Sabtu, 07 Oktober 2006 02:04:54
* Rakyat menjerit, bandara lumpuh
* Pengusaha Malaysia ngungsi
* Taman Nasional terbakar
Jakarta, BPost, Ketika rakyat Kalimantan dan Sumatera kesulitan menghirup udara segar, Pemerintah Republik Indonesia pasrah menanggulangi kobaran api dan kabut asap.
"Kita selalu berusaha, memanggil bupati, gubernur, mengerahkan mobil pemadam kebakaran, helikopter, Hercules. Semua sudah dipakai. Segala doa sudah. Tinggal hujan saja yang bisa menyelesaikannya."
Begitulah untaian kalimat kepasrahan pemerintah yang disampaikan Wapres Jusuf Kalla di istananya Jl Medan Merdeka Selatan Jakarta Pusat, Jumat (6/10).
Menurut Wapres, kebakaran yang melanda Tanah Air terjadi akibat banyak hal dan penanggulangannya tak mudah. Misalnya, luas wilayah Indonesia yang menyulitkan upaya pemadaman. Berdasarkan laporan Menneg Lingkungan Hidup saat ini kebakaran lebih banyak terjadi di perkebunan rakyat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan penanggulangan cepat terhadap kebakaran. Namun, api tetap berkobar dan mengepulkan asap tebal yang mengancam kesehatan masyarakat serta mengganggu penerbangan komersial.
Bahkan bara api yang menghanguskan hutan dan semak belukar di Kalimantan dan Sumatera tak hanya berdampak buruk di dalam negeri, Negeri Jiran Malaysia dan Singapura pun kena getahnya. Selain asap mengganggu pernafasan, juga merepotkan penerbangan di negeri tetangga itu.
Pemerintah telah berusaha menanggulangi masalah kebakaran, tapi hasilnya jauh dari harapan. Tak sedikit pula orang yang ditangkap terkait pembakaran hutan. "Mau apa lagi kalau sudah begini, mudah-mudahan musim hujan segera datang," tandas Jusuf Kalla.
Kepasrahan pemerintah ini bak gong yang melengkapi derita masyarakat. Hingga kini udara di sejumlah kota Indonesia berbahaya untuk pernafasan. Di bumi Kalimantan misalnya, kualitas udara di Kota Palangka Raya (Kalteng), Pontianak (Kalbar) dan Banjarmasin (Kalsel), masih berbahaya.
Demikian halnya yang terjadi di Sumatera. Kualitas udara Palembang, Riau, Jambi dan Bangka tidak lebih baik dibanding Kalimantan. Bahkan Bandara Internasional Sultan Machmud Badaruddin Palembang, kemarin lumpuh. Mulai pagi hingga sore, tak ada pilot yang berani landing dan take off, karena jarak pandang tak kurang 500 meter. Tak sedikit penumpang telantar.
Gangguan terhadap aktivitas udara juga melanda Pontianak. Perusahaan penerbangan swasta yang melayani rute Pontianak, memundurkan jadwal penerbangan akibat Bandara Supadio, tertutup asap tebal. Kabut asap ini membatasi jarak pandang sehingga pilot tak berani mendaratkan pesawat.
Dalam empat hari terakhir, jarak pandang pagi hari hanya 100-300 meter. "Jarak pandang ideal mendaratkan pesawat adalah 800 meter, meskipun keputusan tetap di tangan pilot," tutur Syamsul Bachri, Kepala Cabang Angkasa Pura Supadio.
Pengusaha Geram
Kepasrahan pemerintah tak ubahnya ironi yang membuat rakyat semakin tak percaya. Tak heran jika elemen masyarakat, LSM lingkungan internasional Greenpeace kemarin memberi kado asap di kantor Menhut MS Kaban.
Kantor Dephut pun tampak putih dengan asap yang mengepul di pintu masuk. Greenpeace mendesak pemerintah cepat menghentikan semua praktek pembabatan dan pembakaran hutan di ekosistem gambut yang rentan kebakaran, termasuk perluasan area baru untuk perkebunan kayu dan kelapa sawit. Mereka juga menuntut para pelaku pembakaran diadili.
Kobaran asap yang makin tak terkendali di Kalimantan, tak urung memicu masalah di Malaysia. Lalu lintas udara di negeri bagian Sarawak, Malaysia, terganggu. Di Semenanjung Malaysia pun kondisinya memburuk.
Lima negera bagian Malaysia yang berdekatan Sumatera juga kelimpungan akibat tak sehatnya kualitas udara. "Layanan helikopter, modal transportasi penting di Sarawak dihentikan karena buruknya visibilitas," kata pejabat Departemen Aviasi Sipil di Kuching, ibukota Sarawak.
Kerawanan udara ini bahkan memaksa pengusaha Malaysia mengungsi. CK Chua rela mengeluarkan kocek segebok untuk mengungsi ke Phuket, Thailand bersama istrinya. Pengusaha yang menderita sinusitis kronis itu khawatir kondisi kesehatan memburuk, bila menghirup asap.
"Saya biasanya pergi ke Singapura setiap ada asap di sini, tapi tahun ini saya tidak bisa pergi ke sana karena situasi di sana sama buruknya," keluh Chua.
Ia akan tinggal di Phuket sampai asap benar-benar hilang dari Malaysia. "Saya tak punya pilihan kecuali meninggalkan negara karena saya jadi sangat sakit," katanya. Chua begitu geram dengan pemerintah Indonesia yang dianggap tidak mengambil langkah-langkah konkret menghentikan pembakaran hutan.
"Mereka sepenuhnya bertanggungjawab atas penderitaan yang kami alami. Mereka tidak mengambil langkah positif apa pun meski durasi asap jadi lebih lama setiap tahunnya," tandas Chua.
Tampaknya Chua harus mengasingkan diri lebih lama. Selain pemerintah RI pasrah, kobaran api di Kalimantan makin meluas. Bahkan Taman Nasional Sebangau di Kalteng kemarin ludes terbakar.
Hingga kemarin sore, api belum bisa dipadamkan. Luas areal yang terbakar pun belum terdeteksi pasti.
Hanya lokasinya yang terdeteksi, sekitar tepian sungai Sebangau, Kabupaten Pulang Pisau dan di kawasan Mendawai, Kabupaten Katingan. "Saat ini kami menggerakkan regu pemadam dari tim Manggala Agni dan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPO RC)," kata Yohanes Sudarto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng.
Titik api di Kalteng pada 5 Oktober 2006 kembali melonjak menjadi 1.045 titik, naik drastis dibanding sehari sebelumnya yang hanya 204. Titik panas terbanyak ada di Kabupaten Pulang Pisau 279 buah, Kotawaringin Timur 150, Seruyan 142, Kapuas 135 dan Kotawaringin Barat 119 titik. afp/TS/kcm/dtc/mic
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Saturday, October 07, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment