Selasa, 03 Oktober 2006 01:07
KETIKA Gunung Merapi ‘batuk-batuk’, hujan abu melanda Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten di Jawa Tengah.
Namun apakah hujan abu dari sisa benda terbakar yang terjadi dua hari terakhir di Kota Banjarmasin akibat Gunung Merapi ‘batuk-batuk’? Ah, tentu tidak mungkin. Hujan abu di Jawa Tengah itu benar-benar akibat ‘murka’ alam. Sementara yang terjadi di Banjarmasin, terdapat peran manusia.
Sejumlah rumah warga, perkantoran, toko, dan tempat ibadah menjadi kotor. Kabut asap yang menerbangkan abu hasil pembakaran menebal sekitar pukul 04.00 Wita hingga 08.00 Wita.
Pembakaran lahan di Kertak Hanyar dan Gambut, Kabupaten Banjar, sudah berlangsung beberapa hari ini. Mengutip data Kompas, sekitar 1.000 hektare lahan di Desa Pasar Kamis, Kertak Hanyar, sudah dibakar.
Ketika matahari terbenam, kabut asap mulai menyeruak ke udara. Bau tak sedap pun terhirup hidung kita. Gelapnya malam bertambah gelap akibat kabut asap. Menyesakkan dada.
Terlebih di pagi hari. Kabut asap benar-benar pekat. Bahkan sejumlah warga yang melintas di jalur Banjarmasin-Banjarbaru, tak lagi mampu mengenali medan jalan.
Tak jarang ada pengendara yang salah tujuan. Sebagai contoh nyata adalah di bundaran Liang Anggang. Banyak warga yang bepergian dari Banjarmasin ke Banjarbaru, justru berbelok ke arah Pelaihari, Tanah Laut.
Beruntung sesekali ada polisi yang sibuk mengatur lalu lintas. Mereka menjaga jalan penghubung Banjarmasin-Banjarbaru untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Di kawasan yang tertutup asap tebal, polisi mengibarkan bendera merah dengan harapan pengemudi menurunkan kecepatan kendaraannya.
‘Bencana’ asap adalah langganan bagi Kalimantan Selatan. Namun dari tahun ke tahun, upaya yang dilakukan untuk mengatasi kabut asap tak ada peningkatan.
Hanya satu hal yang menjadi tradisi yang dilakukan pemerintah daerah dalam menangani masalah kabut asap, yaitu membagikan masker yang jumlahnya pun terbatas secara gratis.
Sekarang, apakah tidak ada upaya lain untuk pembukaan lahan tanpa harus membakar? Apakah tak ada jalan lain bagi warga untuk menjaga kesuburan sawah tadah hujannya, tanpa harus membakar batang-batang padi?
Bukan hanya peran pemerintah yang ditunggu. Ilmuwan dari perguruan tinggi yang memiliki dasar Ilmu Pertanian dan Kehutanan juga ditunggu. Semangat pengabdian masyarakat harus mereka tunjukkan.
Selain itu, mereka yang bergerak di dunia kesehatan harus turun tangan. Berdasar catatan Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) meningkat tajam. Pada Juli 2006, tercatat 5.163 kasus ISPA dan pada Agustus 2006 meningkat menjadi 5.597 kasus.
Melihat kondisi ini, tentu Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin tidak boleh tinggal diam. Di antaranya dengan menggelar pemeriksaan dan pengobatan gratis di kampung-kampung. Gratiskan pelayanan Puskesmas bagi mereka yang terserang ISPA.
Langkah Walikota Banjarmasin Yudhi Wahyuni yang turun ke jalan membagi masker, patut mendapat acungan jempol. Namun jika dihitung-hitung, ada berapa warga yang kebagian masker dari Pak Wali itu.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera membagikan masker ke seluruh lapisan masyarakat. Terutama mereka di kampung-kampung. Pembagian ini bukan sesuatu yang sifatnya seremonial, tetapi langkah cepat untuk mengurangi penderitaan warga.
Contohlah negara tetangga kita, Malaysia. Asap yang ada di negeri jiran itu sebenarnya kiriman dari Indonesia. Namun sebelum asap menjadi pekat, tim penanggulangan asap bentukan pemerintah turun ke jalan.
Mereka keliling kota. Melalui pengeras suara, mereka mengingatkan agar masyarakat mewaspadai asap. Masker diobral, dan semua warga yang beraktivitas di luar diminta mengenakannya. Air pun disemprotkan di jalan-jalan guna mengurangi asap.
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Saturday, October 14, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment