Minggu, 7 Januari 2007 Radar Bajarmasin
BANJARMASIN - Mantan Presidium Walhi Kalsel M Budairi SH MH menilai, penanganan bencana alam yang dilakukan instansi terkait di lingkungan Pemprov Kalsel sejauh ini belum maksimal sebagaimana yang diharapkan.
Menurutnya, pola-pola yang diterapkan terkesan begitu ada bencana baru dana penanggulangan dikeluarkan. Mestinya, sambung aktivis HAM Kalsel ini, untuk penanganan bencana yang diutamakan adalah pencegahannya. "Harusnya pemerintah melakukan berbagai upaya pencegahan sedini mungkin kemungkinan terjadinya bencana alam. Makanya ada istilah early warning sistem (upaya peringatan dini) terhadap ancaman bencana yang bakal terjadi," ujarnya, kemarin.
Menurut Budairi, penanganan bencana alam harus dilakukan secara menyeluruh, bukan secara farsial atau sebagian-sebagian yang akhirnya hanya menghabiskan anggaran tanpa menyentuh subtansinya.
Dalam kontek itu, lanjut pria yang juga praktisi pendidikan ini, pemprov harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk pencegahan dan meminimalisir bencana alam serta dampak yang ditimbulkan.
"Bencana alam erat kaitannya dengan lingkungan hidup, seperti illegal logging, illegal mining, dan perilaku yang menyebabkan kerusakan alam lainnya. Nah, untuk jangka panjang pemprov memerlukan SDM yang menguasai UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 11 Tahun 1987 tentang Pertambangan, UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam," sarannya.
Budairi berpandangan, salah satu upaya meminimalisir bencana alam adalah penegakan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Sayangnya, lanjutnya, pemprov sangat sedikit memiliki orang-orang yang berkualitas dalam pengelolaan lingkungan hidup. "Coba dihitung, berapa persen aparatur kehutanan dan pertambangan yang mengerti soal lingkungan hidup. Karenanya, ketika ketika terjadi kasus perusakan alam, pemprov kalah dan pelakunya tidak terjamah hukum," kata Budairi.
Padahal, sebutnya, dalam UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup disebutkan barang siapa merusak hutan dengan sengaja maka hukumannya maksimal 10 tahun penjara. "Mestinya pemprov dapat berpatokan kepada undang-undang tersebut untuk membuat regulasi berupa peraturan daerah (perda)," tandasnya.
Kalau penjarahan hutan dan penambangan liar berkurang, tandas Budairi, dengan sendirinya ancaman bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dapat diminimalisir.
Seperti diketahui, berdasarkan estimasi Dinas Kesejahteran Sosial Kalsel, bencana alam yang terjadi pada berbagai daerah di Kalsel sepanjang tahun 2006 lalu, tak hanya banyak menelan korban jiwa. Tapi juga mendatangkan kerugian harta benda dan inprastrktur yang sangat besar, yang kalau dinilai dengan uang mencapai Rp 248.970.500.000 atau Rp 248,9 miliar lebih.
Taksiran kerugian tersebut belum termasuk bencana banjir yang baru saja terjadi di Tabalong dan Balangan. Taksiran kerugian paling besar adalah bencana banjir dan angin ribut di Kabupaten Banjar yaitu Rp 156 miliar, disusul banjir di Kabupaten Tanah Bumbu yang menelan kerugian Rp 46 miliar. Berikutnya, taksiran kerugian yang cukup besar akibat musibah banjir dan angin ribut yang terjadi di Kabupaten Kotabaru mencapai Rp 25 miliar. Tak cuma itu saja, masih ada lagi kerugian cukup besar akibat musibah banjir dan tanah longsor, seperti di Kabupaten Tanah Laut yang menelan kerugian Rp 20 miliar. Sedangkan musibah banjir dan angin ribut yang terjadi di sejumlah daerah lainnya, kerugian ditaksir rata-rata antara Rp 50 sampai Rp 100 juta.(sga)
No comments:
Post a Comment