Saturday, October 14, 2006

DERITA KORBAN LUMPUR LAPINDO

Kamis, 05 Oktober 2006 02:27:45
Demi Dapur, Berjibaku Di Kubangan

DI saat ribuan korban lumpur panas PT Lapindo Brantas Sidoarjo, Jatim, sibuk mengungsi dan menyelamatkan diri, Muh Thoha (35) justru berasyik masyuk di kubangan lumpur. Bersama lima rekannya, warga Kampung Siring, Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo itu mengarungi luapan lumpur panas yang menggenangi permukiman warga dengan sebuah sampan.

Apakah Thoha mencari mati? Jelas tidak. Bapak dua orang anak itu justru berusaha mempertahankan kelangsungan hidup anak istri. Ya, pria yang sehari-harinya menjadi buruh tani itu, lima hari belakangan kerap menyambangi rumah warga yang terendam lumpur untuk mengais barang-barang yang ditinggalkan penghuninya.

Jangan membayangkan yang diambil barang berharga, seperti televisi, kulkas, kipas angin, atau perabot rumah tangga. Thoha hanya memungut botol bekas. Botol-botol itu, dia pungut lantas dikumpulkan lalu dijual. Hasil dari jualan botol bekas itulah yang dia gunakan untuk menafkahi anak istri.

"Ya begini inilah Mas. Sekarang saya sudah tidak punya kerjaan lagi. Dulunya saya buruh tani. Tapi sekarang sawahnya terendam lumpur semua. Jadi ya menganggur," jawabnya ketika ditanya perihal pekerjaannya yang baru itu. Hasilnya, menurut Thoha, boleh dikata cukup untuk menanak nasi meski hanya untuk sepenggal waktu.

Tiap botol dihargai Rp100 hingga Rp500. Tidak tentu, tergantung bentuk dan besar kecilnya botol. Usai dipungut, botol-botol itu dia taruh di pinggir tanggul yang mengitari Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Menjelang azan magrib ada seorang pengepul barang rongsokan yang menyambangi.

Begitu dihitung, Thoha langsung disodori segepok uang. "Dapatnya nggak mesti. Kadang sehari bisa dapat Rp50.000 sampai Rp80.000. Tergantung banyaknya hasil yang didapat juga," ungkapnya.

Jika dihitung-hitung, taruhlah satu botol dihargai Rp500, seandainya per hari dia bisa membawa pulang Rp50.000, berarti ada 100 botol yang berhasil dia pungut. Lantas darimana dia bisa dapat ratusan bahkan ribuan botol tersebut. Bukankah sebagian besar wilayah di Kecamatan Porong telah tenggelam digerus lumpur panas?

"Botol-botol itu asalnya dari salah satu pabrik minuman yang ada di daerah Jatirejo. Pabrik itu ikut tenggelam," ujar Thoha sembari menudingkan telunjuknya ke arah bangunan yang tinggal tersisa atapnya saja.

Pabrik itu lokasinya lebih kurang 500 meter dari bibir tanggul yang ada di Desa Jatirejo. Untuk memungutnya, Thoha dan dua rekannya menggunakan bantuan sebuah sampan.

Sementara itu, tiga rekan lainnya, menunggu di bibir tanggul sembari menjaga tali yang diikatkan pada ujung sampan.

Seutas tali itu penting artinya. Sebab, saat kembali ke tanggul para penumpang harus dibantu dengan tarikan tali tersebut. Pasalnya, yang dikayuh Thoha bukanlah air namun lumpur setengah mengering.

Tentu membutuhkan tenaga lebih untuk mendayungnya. Untuk itulah tali yang mempunyai panjang ratusan meter tersebut sangat berarti, agar Thoha dan ketiga rekannya tidak terlalu capai.

Bukan itu saja, setidaknya butuh keberanian dan kenekatan untuk menggeluti pekerjaan tersebut. Teledor sedikit saja, bisa-bisa mereka jatuh ke dalam kubangan lumpur. Bukan hanya badan belepotan, tapi ancaman lain telah mengintai. Yakni, kulit bisa melepuh akibat panasnya lumpur yang kini menyerupai danau tersebut. SM

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

No comments: