Thursday, July 27, 2006

LUMPUR TENGGELAMKAN DUSUN LIBURU BARAS (2-HABIS)

Sunday, 04 June 2006 02:28:29

"Kami Trauma Hidup Di Sana Lagi"

Hancur Lebur. Pemandangan menyedihkan terlihat di mata kami ketika memasuki Dusun Liburu Baras, Desa Limbur. Tak ada lagi bangunan yang berdiri. Tak ada mahluk hidup yang dapat kami ajak ngobrol seperti biasanya. Semua tinggal kenangan. Yang tersisa hanyalah gundukan tanah dan lumpur bercampur puing-puing bangunan.

Setelah beberapa jam melihat situasi dusun yang tak mungkin dihuni lagi itu, kami pun kembali ke Dusun Gadang. Perjalanan berat bahkan terasa lebih berat karena rasa lelah luar biasa menyelimuti seluruh anggota tim yang sengaja mengunjungi dusun itu guna memastikan perlu tidaknya relokasi bagi warga Dusun Liburu Baras.

Hampir tengah malam ketika tim dan wartawan BPost, Donny Hardjo Saputro menyentuh bibir Dusun Gadang. Suasana masih ramai. Warga terlihat masih bersantai di teras rumah, menjaga warung kelontongnya, bermain bulu tangkis atau nongkrong di warung kopi dan lainnya.

Di sinilah 24 warga Dusun Liburu Baras mengungsi. BPost langsung menuju rumah sementara salah satu pengungsi, Arif dan keluarganya. Setelah melewati jalan di tengah kebun sepanjang 100 meter, rumah itu terlihat. Tidak ada penerangan listrik di rumah itu, yang ada hanya lampu sumbu minyak tanah dari sebuah botol kecil.

Bertelanjang dada, Arif menceritakan kembali peristiwa yang nyaris merenggut nyawa dia dan keluarganya. "Ulun kira sudah mati, kada selamat lagi waktu tanah longsor menghantam rumah. Kayu, batu dan lumpur jadi satu menimpanya," terangnya.

Melihat tanah perbukitan terus berguguran, ia langsung menarik tangan istri dan anak-anaknya untuk berlari sejauh-jauhnya dari dusun itu, "Saat itu yang terpikir bagaimana kami selamat. Terus terang, sampai saat ini kami masih trauma, bingung mau tinggal dan kerja di mana. Kembali ke Liburu Baras tidak mungkin lagi karena sudah luluh lantak dan tidak mungkin didiami lagi. Kami tak ingin jadi korban," tandasnya. Matanya terlihat nanar. Dia tak mampu lagi meneruskan ceritanya ditelan kesedihan luar biasa.

Untung saja, Pemkab Kotabaru sigap bergerak. Bupati Sjachrani Mataja langsung menginstruksikan agar seluruh warga Liburu Baras direlokasi ke pemukiman yang berada di kawasan Sungai Hawakai.

Kawasan ini harus ditempuh selama tiga jam melalui perjalanan kaki, menyusuri Sungai Gagayan. Kawasan ini dipilih karena letaknya tidak berada di lereng gunung, sehingga aman dari bencana tanah longsor.

No comments: