Minggu, 11 Februari 2007 02:52
DERITA yang ditanggung Naseh dan istrinya bertumpuk-tumpuk. Sudah tiga hari terakhir ini Naseh terbaring lemas di sebuah rongsokan mobil di samping rel kereta api yang melintas di kawasan Rawa Buaya, Jakarta. Maklum, tempat tinggal lelaki paruh baya ini hanyut dibawa arus banjir yang melanda kawasan tersebut, Jumat pekan lalu.
Saat banjir meluap, Naseh dan istrinya sempat mengungsi di tenda pengungsian. Namun, karena Naseh mengidap penyakit yang dapat menular, pengungsi lain menolak kehadiran lelaki malang ini.
Dokter yang sempat memeriksanya mendiagnosa Naseh mengidap komplikasi TBC dan liver. Buruknya lokasi pengungsian dan tidak tersedianya layanan medis kian memperparah penyakit yang dideritanya.
Saat ini terdapat sekitar 11 ribu pengungsi yang tersebar di sepanjang jalur rel kereta api di Rawa Buaya. Sebagian besar dari mereka mulai mengeluhkan gejala muntaber, batuk bahkan demam berdarah.
Mereka mengharapkan tersedianya layanan kesehatan 24 jam di lokasi pengungsian, juga adanya ruangan perawatan khusus bagi pengungsi yang sakit.
Lain lagi yang diderita Eko Susanto. Warga Ciledug Indah Blok E Nomor 29, Kota Tangerang, Banten, ini mengalami depresi berat setelah air setinggi 2,5 meter menerjang rumahnya selama sepekan ini. Ia terus mengamuk dan berteriak histeris menghujat pemerintah.
Eko kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Tangerang. Maklum, ia terus meronta, bahkan mengamuk di Perumahan Ciledug Indah II. Agar tidak merepotkan warga, korban diikat tangan dan kakinya dengan tali saat dibawa ke rumah sakit.
Di kamar, korban terus berteriak histeris sambil mengeluarkan perkataan kasar yang berisi hujatan kepada pemerintah. Ia menilai, pemerintah lamban memberikan bantuan bagi korban banjir.
Dodi, sepupu korban mengatakan, korban mengalami depresi selama tiga hari terakhir ini. Korban mempermasalahkan bantuan banjir yang tidak kunjung datang, sementara rumahnya terus terendam banjir. mtc
No comments:
Post a Comment