Tuesday, November 14, 2006

Kabut Asap

Sabtu, 04 November 2006
Penderitaan Berat Pengidap Asma...

M Syaifullah

Dengan badan yang kurus dan lemah, Ponijem (70) perlahan-lahan bangun dari tempat tidur. Untuk makan saja dia sudah tidak bisa melakukannya sendiri. Dia harus disuapi Bahra, seorang perawat.

Ponijem menderita asma berat dan terus menjalani perawatan intensif. Namun, kondisinya bertambah buruk akibat asap pekat dari kebakaran lahan dan semak belukar. Di Kalimantan Selatan, kebakaran seperti itu sudah berlangsung selama dua bulan terakhir.

"Serbuan asap ini membuat penyakit asma saya makin berat. Selain susah bernapas, badan juga menjadi terasa sakit semua," kata warga asal Jawa Timur ini.

Ponijem adalah salah satu dari 105 warga lanjut usia (lansia) yang menjadi penghuni Panti Sosial Tresna Werda Budi Sejahtera di Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Panti itu adalah tempat para lansia kembali mengisi hidup dengan penuh makna. Mereka yang tinggal di sana umumnya tergolong tidak beruntung, sebatang kara dan patah semangat.

Ada yang semula mengisi hari tuanya tanpa anak dan suami yang telah meninggal dunia sehingga warga di kampungnya membawa si lansia ke panti.

Ada juga yang pada masa mudanya adalah perempuan perantau nan tangguh di Banjarmasin.

Namun, usia menggerogoti keperkasaan dirinya. Tanpa suami dan sanak saudara di tanah rantau, si perempuan tangguh menjadi lansia dengan hidup yang sepi seorang diri sehingga dia memutuskan tinggal di panti.

Panti itu berupa kompleks bangunan yang terdiri atas 13 rumah tempat tinggal yang mereka sebut wisma. Ada juga poliklinik, gedung pertemuan, dan kantor pengelola. Semuanya bercat warna krem yang teduh.

Wisma-wisma itu berdiri saling berhadapan mengepung taman asri tempat tumbuh tanaman berbunga, pohon-pohon mangga nan rindang, rumput nan hijau, serta bangku-bangku kayu diletakkan.

Dalam kompleks itulah Ponijem dan rekan-rekannya, yang rata-rata sudah berumur di atas 60 tahun, sehari-hari merawat bunga, menyirami pohon, dan bercengkerama. Di taman itu pula mereka bersenam bersama.

Apabila saat makan tiba, para lansia berbondong-bondong ke satu gedung yang menjadi dapur umum dan kantin. Aktivitas keseharian seperti itu untuk mengusir kesunyian hidup.

Dalam diri mereka yang telah rapuh oleh usia itu pun tumbuh persahabatan dan persaudaraan. Diri menjadi bermakna karena dapat membantu saat rekannya sakit atau kesusahan, dapat dibantu, memerhatikan, dan diperhatikan. Ada juga cinta yang tumbuh di sana. Alhasil, ada beberapa lansia yang menemukan jodoh dan menikah.

Berubah

Kabut asap mengubah segalanya. Panti itu memang terletak sekitar 5 kilometer dari Bandara Syamsudinnoor, Banjarbaru. Wilayah itu termasuk yang paling parah dihajar asap dalam tiga bulan terakhir di Kalimantan Selatan.

Usia para lansia yang senja memang rentan terhadap pencemaran udara. Ponijem bukan satu-satunya yang memburuk penyakitnya karena asap di tempat itu.

Perawat Bahra mengutarakan, belum lama ini seorang penghuni terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena fisik melemah akibat usia dan buruknya cuaca. "Gangguan kesehatan yang mereka alami kebanyakan masalah pernapasan dan tenggorokan, mata, serta kurang tidur akibat asap," tuturnya.

Pengurus panti dan sekitar 40 perawat yang juga tinggal di panti itu pun harus bekerja keras menjaga kesehatan para lansia dan merawat yang sakit. Tidak diragukan, para perawat terampil untuk itu.

Namun, ada satu hal yang tidak banyak dapat diperbaiki Bahra dan rekan-rekannya, yaitu suasana penuh kehangatan yang hilang di kompleks itu.

Kabut asap memaksa semua aktivitas bersama dikurangi, bahkan ditiadakan. Tidak ada lagi senam beramai-ramai, menyiram tanaman, atau bercengkerama di taman.

Norma (60) menuturkan, dia kini lebih banyak berdiam di dalam kamar yang dia huni bersama dua rekannya. Bagaimana tidak, untuk ke mushala saja dia harus berjalan penuh kehati-hatian.

Walau terletak hanya beberapa meter dari wisma tempatnya tinggal, mushala sering tidak dapat terlihat karena pekatnya asap juga karena mata tuanya tidak lagi awas.

Keluar wisma juga berarti harus mengenakan masker pernapasan. Bagi perempuan seusia Norma, menghirup udara melalui masker cukup berat. "Selama ada asap, mata saya juga sangat perih dan sering berair kalau berlama-lama di luar ruangan," ungkap Norma, nenek asal Makassar.

Suasana dalam kompleks panti pun sunyi. Para lansia kembali merasakan sepi dalam dirinya. Beberapa di antara mereka mengaku suasana seperti itu kembali mengingatkan pada perasaan sebatang kara yang pernah mereka alami, rasa patah semangat.

Oleh karena itu, begitu bahagianya ke-105 lansia tersebut ketika cuaca membaik, Kamis (2/11) siang. Kabut pun menipis.

Para penghuni panti bergegas meninggalkan kamar, duduk santai di taman setelah makan siang. Ada kelompok yang tertawa, ada yang asyik berbincang. Ada pula yang sibuk memeriksa bunga dan ada yang berjalan beramai-ramai membawa termos untuk mengisi air hangat di dapur umum.

Bahra juga gembira melihat orang-orang tua yang dia rawat ternyata tetap sehat dan kembali bersemangat. "Selama ini kesehatan mereka terpantau dengan baik karena hampir seluruh perawat tinggal bersama mereka. Kalau bukan kita, siapa lagi yang peduli penderitaan mereka akibat asap sekarang ini," tutur Bahra.

Namun, Bahra, Ponijem, dan Norma juga tahu, udara cerah mungkin kembali hilang karena kebakaran lahan masih ada di bumi Kalimantan.

Mungkin Bahra benar, kebakaran lahan dan hutan serta kabut asap baru berakhir dan tidak akan pernah lagi terjadi hanya bila kita semua peduli terhadap penderitaan sesama.

No comments: