Selasa, 10 Oktober 2006
Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia mengakui belum bisa mengatasi asap pekat yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan di kawasan Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Teknologi hujan buatan belum bisa dilakukan karena jumlah awan belum bisa disemai untuk menghasilkan hujan buatan.
Meski demikian, sejak Senin (9/10), enam penerbangan dari dan ke Bandara Sulthan Thaha Syaifuddin, Jambi, mulai berjalan normal, setelah sebelumnya kabut asap tebal menutup kawasan bandara. Kondisi yang makin baik juga dirasakan di Pontianak, Kalimantan Barat, dengan normalnya kembali kegiatan belajar- mengajar setelah pekan lalu pemerintah setempat meliburkan seluruh sekolah selama tiga hari karena gangguan kabut asap.
"Asap pekat di atas kawasan itu baru bisa dihilangkan jika ada hujan dan angin yang berembus kuat. Hujan buatan sudah kami mulai, tetapi masih menunggu kondisi awan. Harus kami akui, ini di luar dugaan kami. Karena pengaruh taifun juga mempercepat penyebaran api," kata Menteri Kehutanan MS Kaban kepada pers seusai mengikuti rapat yang dipimpin Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Senin petang. Terhadap kebakaran dan pembakaran hutan dan lahan, selain mengupayakan water boom, pemerintah sejauh ini telah mengerahkan pasukan pemadam api dari sejumlah Manggala Asap Departemen Kehutanan serta personel TNI dan Polri.
Hadir dalam forum ini Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dan Kepala Staf Harian Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Muarif, yang dalam waktu dekat akan dilantik menjadi Kepala Pelaksana Harian Bakornas. Rapat khusus mengenai penanganan asap itu digelar Wapres Jusuf Kalla secara mendadak menyusul asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan yang mengganggu jalur penerbangan di Bandara Sulthan Thaha Syaifuddin dan mengganggu kawasan negara tetangga lainnya.
Menyangkut keluhan Pemerintah Malaysia tentang asap itu, Kaban menyatakan, "Kalau mereka mengeluh, saya kira wajar saja. Akan tetapi, mereka juga harus fair. Kita punya hutan yang mengeluarkan oksigen dan memberikan kesejukan bagi mereka, tetapi mereka tidak pernah berterima kasih. Sebaliknya, jika ada asap, mereka mengeluh. Harus seimbanglah."
Adapun Rachmat Witoelar menyatakan, Pemerintah Indonesia tahun 2002 memang menandatangani Kesepakatan ASEAN tentang Polusi Asap Lintas Batas atau ASEAN Aggreement on Transboundary Haze Pollution. Namun, hingga kini DPR belum meratifikasinya dalam ketentuan di Indonesia. "Statusnya sekarang ini masih dalam penilaian DPR. Ratifikasi itu artinya kan pengesahan oleh DPR. Tadi saya sudah bicara pada saat sidang di DPR. Pada saatnya, mereka akan meratifikasi atau tidak, itu mereka yang akan memutuskan. Pemerintah sendiri telah menandatanganinya beberapa tahun lalu," ujar Rachmat.
Pada bagian lain, Kaban mengatakan, Wapres telah memberikan pengarahan agar segera dibuat hujan buatan lagi. Pesawat Hercules dan beberapa pesawat serta peralatan sudah dikirim ke Sumsel, dan Kalteng disiapkan untuk "penyemaian" awan bakal hujan. Pemerintah juga mempersiapkan 10 helikopter tambahan untuk water boom jika tiba-tiba titik api meningkat.
Jumlah titik api, katanya, sebenarnya sudah berkurang drastis dari 6.000 titik api di seluruh Indonesia. "Hari ini di Kalteng sudah turun di bawah 200 titik api, padahal tiga hari lalu jumlahnya 1.600 dan juga 1.710 titik api. Begitu juga titik api di Sumsel yang sekarang ini di bawah 600 titik api," kata Kaban.
Daerah yang dinilai banyak titik apinya di Sumsel, di antaranya, adalah perbatasan Jambi dengan Sumsel. "Kalau di Sumsel, daerah yang paling tinggi titik apinya adalah Ogan Komering Ilir," ujar Kaban.(HAR/FUL/RYO/CAS/NAL/NAT/LKT/HRD)
Friday, November 10, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment