Sabtu, 24-11-2007 | 01:06:47
BANJARMASIN, BPOST - Data korban bencana merupakan bagian yang paling rawan menimbulkan kesimpangsiuran. Terutama jika terjadi bencana besar yang menelan ribuan korban jiwa seperti tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan gempa di Jogja.
Oleh karena itu, Kepala Pusat Departemen Komunikasi dan Informasi, Agus Salim Husein meminta agar Bagian Humas Pemprov dan kabupaten/kota menjadi garda terdepan mengumpulkan data ketika terjadi bencana.
"Data bencana, seperti berapa korban dan kerugian merupakan bagian yang paling rawan. Seringkali terjadi, informasi yang sudah telanjur disampaikan ke publik melalui media massa tidak sinkron dengan fakta di lapangan," ujarnya dalam workshop Revitalisasi Kehumasan di gubernuran, Kamis (22/11).
Akibatnya, jumlah korban yang sudah terpublikasi, besok harinya justru berkurang. Contoh konkrit, informasi yang disampaikan Satkorlak Kalsel ketika terjadi bencana di wilayah Tanah Bumbu tahun lalu.
"Jumlah korban yang dipublikasikan ratusan orang, ternyata setelah didata dengan baik korban hanya puluhan. Apa yang sudah dikatakan mati hidup lagi?," ujarnya dengan nada bercanda.
Karena itu, lanjut Agus, jika terjadi bencana, Humas di semua bidang pemerintahan harus jeli, dan rajin turun ke lapangan melakukan kroscek data korban, bukan hanya di balik meja menunggu laporan. Pasalnya, dalam bencana besar, data korban setiap waktu berkembang cepat. "Kalau menunggu laporan, keburu wartawan nanya, akhirnya data yang belum fix diberikan. Kemudian tidak boleh panik, tetap di media center, sebab panik penyebab informasi yang diterima tidak akurat," tukasnya. ais
No comments:
Post a Comment