Sabtu, 14 Oktober 2006 02:41
Banjarmasin, BPost
Kabut asap yang menyaput Kalimantan tak ubahnya tragedi kemanusiaan yang gagal ditanggulangi pemerintah. Hak rakyat memperoleh udara segar, berlalulintas secara nyaman dan aman, serta hak terbang menumpang pesawat telah terlanggar.
Bukti pelanggaran hak asasi manusia ini makin terbukti nyata dalam kurun waktu lebih dari dua bulan ketika bumi Kalimantan disaput asap tebal. Kesehatan masyarakat terancam, manakala jumlah penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) meroket.
Beban hidup pun bertambah, ketika mobilitas fisik terganggu kabut asap tebal yang menutup jarak pandang di jalanan maupun udara. Ironisnya, bara api lahan gambut dan semak belukar semakin meluas. Tak hanya akibat kekeringan, tetapi pembakaran terus berlangsung.
Inilah yang makin meningkatkan kadar asap yang mencemari Kalimantan, termasuk wilayah Kalimantan Selatan. Hingga Sabtu (14/10), kabut asap makin parah. Bara api lahan gambut dan semak belukar di wilayah perbatasan Kabupaten Banjar dan Banjarbaru tetap berkobar.
Upaya keras tim pemadam relatif gagal menghalau api yang merembet ke wilayah lebih luas itu. Tim pemadam sering dihadapkan pada kondisi geografis dan lokasi kebakaran yang sulit dijangkau. Seperti usaha pemadaman pukul 12.00 hingga 18.00 Wita di sepanjang pinggiran Jl A Yani, kemarin.
Tak kurang 20 armada pemadam kebakaran dari unit bantuan pemadam kebakaran rakyat Banjarmasin, Banjarbaru dan Martapura, Manggala Agni Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalsel serta TNI, namun hanya mampu mengkonsentrasikan pemadaman lahan-lahan gambut di Km 17.
Sementara pada lokasi-lokasi lahan yang jauh dari jalan terpaksa dibiarkan akibat tidak adanya akses jalan bagi mobil-mobil pemadam tersebut untuk menuju lokasi. Selain itu ketiadaan air menyebabkan petugas tidak bisa berbuat apa-apa.
"Kami sudah cek sumber-sumber air di sana, banyak yang kering. Sementara operasional mobil pemadam juga terbatas akibat terbatasnya persediaan bahan bahar yang dimiliki. Oleh karena itu bantuan dari pemerintah sangat diharapkan agar operasi ini bisa terus berlangsung," kata Nirwani, petugas operasional Komunikasi Darurat (Komdar) dan Balakar Banjarmasin.
Akibat gambut dan belukar yang terus membara, tak ayal lagi udara Kalsel makin tebal dihuni asap. Pemerintah sendiri tak serius membombardir lokasi-lokasi kebakaran.
"Kalau kebakaran terjadi di dekat jalan masih bisa ditanggulangi. Namun, jika terjadi di tengah hutan yang jaraknya 500 meter dari jalan, pasti sulit. Medannya berat, sehingga mobil BPK tidak bisa mendekat," tutur Camat Gambut Abdul Razak.
Jalanan A Yani pun menjadi neraka dalam berlalu-lintas. Para pengendara harus kehilangan waktu karena tak bisa meneruskan perjalanan. Demikian halnya, penerbangan Garuda Airlines, Lion Air dan Batavia Air tak berani mengudara. Para penumpang di Bandara Syamsudin Noor pun telantar sampai dua jam.
Ketika jarum jam menunjuk pukul 09.15 Wita, para penumpang baru bisa mengudara menuju Jakarta. Selama menanti di ruang tunggu pun para penumpang tersiksa karena asap menerobos ke ruangan. Tak sedikit penumpang memakai masker. Bahkan sekelompok pramugari Lion Air sempat tertidur di ruang khusus keberangkatan.
Dalih El Nino
Kabut asap tak hanya mengganggu berlalu-lintas di darat maupun udara. Partikel yang terbawa pun telah melambungkan penderita ISPA di Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Banjarmasin. Selama Agustus-September saja, menurut Kasubdin Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kalsel, Sukamto, penderita ISPA melonjak hingga 50 persen.
Runyamnya, penderitaan masyarakat Kalsel ini masih berlangsung lama. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Rachmat Witoelar memastikan derita ini. Ia menggunakan dasar adanya fenomena alam El Nino yang berdampak kekeringan mulai November mendatang.
Apa dikemukakan Witoelar maupun pejabat pemerintah faktanya hanya obral janji. "Sejak sebulan lalu pemerintah berjanji mengerahkan 500 tentara dan ratusan peralatan pemadam kebakaran ke sejumlah tempat. Faktanya apa? Janji tinggal janji. Pemerintah tak serius menanggulangi kebakaran dan kabut asap," tegas Koordinator Walhi Chalid Muhammad.
Tak hanya masyarakat dan Walhi yang tak puas, Komisi IV DPR RI pun jengah. Komisi ini berencana membeli satu skuadron helikopter untuk melakukan pemadaman api di daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hilman Indra, kini sedang dibahas pembelian itu untuk diajukan pada APBN tahun depan. Dana yang dibutuhkan berkisar Rp 200-300 miliar.
Di tengah kebuntuan upaya penanggulangan pembakaran dan kabut asap, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel bersama Pengurus Wilayah (PW) Nahdlatul Ulama (NU) dan PW Muhammadiyah Kalsel, berencana menggelar Shalat Istisqa di Lapangan Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Rabu (18/10) pukul 09.00 Wita.
"Kami prihatin atas kejadian ini, masyarakat bingung kalau hendak bepergian karena tebalnya asap sehingga tidak bisa melihat. Sebagai ulama, mengajak seluruh umat untuk menggelar shalat Istisqa atau minta hujan untuk mengurangi kepekatan asap tersebut," tutur H Rusdiansyah Asnawi, Ketua Panitia Shalat Istisqa.
Shalat memohon diturunkan hujan dari Allah SWT ini akan dipimpin Pengasuh Ponpes Mursyidul Amien KH Ahmad Bakeri. Sedangkan khatibnya, Ketua MUI Kalsel, Prof KH Asywadie Syukur Lc. ank/niz/ais/coi/kcm/mic/dtc/ant
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Monday, October 16, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment