Tuesday, December 18, 2007

Kawasan Angsau Barometer Banjir

Senin, 03-12-2007 | 00:30:51

PELAIHARI, BPOST - Jajaran petugas Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam (satlak PB) Tanah Laut selama ini hanya mengandalkan naluri alamiah untuk memprediksi banjir, sehingga acapkali meleset.

Karena rekaan didasarkan karakter hujan yang sedang berlangsung, biasanya Satlak PB tak punya waktu cukup untuk mempersiapkan peralatan sehingga pertolongan kepada korban banjir kadang kurang berjalan maksimal. Apalagi dengan minimnya sarana dan prasarana.

Permasalahan tersebut terungkap dalam Seminar Lokakarya Membangun Model Koordinasi Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat di Balairung, Kamis (29/11) pekan tadi. Acara yang digelar Yayasan Cakrawala Hijau (YCHi) bekerjasama dengan German Technical Cooperation ini dihadiri Satlak PB Kabupaten Tala dan Tanah Bumbu, relawan, dan institusi terkait.

"Pokoknya jika hujan terus menerus dalam tempo 24 jam, maka kemungkinan besar akan terjadi banjir. Ini yang selama ini umumnya menjadi pegangan Satlak PB," beber Endang SM, Divisi Riset YCHi Kalsel, dua hari lalu.

Lain lagi yang menjadi ukuran kalangan TNI di Tala. Mereka melihat kondisi air sungai di kawasan Angsau. "Jika ketinggian air dekat jembatan di sungai setempat naik sekian centimeter, berarti akan terjadi banjir," sebut Endang.

Akurasi tinggi prediksi banjir sebenarnya bisa diketahui melalui data intensitas curah hujan. Namun selama ini Satlak PB kesulitan memperoleh data itu. Padahal ada institusi yang memiliki data tersebut yaitu Badan Meterologi dan Geofisik (BMG).

"Sistem deteksi dini inilah yang harus kita perkuat melalui singronisasi visi semua pihak terkait. Ke depan diharapkan data curah hujan BMG bisa diakses secara cepat dan mudah oleh Satkorlak PB dan jajaran di bawahnya," ucap Endang.

Informasi curah hujan penting diketahui Satlak PB. Setidaknya dengan data ini jauh-jauh hari mereka bisa memperkirakan potensi banjir dan mendeteksi titik-titik yang rawan banjir. Selain hal itu, sebut Endang, ada dua hal penting lainnya yang juga perlu diperkuat sesuai hasil notulen seminar. Pertama, pembenahan sistem koordinasi antar pihak yang saling berkepentingan dalam penanganan bencana.

"Koordinasi dengan masyarakat, penting karena mereka lah yang lebih mengetahui kondisi di lapangan," jelas Endang.

Kedua, mengadakan pelatihan pada masyarakat supaya mereka bisa melakukan langkah penyelamatan pertama ketika terjadi musibah banjir.

"Sebelum bantuan datang, para korban banjir diharapkan bisa menolong diri sendiri. Misalnya mengevakuasi keluarga ke tempat yang aman," sebut Endang.

Data YCHi, 80 persen daerah di Kalsel rawan banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor akibat kerusakan alam di hulu-hulu sungai. Tahun 2006 lalu, sedikitnya 122.048 penduduk di Kalsel yang tersebar di 25 kecamatan kebanjiran. roy

No comments: