Friday, November 24, 2006

Teror Asap, Kapankah Berakhir

Kamis, 02 Nopember 2006 01:22
Oleh:
Alip Winarto SHut MSi
Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kalsel

Sejak beberapa waktu lalu Kota Banjarmasin, Banjarbaru dan Martapura, juga hampir sebagian besar wilayah Kalsel diselimuti kabut asap yang cukup pekat. Hampir dapat dipastikan, ketika musim kemarau tiba kebakaran hutan dan lahan yang diikuti kabut asap melanda sebagian kawasan di Kalsel. Kebakaran hutan dan lahan yang hebat, menjadi rutinitas tahunan di beberapa wilayah yang memiliki potensi sumber daya hutan khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Tahun ini kebakaran juga melanda sebagian kawasan hutan di Jawa.

Kebakaran hutan dan lahan di antaranya disebabkan aktivitas perusahaan yang membakar untuk keperluan perkebunan, perladangan maupun pertanian. Menurut Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad, pada Agustus 2006 terdapat 178 perusahaan yang terindikasi membakar hutan, 70 perusahaan di Kalimantan dan 108 di Sumatera. Di antaranya, empat grup perusahaan termasuk berasal dari Malaysia yang terlibat pembakaran hutan dan lahan untuk tujuan perkebunan. Data tersebut menunjukkan, perusahaan perkebunan mempunyai andil cukup besar dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan.

Kebakaran hutan dan lahan juga disebabkan oleh adanya aktivitas sekelompok masyarakat di dalam kawasan hutan atau yang berbatasan kawasan hutan dengan tujuan membersihkan lahan untuk keperluan pertanian, perladangan dan sebagainya. Kebakaran hutan dan lahan bisa juga disebabkan oleh unsur ketidaksengajaan seperti faktor alam. Di antaranya gesekan ranting dan dahan yang menimbulkan percikan api dan merembet ke kawasan di sekitarnya.

Fenomena El-Nino juga sering disebut-sebut dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Faktor alam yang lain adalah adanya kandungan batu bara di bawah tanah yang berpotensi menimbulkan api dan membakar bahan yang mudah terbakar di atasnya.

Kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan baik dari aspek finansial maupun nonfinansial tidak sedikit. Di antaranya berdampak pada kerusakan sumber daya hutan dengan segenap ekosistemnya. Dampak lain yang ditimbulkan adalah teror asap yang menyebabkan menurunnya kualitas kesehatan manusia. Jumlah penderita penyakit ISPA, asma bronkial, bronkitis, pneumonia, iritasi mata dan kulit di berbagai wilayah yang terkena dampak kebakaran hutan meningkat secara signifikan.

Teror asap juga telah melumpuhkan sebagian sendi perekonomian. Betapa tidak, transportasi udara, darat dan perairan menjadi terganggu. Beberapa bandar udara terpaksa ditutup untuk beberapa waktu, atau beroperasi terbatas dengan alasan keselamatan sehingga jadwal penerbangan terpaksa dihentikan atau ditunda. Operator penerbangan pun mengklaim mengalami kerugian akibat teror asap ini. Bahkan beberapa kecelakaan transportasi air dan darat terjadi akibat terbatasnya jarak pandang. Bukan hanya itu, dunia pendidikan mengeluh dan dibuat pusing lantaran asap yang begitu pekat cukup mengganggu kegiatan sekolah, sehingga lagi-lagi dengan alasan kesehatan aktivitas belajar mengajar terpaksa dihentikan.

Sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Departemen Kehutanan melalui SK Menteri Kehutanan No 7501/Kpts-II/2002, 7 Agustus 2002, menetapkan pengendalian kebakaran hutan sebagai satu dari lima kebijakan prioritas bidang kehutanan dalam program pembangunan nasional. Sebagai tindaklanjutnya, Dephut membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan (Brigdalkar) dengan nama Manggala Agni (GALAAG). Manggala Agni bekerjasama dengan pihak terkait, selama ini gigih berupaya memadamkan titik api. Manggala Agni juga menjadi model dan stimulator bagi semua stakeholder dalam pengembangan kelembagaan pengendalian kebakaran lahan dan hutan.

Bom air telah dijatuhkan ke sejumlah kawasan hutan yang terbakar. Bukan itu saja, Pemerintah Indonesia yang dimotori Bakornas PB (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan TNI AU menggunakan teknologi hujan buatan untuk memadamkan api. Dalam waktu dekat, Pemerintah Indonesia akan menyewa pesawat dari Rusia. Konon, pesawat khusus ini memiliki kapasitas membawa air dalam volume cukup besar (terbesar di dunia saat ini) sehingga diharapkan lebih efektif dalam memadamkan kebakaran hutan dan lahan.

Presiden telah menginstruksikan agar semua pembakar hutan ditindak tegas tanpa pandang bulu, yang ditindaklanjuti oleh Polri. Jika terbukti melakukan pembakaran hutan, maka mereka ditindak dan diproses hukum. Mabes Polri telah menyerukan Kapolda yang daerahnya terkena asap pembakaran hutan dan lahan untuk melakukan langkah penyidikan dan penyelidikan terhadap pelaku pembakaran, apakah disengaja atau karena unsur kelalaian. Jika terbukti membakar, pelakunya dimintai tanggung jawab.

Memadamkan kebakaran hutan dan lahan memang bukan tanpa hambatan. Luasnya kawasan terbakar dan lokasi hot spot yang sulit dijangkau, tidak seimbang dengan kekuatan personil, peralatan yang tersedia dan keterbatasan teknologi pemadaman. Ada juga yang berpendapat, sebenarnya kebakaran hutan dan lahan diawali oleh kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Kemudian keterbatasan itu dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang bermodal besar untuk membantu land clearing dengan cara membakar. Karena itu, ketika kemiskinan belum teratasi maka dengan mudah masyarakat melakukan aktivitas membakar dengan dalih mendapatkan upah dari perusahaan atau sekadar membuka ladang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dalam menyediakan pangan.

Adanya imej dalam masyarakat bahwa bertanggung jawab sepenuhnya atas teror asap adalah instansi kehutanan, juga kurang tepat. Permasalahan kebakaran hutan dan lahan akhirnya selalu dilimpahkan kepada instansi kehutanan baik di pusat maupun di daerah untuk mengatasinya. Fakta di lapangan menunjukkan, teror asap banyak dihasilkan dari kebakaran yang terjadi di kawasan nonkehutanan. Seperti di perkebunan, pertanian, perladangan dan tidak jarang di kawasan yang berdampingan dengan permukiman penduduk.

Dalam mengatasi teror asap, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, pemerintah sejak dini harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat betapa pentingnya memelihara keberadaan hutan baik manfaat ekonomi maupun konservasi. Juga harus ditekankan terus menerus, daerah yang berdampingan dengan kawasan hutan pada musim kemarau sangat sensitif dan rawan kebakaran, sehingga pembakaran tidak diperbolehkan sama sekali walaupun diperuntukan bagi penyiapan lahan pertanian dan lainnya.

Kedua, upaya mengatasi teror asap tidak hanya bersifat reaksioner apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan. Tetapi seharusnya juga ditekankan pada upaya preventif, misalnya menyiapkan kantong air di kawasan rawan kebakaran sebelum terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Ketiga, penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi pembakar hutan dan lahan. Dengan kata lain perlu diberikan contoh hukuman yang jelas bagi pelaku pembakaran baik perorangan maupun perusahaan.

Keempat, pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan tentang tanggungjawab perusahaan terhadap konsesi yang dimilikinya jika terjadi kebakaran. Perusahaan harus bertanggung jawab dan diberi sanksi jika terjadi kebakaran hutan dan lahan dalam cakupan wilayah konsesinya. Perusahaan tidak hanya berhak mengambil keuntungan dari konsesi yang dikelolanya, tetapi juga harus bertanggung jawab dan wajib menjaga agar konsesinya bebas dari aktivitas kebakaran hutan dan lahan.

Kelima, pemerintah harus mengeluarkan larangan pembakaran lahan pada kawasan tertentu misalnya kawasan bergambut. Kebakaran hutan dan lahan di kawasan bergambut sulit dipadamkan. Pengalaman menunjukkan, meskipun pada lapisan permukaan tidak ada titik api, tetapi pada kawasan bergambut lapisan di bawahnya masih terbakar. Dari kebakaran hutan dan lahan di kawasan bergambut inilah teror asap yang cukup besar dihasilkan.

Keenam, menjalin kerjasama dengan negara tetangga dalam menanggulangi teror asap. Sesungguhnya teror asap yang muncul akibat kebakaran hutan dan lahan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia. Sepantasnya negara tetangga juga ikut memanggulangi teror asap, mengingat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia juga dilakukan oleh sekelompok perusahaan asing dari negeri tetangga seperti Malaysia. Dalam kondisi normal hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia telah memproduksi oksigen yang secara bebas juga dinikmati negara tetangga, sehingga semestinya mereka tidak serta merta mengambinghitamkan Pemerintah Indonesia. Tetapi juga harus ikut memberikan solusi atas musibah kebakaran hutan dan lahan itu.

Menurut UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlindungan hutan termasuk perlindungan dari ancaman kebakaran hutan menjadi tanggung jawab negara. Namun fakta di lapangan menunjukkan, teror asap juga berasal dari kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Maka sudah semestinya teror asap tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi kehutanan. Karena itu, berbagai upaya tersebut tidak akan berhasil apabila tidak didukung oleh elemen terkait, seperti lembaga nonpemerintah, perusahaan swasta atau institusi bisnis lainnya dan masyarakat. Upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan khususnya dalam menghentikan teror asap harus menjadi komitmen bersama, dan merupakan kerjasama yang harmonis antara elemen tersebut. Semoga.

e-mail : alip_winarto@yahoo.com
Copyright © 2003 Banjarmasin Post

No comments: