Selasa, 13 Februari 2007
Radar Banjarmasin
BANJIR Jakarta memang sudah mulai surut, tapi duka yang dirasakan para korban banjir semakin dalam. Lagi, korban meninggal akibat banjir yang melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya bertambah. Per 9 pebruari jumlahnya menjadi 64 orang meninggal. Mereka rata-rata tewas akibat terseret arus dan tersengat arus listrik. Bahkan beberapa hari terakhir wabah penyakit mulai bermunculan dan menyerang para pengungsi. Mulai dari penyakit kulit, diare sampai lestopirosis. Semua ini disebabkan oleh kondisi lingkungan di pengungsian yang tidak kondusif, sanitasi yang buruk dan konsumsi makanan yamg kurang bergizi sehingga daya tahan tubuhpun menurun. Sungguh sangat memprihatinkan sekali kondisi yang dialami oleh korban banjir tersebut.
Pasca banjir, ternyata masih meninggalkan masalah. Salah satunya adalah sampah yang bertebaran dimana-mana. Menurut hitungan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Jakarta menghasilkan 25.824 meter kubik atau sekitar 6.500 ton sampah dalam sehari. Sedangkan sampah yang bisa terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) rata-rata 84,68 persen. Sisanya sekitar 16 persen tidak terangkut dan tercecer di selokan, jalan-jalan, termasuk tercecer di 13 bantaran sungai di Jakarta.
Banjir memang merupakan masalah yang kompleks. Selain faktor alam yang disebabkan oleh tingginya curah hujan di daerah Bogor, banjir juga disebabkan oleh faktor manusia. Diantaranya, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan lingkungan, system pengelolaan sampah yang kurang baik dan sedikitnya daerah resapan air karena diganti dengan pembangunan gedung-gedung.
Kalau faktor alam memang sudah sunnatullah. Jika allah berkehendak apapun bisa terjadi. Tapi faktor manusia juga dominan mempengaruhi, karena manusia bisa menjadi ‘agen perusak’ sekaligus ‘agen penyelamat’ lingkungan. Maraknya penebangan dan penambangan liar akhir-akhir ini, menjadi penyebab langsung terjadinya banjir.
Bagaimana tidak, hutan yang seharusnya daerah resapan air sudah digunduli. Akibatnya hujan yang terjadi antara November sampai maret, menjadi momok bagi warga yang berada di daerah bantaran sungai atau daerah-daerah rendah yang selalu mendapat banjir kiriman dari daerah di atasnya.
Tragedi 2002 lalu, ketika banjir besar pertama kali melanda ibukota Negara seharusnya menjadi pelajaran yang berharga untuk tahun-tahun selanjutnya. Peristiwa lima tahunan tersebut seharusnya sudah bisa diprediksi akan terjadi lagi, tapi pemerintah sepertinya tidak punya program yang jelas untuk menanggulanginya. Yang gencar justru pembangunan infrastruktur dengan memperbanyak gedung-gedung, mal-mal, dsb.
Banjir Jakarta 2007 ini, semestinya bisa ditanggulangi dan ditanggapi dengan reaksi cepat oleh pemerintah. Agenda pembuatan daerah resapan air di Jakarta dan reboisasi hutan yang gundul harus segera direalisasikan. Tidak ada waktu untuk menunggu dan berpikir dengansegala macam dalih. Jangan terlalu banyak bicara dan berdiskusi tapi action dan reaksi yang rakyat inginkan.
Semoga banjir 2007 tidak terulang lagi, rakyat bangsa ini sudah banyak merasakan beban dari semua musibah dan bencana yang terjadi. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari bencana ini.(*)
No comments:
Post a Comment