Friday, April 13, 2007

Banjir Berlanjut, Kerugian Meluas

Minggu, 4 Februari 2007

Pengamat Proyeksi Picu Inflasi Februari

Radar Banjarmasin, JAKARTA – Pemerintah harus segera melakukan kebijakan efektif untuk menanggulangi banjir yang melanda Jakarta. Terutama mengantisipasi dampak-dampak ekonomi yang diakibatkannya. Hingga kini berbagai pihak masih menmghitung estimasi kerugian dan potensi kerugian akibat banjir yang melanda selama dua hari di Jakarta.

Faktor-faktor utama yang harus segera ditanggulangi adalah menyangkut perbaikan sektor telekomunikasi dan infrastruktur secepatnya. Kemudian proses-proses pelancaran arus-arus vital transportasi yang menjadi tulang punggung distribusi berbagai produk-produk ekonomi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Handaka Sentosa mengemukakan bahwa dari laporan anggotanya banjir berdampak signifikan terhadap capaian omzet ritel. Selama dua hari banjir, asosiasi mencatatkan penurunan rata-rata transaksi harian mencapai 60 persen.

“Kalau hanya dua hari ini (Kamis-Jumat kemarin) maka dampaknya tidak akan signifikan. Namun kalau ini berlanjut, kerugian dunia usaha akan meluas,” ujarnya saat dihubungi koran ini kemarin.

Menurut hitungan Handaka, dengan penurunan omzet harian 60 persen, bila dihitung dalam kerangka satu bulan maka kontribusinya hanya 2 persen. “Rendahnya daya beli merupakan dampak terbesar bagi pengusaha ritel. Banyak orang yang malas berbelanja,” paparnya.

Dirinya juga mengingatkan mengenai meluasnya kerugian terutama menyangkut kendala proses distribusi akibat banjir yang terjadi. “Kalau hanya dua hari, maka supermarket maupun pusat-pusat perbelanjaan masih memiliki stok produksi yang cukup. Tapi yang ditakutkan bila kondisi ini terus berlanjut, stok habis, dan distribusi macet,” katanya.

Oleh karena itu pemerintah harus segera mengupayakan solusi yang komprehensif menyangkut bencana banjir yang terjadi. Warga Jakarta yang biasanya berakhir pekan dengan berbelanja lebih memilih untuk tinggal di rumah daripada keluar rumah. Kondisi pusat-pusat perbelanjaan terlihat lenggang. Beberapa pasar tradisional belum menunjukkan aktivitas ekonomi, karena kemarin terendam banjir.

Kekhawatiran terhadap meluasnya kerugian ekonomi akibat banjir juga dikemukakan oleh ekonom senior BNI Ryan Kiryanto. Menurut Ryan, selama ini bencana banjir seringkali hanya dilihat sebagai bencana alam yang diakibatkan force majeur.

“Padahal sebenarnya proses pengelolaan kota, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta juga perlu diperbaiki untuk mencegah terjadinya kondisi yang berulang. Jakarta pernah mengalami banjir besar pada 2002, tapi tampaknya tidak ada perubahan yang signifikan dalam proses penanganan,” katanya.

Ryan menambahkan, bahwa efek susulan dari banjir yang melanda Jakarta adalah peningkatan laju inflasi. Bencana banjir akan menjadi salah satu cost push inflation (faktor pendorong inflasi) untuk Februari ini. Dari data BPS sendiri angka inflasi Januari mencapai 1,04 persen. Angka tersebut menunjukkan peningkatan dari bulan-bulan sebelumnya.

“Amburadulnya distribusi akibat banjir akan membuat pasokan bahan baku ke pabrik terhambat. Sementara distribusi ke tingkat pasar juga terlambat, akibatnya pasokan produk menurun dan harga-harga barang naik,” katanya.

Dampak lainnya, di sektor perbankan adalah harus kehilangan potensi pendapatan non bunga (fee based income) akibat matinya sistem RTGS (realtime gross settlement) pada pukul 11.00-15.00.

Ryan mengemukakan bahwa dari 130-an bank yang ada, hanya sekitar 20 bak yang berhasil melakukan sistem RTGS. “Bisa ditebak bahwa 20 bank ini hanya yang besar-besar saja,” ungkapnya.

Direktur Perencanaan Strategis dan Humas BI Budi Mulya menjelaskan bahwa terputusnya akses RTGS akibat matinya STO di daerah Semanggi akibat banjir. Hal ini mengakibatkan komunikasi online BI dengan bank sekitarnya terganggu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, BI memperbaiki hubungan ke bank dengan mekanisme dial up sehingga transaksi kliring dan RTGS bisa tetap terlaksana.

“BI telah menjamin terselenggaranya sistem pembayaran. Sehingga gangguan tersebut tidak signifikan mempengaruhi akses perbankan,” katanya.

Sedangkan untuk kerugian fisik yang terjadi disektor perbankan maupun ritel sebenarnya tidak begitu signifikan. Terutama karena aset-aset baik ATM maupun kantor cabang yang ada lazimnya sudah mendapatkan perlindungan asuransi kerugian. Namun demikian, kondisi bencana yang terjadi akan berpengaruh pada jumlah premi yang harus dibayar pada waktu mendatang. Ini karena perusahaan asuransi meningkatkan resiko dari aset asuransi yang dilindunginya.

Sejumlah Gardu Listrik Masih Padam

Selain menghadapi bahaya banjir, beberapa kawasan titik pusat banjir juga harus berjibaku dnegan kegelapan. Ini karena PLN masih akan memadamkan sebagian besar gardu listrik yang ada.

Dari data yang dimiliki oleh PLN hingga 14.00 kemarin, 1.746 gardu listrik dipadamkan. Jumlah tersebut meng-cover 672 ribu pelanggan listrik ibukota. General Manager P3B PT PLN (persero) Muljo Adji mengemukakan bahwa PLN masih konsentrasi terhadap bencana dan usaha-usaha recoverynya.

“Dalam pelaksanaan pemulihan listrik akibat banjir ini, PLN mengutamakan keselamatan manusia, jangan sampai ada korban akibat sengatan listrik,” katanya.

Muljo merinci lokasi gardu yang harus dipadamkan sebagian besar berada di Gambir (735 gardu), Kebayoran (210 gardu), Tangerang (304 gardu) dan Kramat Jati (497 gardu).

Beberapa gardu induk (GI) juga harus dipadamkan diantaranya GI pulogadung 5,6,7,8 dan 9. Kemudian GI Penggilingan trafo 1 dan 3. Gardu Induk Gambir Baru 1,2, dan 3 juga tidak luput dari pemadaman. “GI Kembarang, genangan air sudah sampai ke halaman (switchyard) namun belum perlu dipadamkan. Kami akan terus pantau GI tersebut,” katanya. (iw)


No comments: