Rabu, 18 Juli 2007
BANJARMASIN ,- Fenomena alam berupa kabut asap setiap saat mengancam Kalsel. Prediksi ini muncul mengingat frekuensi hujan mulai menurun, sementara sejumlah lahan pertanian di Kalsel dan provinsi tetangga Kalteng sebagian besar sudah dipanen.
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kabut asap yang terjadi di Kalsel merupakan akumulasi asap lokal dan asap kiriman dari provinsi tetangga, Kalteng. Itu terjadi akibat pembakaran lahan pertanian dan hutan secara serampangan. ”Bencana kabut asap menjadi ancaman seiring berakhirnya musim penghujan. Meski di Kalsel belum terjadi, tapi tidak salahnya diantisipasi sedini mungkin, bagaimana mengatasinya sebelum asap membesar,” kata Sekretaris Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Satkorlak PBP) Kalsel Hadi Soesilo kepada wartawan, kemarin.
Menurut Hadi, jurus paling ampuh untuk mengatasi kabut asap adalah membentuk perilaku masyarakat agar tidak membakar saat membuka lahan pertanian.
Hanya saja, untuk mewujudkannya tidak semudah membalik telapak tangan dan perlu waktu. Karena itu, tandas Hadi, perlu solusi jangka pendek dan dicari formulasi yang tepat dalam penanganan titik api di lahan gambut. Diakuinya, sejauh ini belum ditemukan teknologi yang efektif khusus penanganan titik api di lahan gambut. Bahkan, negara sebesar Australia pun belum memiliki teknologi tersebut. “Saya baru datang dari Australia. Menariknya negara sekelas Australia ternyata belum punya teknologi untuk pemadaman titik api di lahan gambut,” ungkapnya.
Ia mengemukakan, tahun lalu sudah mencoba mengerahkan semua kekuatan Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) di Kalsel, tapi masih saja kewalahan. “Saat ini kita sudah punya 2 unit pemadam yang mampu beroperasi di lahan gambut. Idealnya 10 unit, agar berimbang dengan kemungkinan titik asap yang terjadi,” katanya.
Di sisi lain, mantan kareteker Walikota Banjarbaru ini mengungkapkan, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), hot spot (titik api) di Kalsel sekarang ini sudah sebanyak 88 titik.
Menariknya, jumlah tersebut berbeda dengan informasi dari Dinas Kehutanan Kalsel yang menyebutkan sampai Juni lalu ada 20 titik. Informasi dari Dinas Kehutanan Kalsel mengacu pada pantauan satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).(sga)
No comments:
Post a Comment