Sabtu, 18 November 2006
Palangkaraya, Kompas - Konsorsium beberapa lembaga swadaya masyarakat dan Universitas Palangkaraya berinisiatif mencegah kebakaran lahan dan hutan di Kalimantan Tengah. Mereka memperluas kanal di lahan gambut, membentuk regu pemadam kebakaran, dan membuat sumur bor.
Konsorsium tersebut, Central Kalimantan Peatland Project (CKPP), juga membuat bor di lokasi yang jauh dari sumur. Sementara regu pemadam kebakaran dibentuk di 26 desa yang rawan kebakaran.
"Kami juga akan membuat peta daerah rawan kebakaran di Kalimantan Tengah," ujar Koordinator Wetland International di Kalimantan, Alue Dohong, di Palangkaraya, Jumat (17/11).
Konsorsium CKPP beranggotakan Wetland International, WWF-Indonesia Kalteng, Yayasan Borneo Orangutan Survival, Care International Indonesia, dan Universitas Palangkaraya. Pihak CKPP sudah membentuk regu pemadam kebakaran tingkat desa di Palangkaraya, Kapuas, Pulang Pisau, dan Katingan.
Konsorsium membantu biaya operasional tiap regu pemadam yang beranggotakan 15 warga setempat. Regu itu diberi mesin pompa, alat penyiram, pakaian tahan panas, dan beberapa perlengkapan lainnya.
"Kami berharap, lambat laun timbul kesadaran bahwa pencegahan kebakaran merupakan kebutuhan mereka sendiri. Apabila tidak ada kebakaran, lahan perkebunan karet atau rotan tidak rusak, tidak ada gangguan kabut asap," kata Alue.
Sedangkan sumur bor sudah dibuat di Tumbang Nusa dan Taruna, Kabupaten Pulang Pisau, serta Mentangai, Kabupaten Kapuas. Sumur air memudahkan pemadaman di kawasan gambut yang kedalaman air tanahnya turun atau jauh dari sumber air. Selama ini tim pemadam tidak mampu mengatasi kebakaran di kawasan gambut yang lokasinya jauh dari parit atau sumber air. Dampaknya adalah munculnya kabut asap.
Libatkan masyarakat
Sementara itu, di Lampung, masyarakat sekitar kawasan akan dilibatkan dalam penyelamatan dan pencegahan kebakaran di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Hal itu dilakukan karena hampir tiap tahun terjadi kebakaran di TNWK.
Kepala Subdinas Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Lampung Sutono, Jumat, mengatakan, pelibatan itu untuk mencegah adanya jarak antara masyarakat dan TNWK. Masyarakat boleh masuk ke kawasan dengan surat izin khusus. Langkah ini dinilai efektif karena tahun 2004 tidak terjadi kebakaran di kawasan itu.
Catatan di Dinas Kehutanan Lampung, kebakaran terluas terjadi 1991, membakar habis area 36.247 hektar (ha). Adapun kebakaran 2005 meliputi 341 ha. "Kemungkinan, kebakaran 2006 ini lebih dari 2005," katanya.
Kemungkinan, tambah Sutono, masyarakat yang sakit hati karena anggota keluarganya ditangkap tanpa ada alasan yang jelas, telah sengaja membakar lahan.
Kepala Balai TNWK Mega Haryanto secara terpisah mengatakan, pelibatan masyarakat untuk mengelola kawasan sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu. Namun, sekarang hubungan TNWK dengan masyarakat sekitar perlu ditingkatkan lagi. Dilaporkan, kemarin pagi hingga sore tidak terlihat lagi. (CAS/HLN
Sunday, November 19, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment