Saturday, October 14, 2006

4 Desa Tidak Layak Huni

Senin, 02 Oktober 2006 01:45:38

Surabaya, BPost
Pemerintah memprioritaskan penanganan terhadap empat dari delapan desa korban luapan lumpur PT Lapindo Brantas, Sidoarjo. Keempat desa itu dianggap sudah tidak layak huni serta mengalami penurunan permukaan tanah.

Desa-desa tersebut adalah tiga desa di Kecamatan Porong, yaitu Desa Siring, Desa Renokenongo, dan Desa Jatirejo. Desa keempat adalah Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin.

"Ada 4 desa yang akan kita prioritaskan untuk mendapat penanganan. Ada dua opsi yaitu resettlement dan ganti untung. Jadi 4 desa itu tergenang lumpur dan tidak layak huni," kata Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro di Surabaya, Minggu (1/10).

Untuk opsi resettlement berupa pemindahan massal termasuk menyediakan infrastruktur seperti di desa sebelumnya. Namun Purnomo belum mau mengungkapkan lokasi yang akan digunakan. "Sekarang sedang dilakukan pendataan terhadap warga yang jadi korban. Dua tiga minggu lagi akan kita umumkan lokasinya," tandas Purnomo.

Penanganannya pun sifatnya tidak lagi top down. Pemerintah akan mendengarkan keinginan warga karena merekalah yang akan menempati. Pendapat warga akan dijadikan pertimbangan untuk mencari lokasi resettlement.

Sedangkan opsi ganti untung sedang dalam pembahasan Timnas Lumpur sembari menunggu selesainya pendataan kerugian khususnya rumah-rumah yang tenggelam. "Semuanya tetap diganti oleh Lapindo tapi tetap pada batas kewajaran. Yang jelas ini namanya ganti untung bukan ganti rugi," ujarnya.

Dari pantauan, bangunan-bangunan di sekitar titik semburan lumpur panas di Kecamatan Porong, mulai retak-retak. Ini terjadi karena permukaan tanah turun di ring satu atau pada radius satu kilometer dari titik semburan.

Sejumlah bangunan di Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, retak-retak terutama bagian lantai. Adapun bangunan di lokasi yang terendam lumpur seperti di Desa Renokenongo, Siring, dan Jatirejo, sulit terpantau karena tinggal terlihat atap saja. "Retakannya dari hari ke hari kian lebar," ujar Didik Syaifuddin (28), warga Desa Kedungbendo RT 3 RW 1.

Masih di Desa Kedungbendo, selain bangunan retak, saluran drainase di Kompleks Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera di Desa Kedungbendo, aliran airnya berbalik arah. Sebelum bencana lumpur panas terjadi, aliran selokan mengarah ke utara. Akan tetapi, setelah lumpur menyembur sejak empat bulan lalu, tanah di sekitarnya amblas sehingga air selokan berbalik arah mendekati titik semburan.

Berdasarkan penelitian Tim Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) Institut Teknologi Bandung (ITB), permukaan tanah di Desa Kedungbendo yang terletak sekitar satu kilometer sebelah utara titik semburan, turun 50 sentimeter selama bencana lumpur terjadi. Penelitian menggunakan global positioning system tersebut dilakukan pada 26-28 Agustus lalu di 19 titik.

Selain Desa Kedungbendo, Desa Jatirejo yang berjarak sekitar 500 meter sebelah selatan titik semburan turun sekitar 23 cm. Sementara, Desa Siring yang terletak sekitar 300 meter sebelah barat titik semburan, permukaan tanahnya turun sekitar 88 cm dalam sebulan atau 2,5 cm per hari. Padahal, dalam standar normal, penurunan tanah maksimal 10 cm per tahun.

Kemarin siang, terjadi aksi pemukukan oleh petugas jaga relief well 1 di Desa Jatirejo terhadap dua wartawan televisi. Pemukulan yang menimpa dua wartawan dari RCTI dan ANTV masing-masing Pramono Putra dan Fain Darnoko itu terjadi saat keduanya mengambil gambar di lokasi relief well.

Saat itu, kendaraan yang ditumpangi Pramono dilarang masuk lokasi karena berbahan bakar bensin. Hanya kendaraan berbahan solar yang diizinkan masuk. Sebelumnya, nasib apes juga dialami Fain. Dia juga mengalami luka-luka di bagian bibir dan pipinya setelah dipukul petugas keamanan yang bertugas di mulut jalan masuk lokasi relief well. dtc/kcm/ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

No comments: