pedagang asli menjajakan dagangan.

Berbagai makanan dan penganan mulai mi ayam, mi instan, kue, es dll dijual di pasar dadakan tersebut. "Mau apa lagi, tidak ada kegiatan yang bisa saya kerjakan, terpaksa jualan makanan," tutur seorang ibu sambil menyerahkan sepiring nasi campur kepada seorang pembeli, Sabtu (16/9) pagi.

Menariknya, kebanyakan dagangan makanan itu diserbu wartawan yang ikut menginap di jalan tol. Hingga pukul 11.00 WIB, ruas jalan tol Surabaya-Gempol masih lumpuh. Ratusan warga memenuhi bahu jalan bersama perabotan rumah tangga yang sempat diselamatkan dari terjangan air lumpur Lapindo.

Penderitaan warga di Kabupaten Sidoarjo tidak pernah berhenti sejak terjadinya semburan gas disertai lumpur di area Lapindo Brantas Inc, Juni silam. Hingga kini pihak Lapindo maupun pemerintah tidak pernah mampu mengatasi luapan lumpur panas. Bahkan luapan lumpur semakin meluas dan menenggelamkan puluhan desa.

Jumat lalu, kembali tempat penampungan lumpur jebol sehingga air disertai lumpur panas merendam rumah-rumah penduduk dan sebuah sekolah dasar negeri di Desa Besuki.

Jalan Reguler

Hingga kemarin, kondisi Desa Besuki RT 1, 2, 3, 4 RW 5 masih terendam air lumpur setinggi 30-70 cm atau hingga sepinggang orang dewasa.

Dengan diblokirnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol, praktis jalan reguler dari Porong menuju Gempol, Pasuruan, menjadi padat oleh kendaraan bermotor. Namun jalan reguler itu pun ditutup oleh warga.

Pemblokiran di Jalan Raya Porong yang merupakan satu-satunya jalan alternatif menghubungkan Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi, menjadikan kemacetan luar biasa. Barisan mobil dan bus memanjang hingga 5 km mulai dari Pasar Porong hingga Tanggul Angin.

Lumpuhnya jalur Porong itu membuat kendaraan yang akan ke Malang, Surabaya atau Banyuwangi dialihkan menuju Mojokerto meski harus memutar agak jauh.

Warga memblokir jalan raya Porong menuntut air dan lumpur panas Lapindo dibuang ke Kali Porong tanpa harus melalui water treatment. "Kami tidak ingin perkampungan kami (Desa Pejaraan dan Desa Besuki dan Mindi) tenggelam," kata Ijar, warga Desa Mindi.

"Warga bertekad terus memblokir jalan sampai lumpur dibuang ke Kali Porong," tambahnya.

Akibat pemblokiran jalan raya Porong, bukan hanya pengguna jalan yang kelimpungan, pemilik toko di sekitar jalan tersebut ketar-ketir. Mereka memilih menutup tokonya.

"Kita tidak bisa buka, karena situasinya tidak memungkinkan," kata seorang pemilik toko kelontong.

Pihak TNI AD terus berusaha melakukan negosiasi dengan warga agar menghentikan aksinya. Namun hingga menjelang tengah hari, warga tetap tidak beranjak dari ruas jalan tol Surabaya-Gempol maupun jalan raya Porong.

Sempat terjadi ketegangan ketika tiga truk Dalmas tiba di lokasi yang diduga hendak membubarkan aksi warga. Warga sempat merapatkan barisan dan berhadapan-hadapan dengan Dalmas. Namun ternyata petugas Dalmas bersenjata laras panjang itu hanya duduk-duduk.

Aksi pemblokiran baru berakhir setelah Bupati Sidoarjo Win Hendrarso mengabulkan tuntutan warga untuk membuang air lumpur Lapindo Brantas Inc ke Kali Porong.

"Saya sependapat aspirasi sampeyan. Kemarin sudah saya sampaikan dan sudah didukung eksekutif dan legislatif serta warga Desa Besuki," kata bupati.

Meski begitu Win meminta jaminan kepada warga, jika air lumpur dibuang ke Kali Porong dan nantinya menimbulkan persoalan hukum, warga harus mendukung dirinya.

"Jadi semua setuju air lumpur dibuang ke Kali Porong?" tantang Win yang langsung disambut teriakan "setuju!" oleh warga secara serempak.

Kata bupati, jika nanti pembuangan lumpur ke Kali Porong dipersoalkan pihak lingkungan hidup, warga harus membantunya. Warga kemudian berangsur meninggalkan jalan raya porong.

Langgar HAM

Sementara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai PT Lapindo dan pemerintah telah melanggar hak asasi manusia (HAM), terutama dalam ekonomi, sosial, dan budaya.

"Itu terlihat kasat mata dari dampak semburan lumpur Lapindo," kata Direktur Walhi Chalid Muhammad di kantor Komisi Nasional HAM, kemarin.

Dia menyebut bentuk pelanggaran HAM antara lain hilangnya hak anak-anak untuk bermain, pendapatan masyarakat menurun, dan tidak adanya tempat tinggal yang layak.Di sisi lain, pemerintah dan Lapindo, tidak menunjukkan usaha yang maksimal memenuhi hak-hak masyarakat.

"Tidak pernah ada pernyataan siapa korban, berapa banyak, dan apa hak-hak korban. Juga soal kewajiban yang harus dipenuhi negara dan Lapindo kepada masyarakat," ujar Chalid.

Namun penilaian berbeda dikemukakan anggota Komisi Lingkungan Hidup dan Kesehatan Komnas HAM Anshari Thayib. Menurut dia dari bukti-bukti materiil, sepintas bisa dikatakan terjadi pelanggaran HAM. Namun, bila dilihat dari upaya pemerintah dan Lapindo melakukan perbaikan, tidak bisa dikatakan terjadinya pelanggaran HAM.

"Bila dikatakan upaya, tidak bisa dikatan telah terjadi pelanggaran HAM. Tapi (pemerintah dan Lapindo) harus didorong untuk menyelesaikan (masalah)," ujarnya.

Terpisah, Kasubdit Mitigasi Bencana dan Pencemaran Lingkungan Subandono Diposaptono mengatakan, lumpur Lapindo bisa dimanfaatkan secara positif jika ditangani dengan benar.

"Kalau ditempatkan benar seperti untuk reklamasi pantai itu bisa jadi solusi menjanjikan. Nantinya, daerah tersebut bisa ditanami mangrove, karena karakteristiknya hampir sama seperti laut," ujar Subandono.

Dengan adanya penanaman mangrove akan memberi hasil positif karena tanaman itu berguna sebagai menahan abrasi, menahan tsunami dan menyerap limbah. sry/dtc

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Telaga Langsat Membara

Sabtu, 16 September 2006 01:01

Kandangan, BPost
Kebakaran hebat melanda Desa Telaga Langsat Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Jumat (15/9) sore. Lima rumah warga ludes dilalap api.

Menurut informasi yang dihimpun BPost, pertama kali api muncul dari sebuah rumah di deretan lima rumah yang menjadi korban. Warga yang baru pulang dari bekerja di kebun dan pasar, terperangah melihat asap tebal membubung tinggi.

Pemilik rumah yang berdekatan dengan sumber api panik. Ada yang mencoba menyelamatkan hartanya, ada juga yang berusaha memadamkan api dengan alat seadanya.

Namun karena dinding rumah terbuat dari papan kayu dan jaraknya satu sama lain berdempetan, api cepat menjalar. Warga tumpah ruah ke lokasi kebakaran.

Beruntung puluhan barisan pemadam kebakaran (BPK) segera berdatangan setelah menerima informasi dari warga. Lokasi kebakaran segera dikurung dari segala penjuru hingga akhirnya api mampu dijinakkan sehingga tak melebar ke wilayah lain.

Andai saja BPK tak segera datang, sebuah pabrik beras paling maju di Hulu Sungai Selatan yang dimiliki KUD Langkah Baru ikut terbakar. Pasalnya lokasi pabrik beras hanya berseberangan jalan dari lokasi kebakaran.

Setelah api habis, tinggalah puing-puing arang. Korban kebakaran hanya bisa meratapi musibah ini. Kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.

Kapolres HSS AKBP Taufik Supriadi melalui Wakapolres Kompol I Made Wijana yang ikut memantau lokasi kebakaran mengatakan, dari hasil penyelidikan sementara, kebakaran akibat obat nyamuk yang lupa dimatikan.

"Warga di salah satu rumah lupa mematikan obat nyamuk. Tapi itu baru sebatas dugaan saja," kata Wijana usai kejadian.

Catatan BPost, kejadian kebakaran ini yang kedua kali terjadi di wilayah Kecamatan Telaga Langsat dalam bulan September ini. Sebelumnya sekitar 30-an hektar hutan percontohan dan ladang rakyat luluh lantak akibat api. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Korban Lumpur Ngamuk Di Tol

Sabtu, 16 September 2006 03:29:11

* 12 Tersangka dicekal

Sidoarjo, BPost
Rumah terendam lumpur Lapindo, seratusan warga Dusun Besuki, Kecamatan Besuki, Sidoarjo, mengamuk di ruas jalan tol Gempol-Surabaya, Jumat (15/9). Selain merusak kendaraan dan fasilitas jalan, warga juga memblokir jalan tol.

Mereka marah setelah desanya diterjang air lumpur dari kolam penampungan lumpur. Dengan emosional, mereka kemudian mencabuti pagar pembatas jalan tol Surabaya-Gempol KM 40.200. Warga kemudian menghadang kendaraan yang lewat jalan tol.

Sebuah kaca mobil pick up yang melintas di jalan itu sempat dipecah warga karena tidak mau berhenti. Warga juga menurunkan paksa sopir truk pengangkut air minum dalam kemasan.

Emosi warga tampaknya sudah di ubun-ubun. Pot-pot bunga yang terbuat dari ban dan berada di jalan tol dipecahkan, kemudian mereka berusaha membakarnya.

Belasan aparat keamanan tidak bisa berbuat banyak melihat amarah warga. Saat warga menghentikan seluruh mobil yang datang dari Surabaya maupun Gempol, polisi hanya melihat dari jauh.

Arus lalu lintas di jalan tol macet total. Tidak satu pun kendaraan yang berani masuk ke lokasi demo, karena massa sudah tidak bisa dikendalikan lagi

Sore hari, amarah massa tidak kunjung reda. Justru sebaliknya, mereka mulai melakukan aksi bakar pot dan ban-ban bekas. Ini mereka lakukan untuk memblokir jalan tol. Bahkan, mereka juga menjebol pagar beton yang ada di sisi jalan tol. Pot-pot yang ada di pembatas jalan juga dihancurkan. Baju bekas dan sejumlah harta benda milik warga dibuang di tengah jalan tol.

Aksi juga dilakukan sekitar 160 buruh pabrik kerupuk, CV Surya Inti Pratama yang kini tak bisa bekerja karena perusahaan itu terendam lumpur.

Para buruh yang kebanyakan wanita ini, nekad menerobos barisan petugas dan menjebol pagar kantor Pendopo Kabupaten Sidoarjo.

Ratusan buruh ini mengaku tidak mendapatkan tanggapan serius dari Disnaker Sidoarjo, terkait perselisihan uang ganti rugi upah yang diberikan PT Lapindo Brantas sebesar Rp700 ribu per bulan.

Emosi mulai reda setelah sejumlah perwakilan diperbolehkan menemui Bupati Sidoarjo Wins Hendrarso. "Kalau memang ditemukan pelanggaran, Disnaker harus melakukan tindakan, sehingga buruh tidak menjadi korban," tegas Wins.



Racun

Terkait dengan kandungan lumpur, pengkampanye energi Jaringan Advokasi Tambang Andre S Wijaya menyatakan lumpur panas Lapindo mengandung racun. "Dari hasil uji laboratorium ditemukan ada kandungan logam berat," kata Andre.

Kandungan bahan kimia lumpur yang menyembur di Porong, Sidoarjo, itu antara lain phenol, sejenis alkohol yang bisa membuat iritasi kulit, dan senyawa chlor yang berpotensi menjadi racun jika menjadi gas chlorida. Selain itu, terdapat juga logam berat seperti raksa (hg), kromium, kadmium, dan besi.

Terkait dengan kasus ini, Mabes Polri mengeluarkan surat pencekalan untuk 12 tersangka kasus lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur. Surat bernomor B/3906/IX/2006 tertanggal 5 September itu telah disampaikan Mabes Polri kepada Direktorat Imigrasi.

"Ke-12 tersangka tersebut sudah dicekal namun tetap tidak ditahan," ujar Kabid Penum Mabes Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko.

Bambang beralasan, tidak ditahannya 12 tersangka tersebut karena diperlukan dalam penanggulangan ekses lumpur. "Agar lumpur tidak meluas. Mereka masih diminta kemampuan teknisnya untuk menanggulangi ekses lumpur itu," tambahnya. dtc/tnr/mic

Copyright © 2003 Banjarmasin Post