Kamis, 11 Juni 2009 | 06:17 WITA
PALANGKARAYA, KAMIS - Kondisi Sungai Barito yang melintasi Provinsi Kalteng dan Kalsel sangat kritis. Perlu penanganan dan pengelolaan serius agar kondisinya tidak makin parah karena bisa menimbulkan bencana seperti banjir besar. Saat ini daerah sekitar aliran sungai sering banjir saat musim hujan.
Kondisi itu sudah terasa sejak sepuluh tahun terakhir. Tim Koordinasi Kebijakan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) telah melakukan identifikasi terhadap kondisi Sungai Barito. Kesimpulannya, sungai itu sangat kritis sehingga perlu penanganan prioritas-1.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Kalteng, Kardinal Tarung dalam siaran persnya mengatakan, masalah tersebut adalah salah satu poin yang diungkapkan Gubernur Agustin Teras Narang saat pembukaan Pertemuan Regional Operasi dan Pemeliharaan (OP) Prasarana Sumber Daya Air Wilayah II dan III se-Kalimantan dan Sulawesi di Palangkaraya, Selasa 9 Juni lalu.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng mengusulkan kepada pemerintah pusat, agar Wilayah Sungai Barito yang panjang alurnya sekitar 900 kilometer segera dikelola oleh suatu Badan Otorita dengan prinsip one river, one plan and one integrated oleh semua departemen terkait.
Hal itu mengingat balai yang ada belum mampu mengelola wilayah Sungai Barito dengan maksimal. Saat ini perbaikan akibat daya rusak air namun masih jauh dari harapan. Upaya preventif secara terpadu juga belum ada.
"Jangan sampai terlambat seperti sungai-sungai di Jawa dan Sumatera. Saat musim hujan sering banjir dan saat musim kemarau sering kekeringan sehingga rawan bencana kebakaran lahan," kata Kardinal, Rabu (10/6).
Kalteng memiliki sebelas sungai besar sepanjang sekitar 4.625 kilometer dengan tujuh anjir atau kanal sepanjang 122 kilometer. Sedangkan untuk prasarana irigasi dan rawa di Kalteng terdapat luasan potensial daerah irigasi 10.744 hektare dan luas potensial daerah rawa sekitar 335.976,76 hektare.
Tahun ini Kalteng mendapat dana untuk menangani operasi dan pemeliharaan dari pemerintah pusat. Sedangkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, baru bisa dilaksanakan seluas 31.000 hektare dari total 71.432 hektare.