Selasa, 10 Oktober 2006 01:03
Beberapa hari terakhir ini, kabut asap makin pekat menyelimuti Bumi Kalimantan. Khusus kawasan Kalsel, asap mulai tebal pada malam hari hingga pagi. Bahkan saking tebalnya, asap masuk rumah penduduk terutama di kawasan Banjarbaru dan sekitarnya.
Saat bangun untuk bersahur, asap memenuhi rumah penduduk dan baunya yang menyesakkan data itu sangat menyengat. Hal ini jelas sangat mengganggu warga yang melaksanakan ibadah puasa. Ancaman terhadap kesehatan warga pun semakin meningkat dan serius, apalagi keluarga yang mempunyai anak kecil dan penderita gangguan pernafasan.
Memang persoalan kabut asap yang melanda negeri ini, dari tahun ke tahun tak pernah terselesaikan dengan baik dan tuntas. Pelatihan pencegahan dan penanganan bencana alam terutama kebakaran lahan dan hutan, tidak jarang dilakukan sebagai langkah antisipasi.
Hasilnya, peserta dan masyarakat yang dilibatkan di dalamnya cukup lihai menangani masalah ini. Tapi kabut asap rutin hadir setiap tahun. Kebakaran/pembakaran lahan dan hutan terus saja terjadi sepanjang musim kemarau setiap tahun, yang produksi asapnya juga mengganggu negara tetangga, Malaysia.
Gangguan yang ditimbulkan kabut asap ini, memang tidak main-main karena berpengaruh di semua sektor kehidupan. Salah satunya di sektor transportasi baik darat, laut maupun udara. Di darat, mengakibatkan sering terjadi kecelakaan lalu lintas. Di laut pun demikian, tidak jarang terjadi tabrakan kapal. Di udara, beberapa penerbangan terpaksa menunda keberangkatan dan pendaratan pasawat.
Bahkan, pengelola Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya siap menutup bandara dari semua kegiatan kalau kondisi kabut asap yang menyaput kawasan itu semakin pekat dan tak mungkin dilakukan pendaratan pesawat. Tinggal menunggu izin tertulis berupa SK dari Menhub. Secara lisan di media, Menhub memperkenankan penutupan bandara ini demi keselamatan semua.
Memang selama ini beberapa kali kabut asap ‘menutup’ kawasan Bandara Tjilik karena jarak pandang yang sangat minim, sehingga sering mengganggu jadwal penerbangan dan pendaratan pesawat. Dalam dua bulan terakhir ini, empat kali dilakukan pembatalan penerbangan rute Jakarta - Palangka Raya PP. Jelas hal ini sangat merugikan semua pihak, terlebih masyarakat.
Kita tidak mengingkari, upaya mengatasi kebakaran/pembakaran lahan dan hutan ini terus dilakukan. Korem 102 Panju Panjung, misalnya, menyiagakan lima satuan setingkat kompi (SSK) guna membantu memadamkan kawasan terbakar. Selain membentuk pasukan reaksi cepat (PRC) yang beranggotakan orang pilihan dan andal dalam menanggulangi bencana.
Selama ini dalam menanggulangi kebakaran/pembakaran hutan lahan lebih apda tindakan represif. Seharusnya yang diperlukan adalah tindakan preventif, bagaimana caranya agar masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan dengan hutan dan lahan tidak menggunakan api untuk menunjang kegiatan mereka, dalam hal ini membersihkan lahan.
Memang diakui, penggunaan api untuk pembersihan lahan merupakan cara paling mudah, murah dan cepat (efisien). Dengan demikian, selama belum ditemukan cara baru yang lebih efisien maka pembersihan lahan dengan menggunakan api akan terus dilakukan. Artinya, setiap menjelang musim tanam hingga tiba musim penghujan kita harus rela mengonsumsi kabut asap.
Ini terjadi lantaran lemahnya pelaksanaan hukum di negeri ini. Perangkat hukumnya sudah ada, berupa undang-undang antara lain tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tentang Kehutanan. UU ini menegaskan tidak boleh menggunakan api (membakar) untuk kegiatan pembersihan lahan (landclearing), dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Namun di lapangan, penggunaan api untuk kegiatan pembersihan lahan tetap saja marak terjadi. Ini karena penggunaan api untuk pembersihan lahan merupakan cara paling mudah, murah dan cepat (efisien). Selain tidak ada tindak sanksi tegas terhadap pelakunya.
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Saturday, October 14, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment